2🍂

14K 1.3K 17
                                    

Elen menatap wajahnya berkali-kali bahkan mencubit pipinya pun dirinya tidak bisa bangun dari mimpinya. Ia tertegun kemudian teringat novel atau manhua yang sering dibacanya.

"Apa mungkin gue transmigrasi seperti di novel?" gumam Elen dengan tatapan kosong.

Elen menggelengkan kepalanya menepis pikirannya jauh-jauh karena didunia ini tidak ada yang namanya transmigrasi. Kemudian ia menampar pipinya dengan keras, tetapi yang didapatkan nya adalah sebuah rasa sakit.

Ia tertawa terbahak-bahak meratapi nasibnya. Bagaimana dia bisa jiwanya terdampar kedalam tubuh seseorang yang tidak dikenalnya bahkan di tempat yang cukup baru baginya. Dulu saja di kotanya ia tidak pernah keluar untuk jalan-jalan seperti remaja lain sehingga dia pun tidak mengetahui seluk-beluk kota kelahirannya sendiri. Apalagi sekarang dirinya berada di Jakarta yang dikenal sebagai kota metropolitan di negaranya.

"Ah, ini kaya apa mana aku kada tahu apapun tentang kota ini. Tapi syukur haja aku kisahnya jadi urang amnesia," gumam Elen dengan menggigit kukunya saking khawatir. (Ah, ini gimana gue nggak tahu apapun tentang kota ini. Tapi syukur aja gue ceritanya jadi orang amnesia."

"Eh, tapi hal yang harus dipastikan gue harus terbiasa menggunakan bahasa gaul anak Jakarta. Lalu gue terbiasa pakai bahasa Banjar lagi," lanjut Elen dengan menggaruk tengkuknya.

Elen berjalan lalu mengambil sebuah bingkai foto yang terlihat orang tuanya juga tiga anak kecil. Ia mengerutkan keningnya melihat sosok anak gadis yang bermuka masam sedangkan dua anak laki-laki tampak tidak ingin dekat dengan anak gadis itu.

"Sebenarnya ada masalah apa yang terjadi pada pemilik tubuh ini," gumam Elen dengan mengangkat alis nya lalu kembali meletakkan bingkai itu ditempat asal.

"Jika Tuhan memang memberikan kehidupan kedua maka akan gue jalani dengan baik. Kali ini nama gue adalah Allegra Brigitta Sinathrya," lanjut Elen dengan menyeringai.

Alle itu adalah namanya mulai detik ini. Ia menyeringai kecil menatap wajah cantik dari sang pemilik tubuh. Tubuhnya sekarang memiliki kulit putih susu bahkan mata tajam sangat berbeda sekali. Dulu ia memiliki kulit sawo matang dan mata bulat membuatnya menjadi baby face bahkan banyak yang mengira dirinya anak SD. Sekarang ia memiliki badan tinggi yang membuatnya cukup puas.

"Wait! Sekarang gue harus ngapain? Apa perlu jalan-jalan mumpung sudah di Jakarta?" gumam Alle dengan menggaruk tengkuknya.

Alhasil Alle berjalan menuju lemari pakaiannya. Saat membuka lemari yang ia lihat adalah pakaian penuh rok mini juga dress. Ia meringis kecil kali ini dia harus memakai apa karena semua pakaian yang ditemukannya tidak sesuai dengan gaya juga kenyamanan saat dipakai.

Akhirnya matanya tertuju kepada hoodie warna hitam dengan garis merah dan rok hitam diatas lutut. Ia menghela napas panjang menatap penampilannya mungkin jika di kotanya akan menjadi gosip tetangga. 

Alle menuruni tangga tidak lupa membawa sepatu sneakers warna putih-hitam. Dari atas ia dapat melihat sang bunda menyajikan kue kering di toples.

"Bunda, Alle mau pergi sebentar," pamit Alle dengan memakai sepatu nya di halaman rumahnya.

Saat berjalan pergi samar-samar mendengar teriakan sang bunda. Ia terus melangkahkan kakinya menelusuri jalan. Namun, jika dilihat-lihat ternyata sangat melelahkan alhasil ia menyerah dan menggunakan ojek online.

Saat sampai ia menatap lingkungan yang penuh manusia di mall. Ia bahkan lupa untuk menutup mulutnya yang membuka lebar. Seumur hidupnya ia tidak pernah menuju tempat yang penuh lautan manusia bahkan untuk menuju tempat yang sering dikunjungi anak remaja biasanya.

"Cih, kampungan."

Alle terkekeh kecil ia tidak marah karena memang kenyataan selama 17 tahun tinggal di kota yang termasuk desa. Tiba-tiba saja tas selempang miliknya direnggut oleh seseorang. Ia hanya diam kemudian menarik napasnya dalam-dalam.

"Bom gue monyet! Gue mau bunuh diri pakai bom masa diganggu!" teriak Alle dengan melambaikan tangannya.

Semua orang seketika berhenti berbicara lalu menatap Alle yang tengah berkacak pinggang. Orang yang mencuri tas miliknya pun juga terdiam bahkan melempar tas itu. Ia segera menyambut tas miliknya dengan satu kali tangkapan.

"Alle dilawan," ucap Alle dengan menyeringai.

Setelah itu Alle berjalan masuk kedalam mall dengan suasana gembira. Ia tidak tahu saja orang-orang menatapnya dengan rasa ketakutan.

***

"Aduh, ngantuk banget. Ini hari apa, ya?" racau Alle dengan mengacak rambutnya.

Alle menatap kesamping dengan mengangguk pelan. Kemudian kembali menatap kalender dengan melotot tajam. Sekarang sudah menunjukkan pukul 6 pagi dan ia melupakan salat subuh.

Alle menepuk jidatnya karena melupakan dirinya sekarang sedang berhalangan. Ia mendapatkan datang bulan saat berada di rumah sakit jiwa. Ia berpikir itu karena dirinya terlalu stress berada di sana.

Alle segera berlari menuju kamar mandi. Seusai itu ia langsung mengenakan seragam sekolah yang ditemukan ditumpukkan baju. Ia cukup mengetahui jika Jakarta sering macet jadi dirinya tidak bisa sesantai itu seperti kotanya dulu.

"Nih, orang kayaknya saking nggak suka sekolah seragam malah disimpan disudut lemari," ucap Alle dengan menggunakan krim dan bedak, tetapi sebelum itu dia meminta izin kepada pemilik tubuhnya dalam hati.

Seusai mengaplikasikan bedak diwajahnya ia menuruni tangga. Saat berjalan ayah dan bundanya terlihat menatapnya yang membuatnya agak takut.

"Sayang, syukurlah kamu tidak menggunakan makeup tebal lagi," celetuk Pita dengan tersenyum lebar.

Alle mengerutkan keningnya tapi terlalu malas untuk bertanya. Akhirnya mereka melanjutkan acara makan yang sempat tertunda.

"Abang sama adik aku dimana?" tanya Alle dengan mengedarkan pandangannya karena dari semalam mereka tidak pernah bertemu.

"Teman," jawab Ilman dengan membaca korannya.

"Maksudnya apa, Yah?" tanya Alle dengan mengerutkan keningnya.

"Mereka nginap di rumah teman," papar Pita dengan tertawa kecil.

Alle mengangguk pelan lalu membereskan peralatan makannya hingga ke dapur. Ilman dan Pita yang melihat itu menatap Alle dengan tatapan tidak percaya.

"Sekolah aku alamatnya ada dimana, ya, Bun?" tanya Alle dengan tersenyum tipis.

"Jalan Cempaka No.25 nanti di sana ada tulisannya," jawab Pita dengan menyodorkan beberapa kartu juga uang tunai.

Alle terkesiap berkata, "Ini kebanyakan, Bun."

"Terima bukannya ini uang saku kamu biasanya," ucap Ilman dengan tersenyum tipis.

Alle mengangguk pelan kemudian beranjak pergi meninggalkan rumahnya. Ia pergi menggunakan motor gede karena hanya itu saja yang berada di garasi rumahnya.

Kini ia sudah sampai di gerbang utama SMA Cempaka. Ia lagi-lagi tidak bisa menahan rasa kagumnya. Ia rasa sekolah ini terlalu mewah untuk dijadikan tempat belajar, tetapi hal itu mungkin saja membuat murid mereka lebih semangat belajar.

Tit! Tit!

Alle terkejut mendengar suara klakson mobil hampir saja motornya oleng jika tidak kakinya yang menahan tumpuan beratnya. Ia segera masuk kedalam sekolah dengan perasaan dongkol.

∆∆∆

Jangan lupa vote dan komen 💖
Dimana ya para saudara Alle 🤔
Lalu siapa yang membunyikan klakson mobil 🤔
Next!

Kita Satu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang