35🍂

4.3K 437 3
                                    

Keesokan harinya Marva kembali menjemputnya. Pagi ini lelaki itu membuat semua orang menjadi pangling.

5 menit yang lalu.

Bunyi bel rumah berbunyi. Penghuni rumah masih duduk di meja makan tanpa berkeinginan membuka pintu. Mereka terlalu malas untuk pergi keluar.

Galen yang melihat itu hanya menghela nafas panjang. Alhasil lelaki itu berdiri dari kursinya dan membuka pintu.

Suara langkah kaki berjalan menuju mereka dengan tenang. Alle yang mendengar itu seketika menjadi penasaran.

Alle mengangkat kepalanya. Ia dikejutkan oleh Marva. Lelaki itu kini menggunakan pakaian rapi tidak seperti biasanya. Ia yang melihat itu seketika dibuat pangling oleh Marva. Hal itu juga terjadi pada Elang yang menatap Marva dengan tatapan tidak percaya.

Kembali keadaan sekarang lelaki itu hanya duduk diam menatap satu keluarga yang harmonis. Ia yang melihat itu cukup senang sekaligus iri.

"Nak Marva, ayo makan! Jangan sungkan-sungkan kamu itu sudah kami anggap seperti keluarga!" seru Pita dengan tersenyum.

Marva tertegun mendengar penuturan dari Pita. Kali ini dia teringat akan keluarga angkatnya yang selalu baik dan sabar dengan kelakuannya. Ia jadi berkeinginan untuk memperbaiki hubungan keluarganya.

"Arva? Hey, kamu kenapa?" tanya Alle dengan melambaikan tangannya didepan wajah Marva.

Marva mengerjapkan matanya. Ia menatap wajah Alle dengan tersenyum. "Nggak cuman teringat keluarga."

Alle tersenyum. "Bagus, kamu harus bisa memperbaiki semuanya sebelum terlambat."

"Kak Marva ada apa?" tanya Galen dengan mengerutkan alisnya.

"Cie, udah mau panggil Arva pakai kakak," ledek Alle dengan tertawa kecil.

Galen yang mendengar itu seketika menjadi diam. Hal itu membuat Alle tertawa melihat tingkah sang adik.

"Kita berangkat sekarang aja takutnya telat," ajak Elang dengan menatap jam tangannya.

Sebelum pergi mereka pamit kepada Pita dan Ilman. Setelah itu baru pergi meninggalkan pekarangan rumah keluarga Sinathrya.

∆∆∆

Saat sampai disekolah para murid-murid dan guru seketika terkejut. Mereka terkejut atas perubahan gaya pakaian Marva yang terlihat sangat rapi.

"Astaga, Marva udah kayak pacar idaman."

"Marva jadi pacar gue aja gimana?"

"Dih, Marva mana mau sama muka kentang. Dia mah suka type kayak Alle."

"Bener juga! Alle itu udah pintar, banyak bakat plus berasal dari keluarga super duper kaya."

"Percuma Alle itu udah cewek perfect tapi kelakuan masih jelek!"

"Betul juga, mana gitu kang php! Kasian banget Marva."

Alle yang mendengar murid-murid tampak memuja Marva membuatnya tidak suka. Ia berdecak kesal kemudian segera menyeret tubuh lelaki itu.

Marva yang melihat itu seketika terkekeh kecil. Ia merangkul pundak gadis itu dengan menatap wajah kesal Alle.

"Cie, kamu cemburu ya?" ledek Marva dengan mencolek pipi gadis itu.

"Apaan sih colek-colek?! Kamu kira aku sambal colek!" geram Alle dengan menepis tangan Marva yang bertengger di pundaknya.

"Dih, Neng jadi orang itu nggak perlu sok jual mahal. Nanti ditinggalin nangis," celetuk Dilan yang membuat Alle terkejut akan kehadirannya.

Kita Satu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang