Kini Marva sedang duduk memperhatikan para anggotanya yang asyik berbicara. Ia tidak terlihat ingin nimbrung pembicaraan mereka.
"Lo tahu nggak si Iki yang kalem itu," celetuk Arel dengan menatap teman-temannya.
"Oh, yang tetangga Lo itu bukan!" sahut Dilan dengan muka penasaran.
"Iya, itu! Dia itu ternyata brengsek! Tahu Nabil yang tetangga gue juga? Nah, dia itu diperkosa sama Iki!" cerocos Arel dengan semangat.
"Anjir! Nggak nyangka gue! Dia itu yang katanya alim bukan!" sahut Dilan dengan melotot tajam.
"Alim matamu! Dia itu sudah perkosa anak orang lalu malah bilang Nabil juga diam menikmati! Orang diperkosa itu jelas syok dan bingung mau melakukan apa! Lalu mereka malah disuruh nikah karena takut jadi aib!" geram Arel dengan nada menggebu-gebu.
Galen mengerutkan alisnya. "Apa nggak dituntut gitu?"
"Halah! Lo berdua juga tahu bukan Iki itu jabatan orang tuanya gimana? Pasti nggak mempan malah nanti disogok!" seru Arel dengan memutar matanya.
"Itu gimana bisa jadi dibiarin nikah sama pelakunya? Bukannya bikin korban tambah trauma," ucap Dilan dengan mengerutkan keningnya.
"Makanya harus memperhatikan perempuan seperti berlian. Ingat wanita yang sudah melahirkan kita," sahut Marva dengan muka datar.
"Nah, dengerin tuh Dilan! Si Bos langsung turun tangan," celetuk Arel dengan tertawa terbahak-bahak.
"Asem Lo," ucap Dilan dengan muka masam.
Semuanya kini menatap Marva yang tampak memejamkan matanya. Namun, jika ditanya kenapa lelaki itu sering kali menutup matanya karena mengantuk dan malas berbicara.
"Marva ceritain, dong! Gimana Lo bisa ketemu kakaknya Galen?" celetuk Arel dengan tatapan antusias.
"Di supermarket," jawab Marva dengan muka datar.
Dilan mendengus kesal. "Bukan gitu juga kali. Maksudnya Lo minta bantuan atau gimana? Lalu apa ada terjadi perkelahian?"
Marva mendengkus malas. Teman-temannya tidak akan puas mengganggunya sebelum dijelaskan. "Gue dikeroyok sama mereka lalu kabur. Saat didepan supermarket Alle tarik gue dan membawa kabur. Dijalan kami dikejar dia menancap gas, setelah itu mereka masih mengejar. Musuh menendang motor dan Alle membalas hingga terjatuh. Alle meminta gue lempar petasan asap baru bisa kabur."
Dilan dan Arel yang mendengar itu seketika bertepuk tangan seperti anak anjing. Galen juga terlihat antusias bahkan tatapan matanya tampak berbinar-binar.
"Wah, hebat banget tuh cewek!" seru Dilan dengan bertepuk tangan.
"Sayang banget tuh cewek nggak mau gabung geng kita," ucap Arel dengan manggut-manggut.
"Bagus, Kak Alle nggak mau masuk. Gue nggak mau dia terluka," sahut Galen dengan muka datar.
Arel mendengus kesal. "Eh, tapi gue agak bingung. Kenapa ya Alle semenjak amnesia sifatnya berubah 180 derajat. Biasanya amnesia hanya hilang ingatan tapi sifat masih melekat jelas."
Galen tertegun. Lalu ia teringat kelakuan Alle beberapa terakhir. "Ini seperti bukan sifat Kak Alle. Biasanya Kak Alle dingin juga cuek sama sekitar."
Marva hanya diam menyimak perkataan mereka. Ia juga tampak memikirkan sesuatu untuk besok.
∆∆∆
Alle mendengus malas, mengapa dirinya harus satu partner sama orang yang tidak diinginkannya. Ia cukup mengakui jika para lelaki itu pintar karena bisa berada di XI IPA 1E, tetapi bukan berarti ingin satu kelompok.
Alle membawa tumpukan buku ditangannya. Ia cukup kesal kenapa bukunya harus sebanyak ini. Ia melangkahkan kakinya menuju perpustakaan.
"Aduh, tas gue mana berat lagi," gerutu Alle dengan muka masam.
Tiba-tiba tasnya sedikit terangkat keatas. Ia menatap kesamping ternyata Marva dengan segala sifat dinginnya.
Alle mengerutkan alisnya. "Lo ngapain?"
"Bantu," jawab Marva dengan muka datar.
Alle menghela nafas alhasil ia hanya membiarkan bantuan yang diberikan oleh lelaki itu. Mereka berjalan beriringan dengan suasana yang cukup hening. Ini merupakan jam pulang sekolah menyisakan murid yang mengikuti ekstrakurikuler dan belajar olimpiade.
Saat sampai mereka menjadi tatapan mata penghuni perpustakaan. Mereka hanya tidak mengacuhkan tatapan murid karena disini untuk belajar bukan mendengar gosip.
"Coba lihat memang pemain antagonis cocoknya sama antagonis."
"Jika dilihat-lihat mereka cocok juga."
"Mending sama Marva menurut gue dia itu udah pintar dan hal pasti uang mengalir deras."
"Eh, tapi keluarga Alle lebih kaya dari Marva jika mereka jadian sampai nikah maka jadi berita hangat di dunia pebisnis."
Alle dan Marva duduk di kursi yang sudah ada sang guru juga Ansel. Ia menatap kearah Marva lalu membisikkan sesuatu yang membuat Ansel sedikit penasaran.
"Wah, Lo baik juga!" seru Alle dengan tersenyum lebar.
Alle menatap kearah Ansel dengan menyeringai dapat dilihat lelaki itu tampak melihat Marva dengan tatapan tidak suka. Ia kembali menatap bukunya dengan serius.
"Ini kacamata gue kemana," gumam Alle dengan mengobrak-abrik isi tasnya.
Marva mendengkus malam. "Di kepala Lo itu apa?"
Alle mengerutkan alisnya. Kemudian meraba kepalanya dengan raut wajah bingung. Lalu terkekeh kecil dengan menatap Marva ternyata kacamatanya berada di atas kepalanya.
"Gue lupa," ucap Alle dengan cengengesan.
Alle menatap penjelasan sang guru dengan seksama. Ia sesekali mencatat materi dengan cukup antusias.
"Ibu akan memberikan pertanyaan kalian harus menjawabnya. Pertama, sebutkan dan jelaskan derajat kristalisasi dalam pembentukannya."
Marva mengangkat tangan. "Pertama, holokristalin semua tersusun kristal. Kedua, hipokristalin sebagian tersusun gelas dan kristal. Ketiga, holohialin tersusun dari massa gelas."
"Bagus! Sekarang jelaskan apa itu recumbent."
Ansel mengangkat tangan. Ia tidak ingin kalah dapat dari Marva. "Lipatan rebah atau recumbent merupakan lipatan pegunungan yang terlihat seperti tindih menindih karena sumbu lipatannya hampir sejajar dengan permukaan tanah yaitu kurang dari 20 derajat."
"Pertanyaan terakhir sebutkan pengertian Natural levee. Jika bisa menjawab kalian boleh pulang."
"Natural levee adalah pemanjangan dari tanggul yang merupakan contoh dari bentang alam fluvial. Natural levee biasanya terdiri dari pasir danau yang mengalami pengendapan di sepanjang tepi sungai akibat banjir," jawab Alle dengan tersenyum tipis.
"Bagus! Sekarang kalian sudah boleh pulang ke rumah masing-masing."
Alle hanya diam melihat murid-murid mulai pulang. Ia hanya menunggu Galen hingga selesai belajar. Awalnya karena ajakan dari adiknya itu dan ia sama sekali tidak bisa menolak ajakan Galen.
Namun, karena terlalu lama menunggu dia akhirnya tertidur. Marva yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya. Kemudian melepaskan jaket kebanggaannya dipundak lelaki itu.
Ansel yang melihat itu juga tertegun. Ia ingin sekali rasanya bisa bersenda gurau dengan Alle seperti dulu, tetapi itu tidak bisa lagi. Ia cukup kecewa dengan sifat Alle yang sekarang walaupun sudah berubah.
"Ansel, kamu lagi nunggu apa?" tanya Vio dengan tersenyum manis.
"Ah, nggak papa. Ayo kita balik," ucap Ansel dengan menarik tangan Vio.
"Dia kenapa?" tanya Elang dengan mengerutkan keningnya.
"Tidur," jawab Marva dengan tenang.
"Marva lo jadi?" tanya Galen dengan mengangkat alisnya.
"Hmm," jawab Marva dengan menatap Alle.
∆∆∆
Jangan lupa vote dan komen 💖
Marva mau melakukan apa ya🤔
Next!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Satu [END]
Teen FictionEleanor Devika Akalanka, seorang siswi biasa yang memiliki otak yang jenius. Elen dulunya juga menyukai pelajaran sejarah dan anti matematika walaupun begitu ia tetap mendapatkan nilai tinggi. Tiba-tiba saja Elen berpindah jiwa ke tubuh seseorang ya...