Gemila membuang napasnya dengan malas, tepat setelah guru PKWU yang bernama ibu Sri selesai berbicara. Lalu matanya menjelajah ke sekitar, memperhatikan teman-temannya yang mulai sibuk mencari kelompok.
Ibu Sri baru saja memberikan tugas kelompok, memodifikasi makanan khas daerah. Masing-masing kelompok diwajibkan untuk mendokumentasikan tugas mereka dan mengunggahnya ke kanal YouTube.
"Kita mau bikin apa?" tanya Albi pada gadis yang duduk di sebelahnya, Gemila.
"Siapa juga yang mau satu kelompok sama lo," sahut Gemila masam. Sebenarnya ia paling malas kalau ada tugas yang diharuskan berkelompok, Gemila lebih suka kerja sendiri.
Albi mengerutkan keningnya. "Lah? Mau sama siapa lagi lo? Udah deh gausah aneh-aneh. Lo sama gue aja, bareng Elzio sama Hadif juga."
Hadif ya? Mendengar namanya saja kini Gemila merasa jengah, apalagi harus berada di dalam kelompok yang sama dengannya.
Sudah satu minggu Gemila menjaga jaraknya dengan Hadif, ia bahkan selalu berusaha untuk tidak terlihat juga tidak mau ada komunikasi antara dirinya dengan Hadif. Pokoknya Gemila menghindari segala sesuatu yang berhubungan dengan Hadif, Gemila benar-benar malu, ia menganggap perasaannya itu seperti sebuah kesalahan.
"Yang sudah tahu mau memodifikasi makanan apa, bisa langsung ke meja Ibu untuk mengunci ide. Agar tidak ada kesamaan antar kelompok," titah ibu Sri.
"Eh ayo, kita mau bikin apa ini? Ntar keburu keduluan orang-orang idenya," tanya Elzio sedikit panik, anak itu memang mudah panik dalam hal apapun.
Hadif tampak berpikir. "Bikin klepon? Terus nanti topingnya di ganti sama keju, cokelat, atau milo. Klepon itu makanan khas daerah kan, ya?"
"Ih Hadif! Itu ide kelompok gueee, bye gue mau ke bu Sri duluan," pekik seorang perempuan yang langsung berlari ke meja guru.
Setelah berhasil mengunci ide milik Hadif pada ibu Sri, Runa berteriak pada seisi kelas. "Ayo siapa yang mau sekelompok sama gue? Gue udah ada tujuan mau bikin apa, lo gak perlu susah-susah mikir."
Melihat itu Hadif hanya menggelengkan kepalanya, sedangkan Elzio sudah terlihat sangat emosi. "Agak keganggu jiwanya," kata Elzio sebab ia merasa sebal.
"Hahaha... mulut lo," timpal Hadif.
"Suka bener," imbuh Albi, lalu ketiganya tertawa terbahak-bahak.
Gemila menatap Albi dengan wajah datar, terus menatap sampai Albi menyadari tatapannya dan berhenti tertawa, diikuti dengan Hadif dan Elzio.
"Udah ketawanya?" tanya Gemila, dia hanya berani menatap Albi dan Elzio.
Keduanya mengangguk.
Hadif tidak memberikan respons apa-apa karena ia tidak merasa sedang ditanya juga oleh Gemila, gadis itu benar-benar tidak melihat kearahnya. Bukan hanya sekali, sudah berkali-kali Gemila terlihat seperti mengabaikannya keberadaannya.
Awalnya tidak mau dijadikan pikiran, tapi lama-lama kok jadi kepikiran.
"Bikin cilok aja, cilok krispi. Nanti dikasih isian sosis, ayam, atau kornet."
Mendengar ide brilian Gemila, Elzio langsung berdiri dan bergegas ke meja guru. Ia tidak akan membiarkan siapapun mencontek ide kelompoknya lagi.
"Kapan mau belanja bahan-bahannya?" tanya Albi.
Baik Gemila maupun Hadif tidak ada yang menjawab.
"Dih pada diem, lebih cepat lebih baik woy."
"Bebas sih," sahut Gemila. "Emang mau ngerjain di rumah siapa?" tanya Gemila pada Albi, ingat; hanya kepada Albi. Gadis itu benar-benar tidak memedulikan Hadif.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hadif dan Senayan
Teen FictionTentang Hadif, yang memilih sekolah di daerah Senayan- yang jaraknya jauh sekali dari rumah- hanya untuk bisa bertemu dengan Ibu dan kakaknya. Tentang Hadif, laki-laki tujuh belas tahun; yang dihancurkan rumahnya, dipatahkan hatinya juga dikhianati...