22. Yang dulu dilupain aja ya, Nya?

181 37 8
                                    

Tiga tahun kebelakang, Randi benar-benar merasa gagal menjadi Ayah untuk Hadif dan Haga. Laki-laki itu bahkan tidak bisa menjamin kedua anaknya merasa bahagia setelah semua yang sudah terjadi di keluarga kecil mereka bersama Ibunya—Naya.

Kesalahan Randi di masa lalu, berhasil merusak kehidupannya di masa sekarang. Tidak ada yang menginginkan kejadian ini, baik Randi maupun Hilda, sebab keduanya tidak saling mencintai, bahkan mereka sama-sama telah berkeluarga pada saat itu.

Saat itu Randi dan Hilda terjebak, mereka dipermainkan rekan kerjanya di pesta ulang tahun perusahaan tempat mereka bekerja. Keduanya dalam keadaan mabuk berat malam itu, rekan-rekannya iseng memasukkan obat pembangkit gairah ke gelas keduanya, lalu melanjutkan keisengannya dengan memasukkannya ke dalam kamar yang sama.

Siapa yang menyangka, jika keisengan mereka menjadi malapetaka untuk keduanya.

Jika mengingat bagaimana semua itu terjadi, Randi rasanya ingin menghabisi siapa-siapa saja yang ikut andil dalam keisengan tersebut. Sampai detik ini pun, Randi masih belum bisa memaafkan mereka semua. Tapi, alih-alih membalas mereka, Randi memilih untuk menyudahi semuanya dan mengurus apa-apa yang sudah menjadi tanggungjawabnya saja.

Pagi tadi, Randi menepati ucapannya. Ia benar-benar berangkat dari Salatiga menuju rumah yang ditempati oleh Hadif, butuh waktu kurang lebih sembilan jam untuk Randi tiba di rumah.

Pekerjaan yang sebelumnya tidak bisa ditinggal, mendadak jadi sangat mudah ia abaikan. Tidak peduli jika seandainya tindakan ini bisa mempengaruhi jabatannya, sebab bagi Randi; pekerjaan tidak boleh lebih penting daripada keluarga.

Randi tiba di rumah jam enam sore, dan langsung disambut oleh Hadif yang tengah menunggu di depan teras karena Randi telah mengirim pesan dan mengatakan kalau beliau akan segera sampai.

Hadif memperhatikan mobil hitam milik Sang Ayah yang berhenti di garasi depan rumahnya, tidak lama kemudian Ayahnya keluar dan langsung berjalan menghampirinya.

Begitu sampai dihadapan putranya, Randi langsung memeluknya dengan erat. Ia tahu betul, tidak mudah menjadi Hadif; menerima fakta bahwa Ayahnya menikah dengan seorang wanita yang sudah ia anggap seperti keluarga sendiri, bahkan sebelumnya Hadif juga berteman baik dengan Gatra dan Anya— anak dari wanita yang tadi disebutkan.

Pada akhirnya, setelah bertahun-tahun merasa kecewa, marah, dan banyak rasa-rasa lain yang rasanya tidak menyenangkan; Hadif berhasil melewati semuanya, ia mulai menerima apa-apa yang sudah menjadi takdir dihidupnya.

"Ayah nyetir sendiri?" tanya Hadif sembari melepaskan pelukannya.

Randi mengangguk seraya menghapus jejak air di pelupuk matanya. "Iya, kamu mau berangkat sekarang?"

"Nanti aja, emang Ayah nggak capek?" tanya Hadif khawatir, sebab Ayahnya habis melakukan perjalanan jauh. "Istirahat dulu aja, Yah. Nanti jam tujuh atau jam delapan baru jalan ke sana."

"Capek si nggak ya, cuma Ayah ngerasa pegel aja."

"Yaudah istirahat dulu aja ya, Yah."

*****

Hilda merasa sangat senang begitu mendapat kabar kalau Hadif mau bertemu dengannya, wanita itu menyiapkan banyak makanan untuk menyambut putra sambungnya yang akan datang malam ini bersama suaminya.

Lalu begitu mendengar suara mobil yang sangat ia hafal siapa pemiliknya, Hilda langsung membuka pintu rumah sembari tersenyum lebar, memperhatikan suami dan anaknya yang kini sedang berjalan kearahnya.

Hadif langsung menyalami Hilda begitu ia sampai dihadapan Hilda. Entah kenapa rasanya masih saja sakit jika melihat wanita itu, padahal dia sudah mencoba untuk menerima.

Hadif dan SenayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang