29🍂

5K 534 1
                                    

Cahaya matahari menyeruak masuk kedalam kamar. Gadis itu terlihat tidak ingin bangun dari tidurnya. Gadis itu terlihat mempertahankan selimut dalam tubuhnya.

Tok! Tok! Tok!

"Alle! Bangun! Lo bertapa atau gimana?!"

"Kaina haja ulun masih handak guring," racau Alle dengan mengusap air yang keluar dari bibirnya.

Tok! Tok! Tok!

"Kak! Bangun ini sudah jam 5! Salat, kak!"

Alle membuka matanya perlahan. Saat mendengar kata salat ia hampir saja melupakan ibadahnya. Ia segera bangkit lalu mandi tanpa menjawab seruan kedua saudara.

Seusai mandi ia segera melaksanakan salat dan berdoa bersungguh-sungguh. Hal ia minta adalah kebahagiaan juga kesehatan keluarganya baik yang disini maupun di Kalimantan.

Alle melepaskan mukenanya lalu menggantungnya agar tidak bau masam juga muncul bintik-bintik hitam. Setelah itu dia menuju lemari bajunya dengan mengangkat alisnya.

"Pakai baju biasa dulu atau seragam," gumam Alle dengan menggaruk tengkuknya.

Alhasil Alle mengambil keputusan untuk menggunakan seragam agar tidak ribet. Setelah itu dia keluar dari kamarnya dengan bersiul kecil.

"Lama banget, kak!" seru Galen dengan mendengus.

"Ya, sabar! Namanya juga gadis. Lagian siapa suruh untuk nungguin gue didepan?" cibir Alle dengan memutar matanya.

Elang menghela nafas. "Tadi Bunda nyuruh kebawah sebelum itu minta kami untuk buat lo bangun dan salat."

Alle mengangguk pelan. Kemudian mereka pergi menuruni tangga dengan santai. Mereka bertiga duduk berdampingan dan menyantap makanan dengan tenang.

"Keadaan kalian bertiga disekolah bagaimana? Tidak ada yang mengganggu bukan?" tanya Ilman dengan meminum kopinya.

"Tidak ada, Yah. Kami baik-baik saja," jawab Elang dengan tersenyum tipis.

"Alle apa disekolahan ada yang menggangu kamu lagi?" tanya Pita dengan mengangkat alisnya.

"Tidak ada, Bun. Akhir-akhir ini masih aman," jawab Alle dengan menyantap buah mangga.

"Alle sudah selesai makan. Alle pergi duluan," lanjut Alle sebelum pergi ia pamit kepada keluarganya.

Elang dan Galen segera berpamitan kepada kedua orangtuanya. Setelah itu menyusul keberadaan Alle.

"Alle jangan pergi! Bareng kita aja!" teriak Elang sebelum gadis itu pergi jauh.

Alle berhenti sejenak. Ia membuka kaca helmnya dengan mengangkat alisnya. Ia menatap sekilas mobil yang akan digunakan kedua lelaki itu.

"Gue nggak bisa naik mobi! Gue masih trauma jadi mabuk darat!" teriak Alle.

"Kalau gitu Lo bareng gue aja pakai motor!" teriak Elang dengan menunjuk motornya.

"Nggak Kak Alle harus bareng gue!" seru Galen dengan tersenyum lebaran.

"Dih! Ngalah, dong! Gue ini juga kakak Lo!" geram Elang dengan melotot tajam.

"Nggak Kak Alle harus sama gue!"

"Gue!"

"Gue!"

"Nggak gue!"

Alle yang mendengar itu berdecak kesal. Ia segera menancap gas meninggalkan kedua lelaki yang asyik berdebat memperebutkan boncengan.

"Anjir, ditinggal sama Alle! Ini gara-gara Lo bulldog!" sembur Elang dengan menatap tajam.

Plak

Kita Satu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang