7🍂

9.8K 1K 2
                                    

Alle mengerutkan keningnya menatap kerumunan murid-murid. Ia terus berjalan tanpa memperdulikan. Ia hanya terlalu malas untuk berdesak-desakan.

"Kak, itu ... maaf sebelumnya. Kakak ini Allegra Brigitta Sinathrya ketua ekskul panah bukan."

Alle mengerjap bingung. "Ketua ekskul panah?" Alle tampak berpikir, lalu mengangguk.

"Wah, kalau begitu saya mau daftar ekskul panah, kak. Apa saya boleh minta bantuannya untuk mendapatkan formulir pendaftaran?"

Alle mengusap tengkuknya. "Boleh aja kok kalau mau daftar, tapi kalau urusan mendapatkan formulirnya kakak juga nggak tahu soalnya kakak mengalami amnesia."

"Oh, gitu, kak. Kakak nggak perlu bantu takut ngerepotin soalnya."

Alle mengerutkan alisnya. "Kok, jadi ngerepotin. Ayo gue antar ke ruang kepsek mungkin aja bisa dapat formulirnya."

Alle dan adik kelas itu tampak berjalan dengan tenang. Mereka tidak memperdulikan perkataan dari murid-murid lain. Setelah itu mereka sudah sampai di depan ruangan kepala sekolah.

"Kakak nggak perlu lagi antar saya kedalam. Terima kasih sebelumnya sudah membantu saya."

Alle menganggukkan kepala. "Sudah kewajiban gue sebagai ketua ekskul panah."

Setelah mengatakan itu Alle segera beranjak pergi. Diperjalanan menuju kelasnya ia tampak berpikir. Alle ternyata memiliki hobi yang sama sepertinya yaitu menyukai bidang olahraga.

Alle gadis yang ditakuti oleh penghuni sekolah. Ia memiliki wajah cantik juga bakat mengagumkan bahkan sangat jarang digeluti oleh murid cewek. Ia juga memiliki latar belakang yang cukup mendukung untuk mengasah semua bakatnya. Hal itu terkadang membuat beberapa orang sedikit iri juga kagum kepadanya.

"Hanya saja Alle malah mencintai orang brengsek kayak Ansel," gumam Alle dengan menghela nafas panjang.

Setelah mengatakan itu Alle segera bergegas menuju kelasnya. Ia menunjukkan jamnya yang hampir menunjukkan pukul setengah delapan.

Saat menuju kelas yang dia dapatkan adalah para murid cewek yang sedang berganti baju. Ia segera menutup pintu dengan wajah bengong, tetapi kalau dipikir-pikir untuk apa takut karena ia juga cewek.

Alle tertawa canggung. "Maaf, ya, teman-teman. Gue nggak tau kalau kalian lagi ganti baju."

"Iya, cepetan Lo tutup pintu sama ganti baju."

Alle mengangguk, kemudian segera menutup pintunya. Ia juga ikut mengganti pakaiannya menjadi baju olahraga. Ia cukup antusias materi apa yang diajarkan oleh sang guru. Namun, yang terlintas dipikirannya adalah permainan sepak bola.

***

Di lapangan mereka sedang menunggu kehadiran dari guru pengajar. Konon katanya guru olahraga mereka sangat galak, sehingga murid-murid tidak ada yang berani telat saat pembelajaran beliau.

"Semuanya sudah berhadir?"

"Sudah, Pak!"

"Baiklah, tidak ada perkenalan diri karena dijadwal sudah ada nama bapak. Jadi kita langsung pemanasan setelah itu kita akan belajar bagaimana tendangan dalam sepak bola."

Setelah mendengar itu murid kelas XI IPS 1E segera berlari melakukan pemanasan. Alle juga ikut berlari tapi tatapannya tertuju kepada ruangan kelas XI IPA 1E dimana tempat Marva dkk juga Ansel dan Elang berada kecuali Vio yang berada dikelas XI IPA 1. Ia mengerutkan keningnya ternyata kelas mereka sedang tidak ada guru pengajar juga Galen dan Arel yang tampaknya sedang membolos. Namun, yang membedakan Marva dkk duduk di teras depan kelasnya.

Kita Satu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang