Elang yang melihat keduanya hanya berdecak kagum. Kemudian berjalan dan duduk disamping Alle menggeser tubuh Galen hingga hampir terjungkal.
"Begini, nih! Jika dua murid yang ditakuti adu debat! Nggak ada takut-takut, ya!" seru Elang dengan menggeleng kepalanya.
Alle yang mendengar itu hanya mendengus kesal. Kemudian kembali melanjutkan pembelajarannya. Namun, sesekali berdiskusi dengan Marva untuk membagikan ilmu mereka.
"Hukum potong-memotong atau cross-cutting relationship. Ini sering keluar saat olimpiade jadi harus dipelajari," ucap Marva dengan menunjuk bukunya.
"Suatu benda yang dipotong akan mempunyai umur lebih tua daripada pemotong. Itu bukan? Lalu yang hukum superposisi itu juga sering keluar di soal olimpiade," sahut Alle dengan memainkan ujung pulpennya.
"Dalam keadaan normal (tidak mengalami gangguan), batuan yang lebih dulu terbentuk akan ditutup oleh batuan yang terbentuk setelahnya, sehingga dalam suatu kolom litologi atau stratigrafi, batuan yang di bawah adalah batuan yang berumur lebih tua, dan lapisan teratas adalah lapisan termuda. Bener itu juga sering keluar," ucap Marva dengan menulis beberapa materi.
Ansel yang melihat itu hanya diam sesekali mendengarkan pembicaraan mereka. Ia tidak ingin kalah dapat mereka jika kalah maka akan ada kesialan yang didapat olehnya.
Mereka cukup lama belajar bahkan waktu salat magrib dan isya sudah lewat. Alle mengerjapkan matanya yang sedikit mengantuk tidak lama kemudian ia tertidur.
Marva sedikit terkejut karena ada sebuah kepala yang bersandar dipundaknya. Ia menatap sekilas ternyata orang itu tidak lain Alle.
Marva dengan perasaan agak canggung. Kemudian menatap kearah Elang juga Galen tapi nyatanya kedua lelaki itu seolah tidak peduli.
"Budak sekolah bantu ini Alle," perintah Marva dengan muka datar.
"Nggak mau gue! Dia itu mantan gue nanti kebangun dikirain ngapa-ngapain anak orang," sahut Ansel dengan mengangkat bahunya.
"Tunggu, Lo bilang gue budak sekolah? Berarti Lo sama aja dong hina Elang!" lanjut Ansel dengan mengangkat alisnya.
Marva mengangkat bahunya. Kemudian menggendong tubuh Alle dengan mudah tanpa memperdulikan keterkejutan yang lain.
"Kamar Alle dimana?" tanya Marva dengan muka datar.
"Di atas pintu warna biru," jawab Galen dengan tenang.
Marva mengangguk pelan lalu berjalan dengan perlahan-lahan agar tidak menganggu tidur Alle. Ia menatap pintu kamar Alle lalu meletakkan dengan perlahan agar gadis itu tidak terbangun.
"Selamat tidur." Marva mengelus kepala Alle. Kemudian segera pergi meninggalkan kamar Alle.
∆∆∆
Alle mengerutkan alisnya. Ia terbangun saat mendengar suara kebisingan dari lantai bawah. Ia berjalan dengan ogah-ogahan dengan nyawa yang masih belum terkumpul.
Lalu yang lebih penting dia tidak memperdulikan gayanya yang masih berantakan bahkan rambutnya sangat berantakan seperti singa. Namun, yang lebih parah ada bekas air liur di pipinya.
"Ma, ini ada apa? Ulun masih handak guring," racau Alle dengan menggaruk kepalanya bahkan matanya masih tertutup.
"Sayang, kamu bicara apa?"
Alle tertegun membuka matanya perlahan. Ia melotot tajam melihat ruang tamunya penuh orang lebih tepatnya Marva dkk.
"Haha, itu Ale-ale kayak singa!" seru Arel dengan tertawa terbahak-bahak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Satu [END]
أدب المراهقينEleanor Devika Akalanka, seorang siswi biasa yang memiliki otak yang jenius. Elen dulunya juga menyukai pelajaran sejarah dan anti matematika walaupun begitu ia tetap mendapatkan nilai tinggi. Tiba-tiba saja Elen berpindah jiwa ke tubuh seseorang ya...