"Nyesel gue nurut dihukum," gerutu Alle dengan muka masam.
Semenjak Ansel memerintahkannya untuk menjalani hukuman. Ia segera menuruni perintah Ansel karena tidak ingin berdebat lebih jauh.
Alle menatap sekeliling lapangan yang sangat hening. Saat ini para murid sedang belajar kecuali para anggota OSIS yang masih berpatroli. Seumur hidupnya baru kali ini membenci anggota OSIS karena sifat mereka yang sok paling benar juga berkuasa.
"Sekarang pun kalau gue mau bisa aja tuh OSIS gue depak, tapi sayangnya gue masih punya hati nurani. Kalau gue ngelakuinnya berarti sama aja kayak mereka," gerutu Alle dengan mendengus kesal.
Alle menatap matahari yang makin lama mengeluarkan cahaya panasnya. Ia mengelap keringatnya yang bercucuran deras.
"Gue nyerah," gumam Alle dengan berjongkok.
Alle menatap sekeliling tidak ada orang yang menjaganya. Ia menyeringai kecil lalu berjalan mengendap-endap untuk apa menjalani hukuman kalau tidak ada yang menjaga. Lalu untuk apa menjalani hukuman sendirian sedangkan yang lain hanya diberikan poin merah.
Saat berjalan di gerbang depan yang jarang dilalui para murid. Konon katanya gerbang ini pernah ada kejadian korban bunuh diri sehingga tidak ada yang berani.
Alle tidak peduli lalu menatap pohon mangga dengan menyeringai. Ia memanjat pohon itu dengan mudah. Ia mengambil mangga muda dengan tatapan berbinar-binar.
"Wah, dapat cemilan pagi, nih!" seru Alle dengan tersenyum lebar.
Alle mengeluarkan dua pisau yang dibawa dari rumah jika ada yang bertanya dia hanya ingin berjaga-jaga seperti sekarang. Ia segera menguliti buah itu hingga tersisa dagingnya.
Alle menikmati mangga muda dengan mata berbinar. Kemudian ia mengambil buah rambutan yang berada tepat disampingnya.
"Nyaman banar! Ini namanya nikmatnya dunia!" seru Alle dengan tersenyum lebar. (Enak betul! Ini namanya nikmatnya dunia!)
Alle terlalu menikmati makanannya hingga tidak menyadari sampah miliknya berjatuhan hingga kebawah. Ia terus menikmati kedua buah itu hingga agak kenyang.
"Bosan juga," gumam Alle dengan menghela nafas.
Alle akhirnya menuruni pohon lalu mengambil buluh kecil yang berada tidak jauh dari tempatnya. Ia akhirnya memilih bambu runcing berukuran kecil karena tidak ada kerjaan. Setelah selesai ia kembali memanjat pohon mangga dan memejamkan matanya.
"Woy! Geng Dark Knight! Keluar Lo pada!"
Alle menggeram kesal karena baru saja dirinya memasuki dunia mimpi. Kemudian ia dikejutkan oleh suara teriakan dari depan gerbang.
"Maaf kalian jangan membikin ricuh disekolah ini."
Samar-samar ia mendengar suara penjaga gerbang yang tampak menegur murid-murid berandal. Ia tidak memperdulikannya karena mungkin ini akan menjadi tontonan menyenangkan.
"Marva keluar lo! Jangan jadi pengecut!"
"Gue hitung sampai sampai tiga! Jika Lo nggak keluar jangan salahkan gue sekolah ini akan menjadi rata!"
"Satu!"
"Dua!"
"Ti ..."
"Dasar nggak sabaran Lo boncel!" sela Arel dengan menatap sinis.
"Sialan Lo! Gue lebih dua 2 tahun daripada Lo lagipula kita hanya beda 3 centimeter!"
"Ampun suhu!" ledek Dilan dengan tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Satu [END]
Teen FictionEleanor Devika Akalanka, seorang siswi biasa yang memiliki otak yang jenius. Elen dulunya juga menyukai pelajaran sejarah dan anti matematika walaupun begitu ia tetap mendapatkan nilai tinggi. Tiba-tiba saja Elen berpindah jiwa ke tubuh seseorang ya...