"Eh, jangan gue pernah dengar kalau Alle itu murid paling berbakat di jurusan IPS terutama dalam bidang sejarah."
"Dia memang unggul sejarah, tetapi Vio unggul dalam matematika!"
"Aku nggak mau tanding nanti takut kelas kita bertengkar," tolak Vio dengan tersenyum tipis.
"Ayolah, Vio. Masa kita mau-maunya disuruh sama Ratu penyihir!"
"Iya, dia itu kan sering bully Lo. Kali ini buat dia malu."
Alle yang melihat penolakan dari Vio membuatnya sedikit tertantang. Apakah gadis itu terlalu meremehkan nya atau takut kalah? Tidak ada yang tahu dengan pemikiran mereka berdua.
"Gue setuju tapi harus dengan hukuman jika kalah. Sebuah game tidak akan seru tanpa hukuman bukan," ucap Alle dengan bersedekap dada.
"Baiklah, kalau Vio kalah satu kelas akan minta maaf di hadapan murid-murid lain."
"Oke, Lo harus tepati janji. Hukuman untuk gue nggak akan terima bonus dari guru plus nggak ditulis kehadiran. Ini juga masuk hukuman karena hal ini cukup berarti bagi gue," ucap Alle dengan mengangkat alisnya.
"Oke, kalau begitu deal!"
Alle dan murid kelas XI IPA 1 segera menuju aula dengan berbondong-bondong. Hal itu tidak luput dari pandangan murid-murid juga guru.
"Ini semua mau kemana? Masuk kedalam kelas!"
"Kami mau ada kuis, Bu. Jika kalah dapat hukuman ringan," sahut Alle dengan tersenyum simpul.
Sang guru yang diberikan penjelasan oleh Alle hanya mengangguk pelan. Kemudian kembali berjalan meninggalkan kerumunan.
Kini mereka semua sudah sampai di aula sekolah. Murid-murid lain yang tidak ada guru pengajar juga ikut menuju aula bahkan beberapa pengajar ada yang memperbolehkan melihat acara kuis yang diadakan murid unggulan IPA dan IPS.
Beberapa dari murid IPA 1 juga ada yang mengirim informasi pertandingan di media sosial. Alle hanya terkekeh geli mereka memang benar-benar ingin mempermalukan nya untuk kali ini. Kita lihat siapa yang akan membuat malu untuk kelas mereka masing-masing.
Alle dan Vio berdiri di depan aula ia berdiri dengan angkuh, lalu Vio dengan menundukkan kepala seolah terpaksa. Ia menyeringai kecil saat murid-murid mendukungnya, ia tidak menyangka pemilik tubuh ini sangat mendominasi dan punya banyak fans. Ia juga mengakui jika pemilik tubuhnya sangat cantik bak Dewi Yunani.
"Vio, apa sekarang lo merasa takut?" tanya Alle dengan mengangkat alisnya. Ia cukup paham jika gadis itu terlihat tidak nyaman berada di depan murid-murid.
"Nggak ..."
"Oke, jika lo nggak takut. Maka gue nggak akan beri keringanan," sela Alle dengan mengangkat bahunya.
Alle berdiri ke depan lalu mengambil mic. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dengan mengangkat alisnya.
"Disini apa ada yang ingin jadi juri kami plus memberi pertanyaan?" tanya Alle dengan muka datar.
Semuanya seketika menjadi hening tidak ada yang menyahut perkataannya. Ia mendengkus malas disaat begini masih saja tidak ada yang menyahut pertanyaannya.
Tiba-tiba saja ada seseorang yang mengangkat tangan. Ia mengangkat alisnya. "Ada apa?"
"Gue mau nyaranin siapa yang jadi juri. Pertama untuk jurusan IPS ada Fin dan dia cukup lihai dalam pelajaran sejarah. Kedua, gue saranin Dilan karena dia cukup lihai Fisika. Mungkin semua orang berpikir kenapa tidak dengan Marva, Ansel maupun Gilang. Pertama, Marva akhir-akhir ini sedang dekat dengan Alle. Kedua, Ansel itu dulu juga cukup akrab walaupun hubungan mereka agak renggang. Ketiga, Gilang itu abang kembar Alle jadi tidak bisa melakukan ini. Sebab, perlombaan ini harus netral walaupun Dilan itu punya pacar dimana-mana dia cukup netral."
"Asu!" umpat Dilan dengan muka masam
Alle mengerutkan alisnya. Kemudian mengangguk pelan lagipula dalam perlombaan harus memilih juri yang netral. Ia segera memberikan ponselnya kepada Dilan lalu kembali ke tengah aula.
"Vio juga harus kumpul ponsel, jangan ada yang sampai membuka ponsel!" tekan Alle dengan muka datar.
Setelah mengatakan itu murid kelas IPA 1 terlihat agak ragu-ragu. Alle mengangkat alisnya jika mereka benar-benar bisa seharusnya yakin dengan jawaban sendiri.
"Cepat, woy! Habis ini gue mau ke UKS!" seru Dilan dengan muka masam. Setelah mengatakan itu Vio baru mau mengumpul ponselnya.
"Mau ngapain?" tanya Arel dengan mengerutkan alisnya.
"Tidur," jawab Dilan dengan mengangkat bahunya.
Semua orang yang disana seketika berteriak ricuh mengejek Dilan kecuali Marva dan Galen. Alle pun hanya diam sembari menunggu para juri mencari soal kuis.
***
Alle berjongkok sembari menatap sekeliling, tetapi baju seragamnya diletakkan diatas pahanya hanya menyisakan kaos hitam miliknya. Kemudian karena lelah akhirnya ia duduk dilantai aula tanpa memperhatikan tatapan heran murid-murid.
"Nggak takut kotor?"
"Ah, lo ternyata. Buat apa juga takut bakalan kotor juga nanti," sahut Alle dengan terkekeh kecil.
"Anggota yang ikut kuis diharapkan berdiri ditengah!" seru Dilan dengan memegang ponselnya.
"Tanpa basa-basi kuis pertama adalah matematika. Diberi segitiga ABC dengan panjang AB = BC. Panjang sisi AB adalah 6 cm dan sudut ABC adalah 120 derajat. Panjang sisi AC. Ayo jawab!" seru Dilan dengan bersedekap dada.
Alle segera menulis jawabannya diatas kertas dengan cepat. Setelah itu baru mengangkat jawabannya tanpa ragu. Namun, ternyata mereka melakukannya dengan berbarengan.
"Semuanya betul semua!" seru Dilan dengan bertepuk tangan.
Di kertas keduanya tertulis angka 6√3.
"Soal kedua simak baik-baik!" seru Dilan dengan tersenyum tipis.
Alle dan Vio bertanding dengan serius sehingga hasilnya seri di bidang matematika. Semua murid yang melihat itu terkejut karena setahu mereka Alle hanya lihai dalam pelajaran sejarah. Namun, mereka terlalu meremehkan lawan sehingga sangat santai dalam menjawab.
"Oke, pelajaran Matematika sudah selesai. Sekarang kita lanjut ke pelajaran sejarah. Apakah penonton sudah tidak sabar?!"
"Nggak sabar!"
"Alle gadisku! Semangat!"
"Pasti Alle yang menang! Dia itu sang jenius sejarah SMA Cempaka!"
Alle yang mendengar itu seketika semakin semangat untuk menjawab kuis. Ia akan pastikan jika dia akan menang hari ini.
"Pertanyaan pertama. Pada 10 November 1956 Presiden Soekarno melantik 514 anggota Konstituante. Tugas Konstituante yang dibentuk pemerintah pada masa itu adalah. Kalian menjawabnya harus angkat tangan dulu."
Alle mengangkat tangannya. "Untuk merumuskan undang-undang baru."
"Oke, dari Alle dapat satu bintang. Kita tinggal 9 soal lagi. Kedua, pada 1 Oktober 1946 pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1946. Tujuan pemerintah mengesahkan undang-undang tersebut adalah."
Alle lagi-lagi mengangkat tangan. "Untuk mengeluarkan uang kertas bernama ORI."
Pertanyaan demi pertanyaan membuat Vio menjadi gelisah. Pasalnya, skor Alle sudah lima sedangkan dirinya masih kosong. Murid-murid kelas IPA 1 juga dilanda gelisah.
Sekarang akhirnya tiba babak penentuan dari para juri. Alle masih berdiri dengan tenang sementara wajah Vio sudah memucat.
"Pemenangnya adalah Allegra Brigitta Sinathrya dari kelas XI IPS 1E!" seru Dilan dengan bertepuk tangan.
Alle yang mendengar itu tersenyum puas. Kemudian berjalan menuju Vio dengan muka datar.
"Tenang dalam bertindak, gesit dalam berpikir. Makanya jangan terlalu meremehkan lawan. Jangan lupa hukumannya ungu," bisik Alle dengan tersenyum tipis sedangkan Vio tampak terkejut.
∆∆∆
Jangan lupa vote dan komen 💖
Wah, ada apa nih?
Next!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Satu [END]
Teen FictionEleanor Devika Akalanka, seorang siswi biasa yang memiliki otak yang jenius. Elen dulunya juga menyukai pelajaran sejarah dan anti matematika walaupun begitu ia tetap mendapatkan nilai tinggi. Tiba-tiba saja Elen berpindah jiwa ke tubuh seseorang ya...