Jangan lupa ramaikan dengan komen kalian!
Happy Reading!
.
.
.Kerja, kerja, kerja, tipes.
Perumpamaan itu sepertinya cocok untuk dia yang sekarang terbaring di ranjang rumah sakit. Bekerja keras pagi hingga malam, bukannya menjadi kaya malah berujung rumah sakit. Ia rasa tubuhnya kurang olahraga juga asupan makanan bergizi. Entah sudah berapa hari berturut dia memakan junk food. Sedangkan tenaga juga otaknya diperas.
"Kerja di perusahaan besar mah bikin orang jadi kaya, lah ini malah tepar." nyinyiran dari sahabatnya ia abaikan. Tenaganya terlalu berharga hanya untuk menanggapi sahabat kurang akhlak ini.
"BTW, tadi ada telfon dari bos elo, waktu lo lagi diperiksa."
"Pak Gava?" tanyanya bingung. Perasaan ini hari Sabtu, wajar kan kalau dia libur. Untuk apa bos-nya mencarinya?
Linda --sahabat satu-satunya yang ia miliki-- menggedikan bahu. "Weird Boss, lo kasih namanya."
Ia meringis pelan mendengar itu. Untung saja yang tahu nama kontak bos-nya adalah sahabatnya sendiri, jika saja bos-nya yang tahu, pasti dia akan mendapat masalah.
"Lo ngomong apa aja sama dia?" jika saja dia masih menjadi bawahan Reza, pasti dia akan lebih hormat. Mengganti kata 'dia' menjadi 'beliau' untuk menunjukkan rasa hormatnya. Tapi untuk bos-nya... Selain lebih muda, kelakuan Gava juga terlalu emh untuk dia hormati.
"Dia nanyain lo, ya gue jawab aja lo lagi tepar di rumah sakit. Terus dia juga nanyain lo dirawat dimana." mata Linda menyipit. Ia yang ditatap seperti itu paham apa yang ada di kepala sahabatnya ini. Pasti yang tidak-tidak. "Jangan-jangan... Lo ada something gitu sama bos lo. Ayo ngaku!"
Kan benar tebakkannya! Bocah kecanduan novel ini pasti otaknya tidak beres. "Lo kebanyakan baca novel, lagian bos gue tuh--"
Brak!
"Aneh."
Keduanya menoleh ke sumber suara. Seorang pria --yang menjadi tersangka keterkejutan mereka-- berdiri dengan wajah tak bersalah. Celana khaki selutut dipadukan dengan kaos oblong namun dari sekali lihat saja orang-orang akan tahu jika pakaian itu bukan murahan.
"Beneran sakit?" Pria itu berjalan mendekati brankar. "Gue kira bohongan makanya nggak bawa apa-apa, sorry ya?"
"Lo... Siapa?" jelas bukan Diandra yang melemparkan pertanyaan ini, siapa lagi kalau bukan Linda. Perempuan itu menatap penampilan pria asing ini dari bawah sampai atas lalu atas sampai bawah. Begitu saja diulang-ulang. Seolah baru saja melihat malaikat tampan.
"Gava," tak hanya itu, bahkan pria asing ini menjulurkan tangan kanannya. Menunggu sambutan dari Linda untuk perkenalan mereka.
"Li-Linda." tersenyum kikuk, Linda menyambut uluran tangan tersebut. Aneh, dia belum pernah melihat pria ini, tapi kenapa suaranya tidak terdengar asing. "Pacar... Lo pacarnya Laras?"
Dari kecil orang-orang memang memanggilnya Laras ketimbang Diandra dari namanya --Diandra Larasati. Namun ketika masuk ke perguruan tinggi, orang-orang menyapanya Di, singkat katanya. Karena kalau Dian sudah banyak, sering tertukar. Makanya dia hanya dipanggil Di.
"Dia bos gue, goblok!" desis Diandra teramat pelan. Entah kedua orang ini mendengarnya atau tidak.
"Oh, bukan. Gue bos-nya Di," aku Gava tanpa merasa tersinggung sama sekali.
"B-Bos?" Linda begumam dengan wajah tidak percaya. Sekali lagi, dia memperhatikan penampilan Gava dari atas sampai bawah. Sangat tidak mencerminkan sosok bos, malah lebih cocok jadi mahasiswa saja. Tapi kan sekarang di luar kantor, wajar sih kalau pakaiannya gini. Begitulah gumaman isi hati Linda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for Weird Boss
Romance[#6 Wiratama's] Diandra merasa beruntung bisa menjadi sekretaris seorang Reza Wiratama. Bukan karena bos-nya itu tampan, melainkan gaji yang sangat menunjang hidupnya. Lagipula sang bos sudah mempunyai istri, mana berani dia berpikir macam-macam. Ke...