28. Haga, Gatra dan Hadif

209 27 2
                                    

Satu minggu ke depan, seluruh siswa-siswi kelas tiga akan disibukkan dengan ujian akhir sekolah, lalu akan disusul dengan ujian sekolah, praktikum, serta ujian Nasional.

Tidak terasa, dalam hitungan bulan; Hadif akan duduk di bangku kuliah. Sedangkan tujuannya memilih sekolah di sini pun belum tercapai, kenapa waktu berjalan begitu cepat?

Bohong kalau Hadif sudah tidak berharap pada Ibunya, harapannya masih sama seperti dulu, tapi mungkin usahanya yang sudah sampai pada tahap lelah; sehingga kini yang ia lakukan hanya pasrah.

Tetapi ia masih menunggu, paling tidak sampai masa SMA nya selesai; sebelum ia berangkat ke Malang dan melupakan apa-apa yang akan ia tinggalkan.

Hadif menghela napasnya dengan panjang, padahal sedari tadi ia hanya diam, namun rasa capeknya sudah seperti orang yang habis bermain futsal berjam-jam.

Laki-laki itu menoleh ke samping, ada Elzio yang tengah fokus memperhatikan guru di depan. "Bagi air, El."

"Abis, Dif." Elzio mengambil botol air mineralnya dari laci meja, dan menunjukkannya pada Hadif.

Hadif mencolek bahu Gemila yang ada di depannya, "masih punya air gak, Gem?"

"Punya, mau?" tanya Gemila dengan ramah.

"Boleh," jawab Hadif, dan Gemila langsung bergerak mengambil botol minumnya, lalu memberikannya pada Hadif. "Abisin aja kalo aus, bentar lagi juga pulang."

Hadif tidak menjawab, tetapi ia benar-benar menghabiskan air milik Gemila. Air yang tadi masih sisa setengah botol, kini sudah habis tak tersisa.

"Aus apa lapar lo," tanya Elzio, sebab botol Gemila itu berukuran satu liter, sedangkan Hadif menghabiskan setengahnya. Kalau bukan haus sudah pasti lapar.

"Dua-duanya." Hadif menjawab dengan asal, lalu mengembalikan botol pada si pemiliknya. "Makasih, Gem."

Gemila hanya membalas dengan anggukan.

Beberapa menit kemudian, bel pulang berbunyi. Semua tampak buru-buru mengemasi barang-barang yang berada di atas meja maupun di dalam laci.

"Bareng, kan?" tanya Gemila pada Hadif.

"Iya bareng, ayo." Hadif sudah berdiri dari kursinya, lalu berjalan dua langkah ke kursi Gemila. "Muter dulu tapi, ya."

"Mau ngapain?"

"Mau berduaan bareng elo kali, Gem," celetuk Albi yang langsung mendapat pukulan dari Gemila.

"Betul, sekalian mau nyari buku. Di sini toko buku yang jual buku-buku lama di mana aja sih?" tanya Hadif, sengaja mengiyakan ucapan Albi agar tidak menjadi bahasan yang panjang.

Elzio menjawab, "setau gue di jalan Jati Raja ada toko buku bekas. Dia rata-rata jual buku lama, tapi kadang harus mesen dulu."

"Itu yang deket kampus Karta Madya?" tanya Hadif untuk memastikan.

"Iya, tapi di perempatan ambil kiri ke jalan Jati Raja, jangan ngambil kanan."

"Yaudah. Mau ke sana dulu gak, Gem?" tanya Hadif pada Gemila.

Gemila mengangguk setuju. "Mau-mau aja."

"Diajak ke neraka juga dia mah mau kalo sama lo Dif," sambar Albi yang diakhiri dengan suara tawa.

Mendengar itu Hadif pun mengeluarkan tawanya sedikit, lalu menegurnya dengan santai. "Gak boleh begitu mulut lo."

******

Dulu, Hadif sering menghabiskan waktu sendirian di jalan, naik motor ke mana pun ia mau, bahkan ia sering tersesat sebab tidak hafal dengan jalan yang ia lalui.

Hadif dan SenayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang