12. Better

267 55 10
                                        

Jangan lupa vote dan komentarnya ya temen-temen, terima kasih 🙆💚

Malam ketika Hadif tiba di rumah, ia langsung bergegas untuk mandi, lalu setelahnya merebahkan diri. Mengabaikan beberapa luka yang tercipta akibat kecelakaan sore itu, yang ada dipikirannya hanya; ia harus segera tidur.

Bukan karena ia mengantuk, atau karena lelah sebab seharian berada diluar rumah. Ia hanya sedang menghindar- menghindari berbagai macam pikirannya sendiri.

Tentang Haga dan Ibu yang meninggalkan rumah peninggalan kakek, juga tentang bagaimana cara Haga bersikap padanya. Jika ia tidak segera tidur, pikiran-pikiran seperti itu akan terus berkembang jauh dan akan merembet ke mana-mana; seperti membenci Ayah dan tante Hilda, dan menganggap Anya sebagai suatu kesalahan.

Pada akhirnya, sebenci apapun Hadif pada Ayah dan keluarga barunya, mereka akan tetap menjalani hidupnya dengan bahagia. Begitu juga dengan Ibu dan Haga, bahagia atau tidak; seenggaknya mereka masih memiliki satu sama lain.

Sedangkan Hadif, dia sendirian. Ayah memang selalu ada untuknya, tapi hanya sebatas ada. Pria itu tidak pernah mendengar apapun yang keluar dari mulut Hadif jika itu tentang Ibu dan Haga, Ayahnya selalu menghindar.

Lantas harus dengan siapa ia menuangkan segala isi pikirannya, dengan siapa ia harus berbagi tentang apa yang tengah dirasakannya?

Itulah mengapa ia memilih tidur, sebab jika tidak ... pikiran-pikiran buruk akan datang menguasai otaknya, dan berakhir dengan Hadif yang akan menyakiti dirinya sendiri.

Sekarang sudah pukul empat sore, tetapi Hadif masih membaringkan dirinya di atas kasur. Seluruh badannya terasa sakit dan berat, kalau kata mbak Ayu; itu karena kecelakaan yang terjadi kemarin.

"Masih pada sakit gak, Mas?" tanya mbak Ayu ketika tiba di kamar Hadif.

Hadif mengangguk, "sedikit, mbak. Tapi nggak separah tadi pagi, kan udah diurut."

"Syukurlah, lain kali lebih hati-hati ya, Mas. Perlengkapan berkendaranya juga harus selalu dipake, soalnya hari apes nggak ada di kalender." Mbak Ayu berkata dengan raut khawatir, yang seperkian detik kemudian berubah menjadi raut heran, "bisa-bisanya helm di gantung di tangan, nggak sayang sama kepala!"

Mendengar itu Hadif terkekeh, "iya maaf ya, mbak. Kemarin buru-buru jadi helm sama sarung tangan nggak dipake, nggak tau juga bakal ada musibah kayak gitu ... soalnya, kan, nggak ada di kalender."

"Nah, makanya dipake terus ya, Mas. Yang kemarin dijadiin pelajaran, biar nggak keulang lagi nanti. Kalo udah begini kan, yang sakit kamu sendiri toh," jawab mbak Ayu sembari merapikan piring dan gelas bekas Hadif makan.

"Iya mbak, maaf ya jadi ngerepotin."

Mbak Ayu menggeleng, "nggak ngerepotin, kalaupun ngerepotin ya wajarlah ... mbak kan dibayar sama si bapak emang buat direpotin sama kamu."

"Yaudah, mbak mau ke belakang lagi ya. Nanti kalo butuh apa-apa telpon aja, mbak mau nonton tv soalnya," tutup mbak Ayu dengan kedua tangan yang memegangi nampan.

Hadif mengangguk patuh, lalu setelahnya mbak Ayu pergi meninggalkan Hadif sendirian. Bersamaan dengan itu, satu notifikasi pesan masuk ke ponselnya.

Rupanya notifikasi itu datang dari grup WhatsApp yang beranggotakan Hadif, Andaru, Elzio, Albi dan Jason.

[ sobat sebat ]

Hadif dan SenayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang