Epilog

4.8K 330 6
                                    

Hari demi hari telah Sena lalui bersama Azriel dalam rumah tangganya, berbulan-bulan menjalani rumah tanganya dengan lelaki itu tak membuat ia menyesal. Bagaimana mau menyesal? Jika ia menikah dengan orang yang ia cintai, begitu pun sebaliknya.

Indah bukan?

Pernikahan mereka kini beranjak 5 bulan, namun belum ada tanda-tanda kehamilan pada Sena. Bahkan sering ia menangis dalam diam karna belum bisa mengasihi keturunan untuk Azriel.

Pernah sekali ia terciduk oleh Azriel, saat itu Sena merasakan mual. Ia berpikir jika mungkin ini adalah tanda kehamilannya? Tanpa lama dirinya membeli tespek diapotik terdekat.

Namun saat mencobanya, yang ia dapatkan hanyalah garis satu. Disaat Sena menangis, Azriel mengetahuinya. Lelaki itu pulang ke rumah karna ada berkas yang ketinggalan, namun pendengarannya yang tajam mendapati tangisan istrinya itu.

Azriel membuka pintu kamar mandi, mendapati Sena yang menangis. Awalnya ia heran apa penyebabnya, namun saat ia lihat benda yang berada ditangan Sena ia mengetahuinya.

Menghela nafasnya pelan, Azriel membawa tubuh Sena kedalam dekapannya. Memberikan kekuatan agar lebih sabar untuk menunggu sedikit lagi, toh lagian umur mereka masih muda bukan?

Tak tega meninggalkan sang istri sendirian dirumah, terpaksa Azriel membatalkan semua meeting yang akan dilaksanakan hari ini. Ia akan menemani Sena terlebih dahulu. Meetingnya pun tidak terlalu penting, jadi masih ia undur untuk besok.

Setelah kejadian itu, Sena berusaha selalu tersenyum untuk melupakan kesedihannya. Berkat perkataan suaminya itu, kini ia bisa melupakannya sedikit demi sedikit.

Jam menunjukkan pukul dua siang, Sena menatap Azriel yang kini sedang sibuk dengan laptopnya. Iya lelaki itu kini selalu sibuk dengan tumpukan berkas yang segunung, menduakan Sena dengan berkas-berkas menyebalkan itu.

Jika Sena merengek, Azriel selalu berkata 'terus kalo aku gak kerja kamu mau makan apa sayang? cinta doang enggak bakal kenyang, aku kan kerja juga uangnya buat kamu.' seperti itulah kira-kiranya.

Menyebalkan memang, tapi benar apa yang dikatakan oleh suaminya itu.

"El."panggil Sena.

"Hm?"

Sena mengerucutkan bibirnya sebal, ia mengedarkan pandangannya ke ruangan kantor suaminya itu. Sunyi.

Hanya ada suara ketikan diatas keyboard saja yang ia dengar, merasa bosan Sena merebahkan tubuhnya di sofa. Memainkan ponselnya untuk menghilangkan rasa bosannya.

Perlakuan Sena tak kunjung lepas dari penglihatan Azriel, sesekali ia memperhatikan istrinya itu yang kebosanan.

Ia tahu jika istrinya itu kesal, namun bagaimana lagi? Ia harus mengerjakan semua pekerjaannya hari ini agar besok bisa istirahat total.

"Hah? Beneran? Masa sih, gue gak percaya tau."

Pandangan Azriel menoleh ke asal suara, mendapati Sena yang sedang melakukan video call dengan temannya itu. Lebih tepatnya sedang menggosip, mungkin?

Sesekali Azriel mendengarkan ocehan Sena yang mengawur,tertawa, dan berbicara tidak jelas. Azriel menggelengkan kepalanya ketika ia mendengar sang istri memberi tahu resep agar suami kuat saat berhubungan intim.

Memijit pelipisnya yang sedikit pusing, semakin kesini pembicaraan Sena semakin ngawur. Nasib memang mempunyai istri yang nakal semasa sekolah.

15 menit kemudian Azriel mematikan laptopnya dan membereskan berkas-berkas yang berantakan diatas mejanya. Melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 4 sore, matanya melirik Sena yang kini tertidur disofa.

Azriel menghampiri Sena, berjongkok disampingnya dan merapihkan anak rambut yang menghalangi wajah cantik istrinya itu.

Tanpa lama ia membereskan barang-barang Sena dan menggendongnya dengan pelan. Saat dibawah, beberapa karyawan yang masih bekerja sesekali menyapa bosnya itu. Dan diangguki oleh Azriel.

Sena membuka matanya perlahan, tatapannya kini jatuh pada wajah Azriel yang sedang fokus menggendongnya. Menarik bibirnya menjadi sebuah senyuman tipis.

"Senyum-senyum sendiri, masih sehat kan?"

Senyuman itu memudar, Sena mengerucutkan bibirnya sebal dan menatap wajah sang suami.

"Kamu kira selama ini aku gak sehat?"tanya Sena.

"Waras."jawab Azriel.

"Turun!"

Azriel menghembuskan nafasnya pelan, menurunkan Sena tepat dilobi kantornya itu. Ia mengerutkan dahinya melihat sang istri yang berlari untuk menghampiri pedagang es krim.

"Istighfar gue liatnya, untung istri."gumam Azriel, ia menghampiri Sena yang antusias melihat es krim itu.

Setelah membeli es krim itu, kini keduanya berada didalam mobil. Azriel yang fokus menyetir dan Sena yang sibuk memakan es krim.

Sena yang sedang menjilati es krim itu menoleh ke samping. "Mas mau?"tawarnya, hal itu membuat Azriel tersedak air liurnya sendiri.

Melihat itu, Sena buru-buru menyodorkan air putih pada Azriel. Azriel menepikan mobilnya dipinggiran jalan, ia langsung mengambil air botol itu.

"Pelan-pelan isshh."

"Tadi panggil apa?"tanya Azriel.

Sena mengerutkan keningnya. "Yang mana?"tanya balik Sena.

"Yang tadi, apa?"

"Mas?"

Azriel menarik sudut bibirnya menjadi sebuah senyuman, ia terkekeh kecil mendengarnya. Tangannya terulur untuk mengusap rambut Sena, mencuri kecupan dibibirnya.

"Manis."

"Kebiasaan."cibir Sena.

Azriel mengangkat satu alisnya, menatap Sena lekat. "Call me?"tanya Azriel.

"Mas."

Azriel tersenyum. "Good girl baby."

"Kalo Daddy gimana?"tanya Sena, ia menoleh dan menatap wajah sebal suaminya itu.

"Call me Daddy when we are doing hot activities."

Sena tersenyum licik, ia mengangguk antusias. "Oke Daddy."ujarnya, diakhiri dengan kerlingan matanya itu.

Azriel yang melihatnya mengumpat pelan. "Ah shit, wait later."bisik Azriel.

•••

S E L E S A I

SHE IS MINE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang