FFWB || 14. Wiratama Family

4.6K 495 21
                                    

"Di, ayo turun."

"Bapak aja sendiri, saya mau pulang."

Helaan nafas pelan lolos dari sela bibirnya. Awalnya Gava masih merasa lucu, terkekeh mendengar penolakan Diandra. Tapi lama-lama melelahkan juga. Perempuan ini ngotot tidak mau turun dari mobil. Padahal mereka sudah masuk ke pelataran rumah Regan. Hampir sepuluh menit dan perempuan ini tak kunjung mau keluar. Padahal Gava sudah berdiri di sebelah pintu penumpang, membukakan pintu untuk kekasihnya ini.

"Kita ditunggu loh, Di. Jangan susah gini, kayak anak kecil aja."

"Anak kecil?" Diandra mendelik tidak terima. Perempuan yang masih memiliki rasa segan itu, kini memandang atasannya dengan tajam. "Bapak yang nggak jelas sejak awal! Tiba-tiba bawa saya kesini, wajar dong saya nggak mau turun. Disana pasti keluarga Bapak datang semua. Terus saya kesana sama Bapak, yang bener aja!"

Tanpa sadar senyum tipis tersungging. Melihat Diandra marah-marah seperti ini, malah terkesan lucu baginya. Berjongkok agar tidak terus menunduk, dia meraih tangan perempuan yang nampak sangat kesal ini.

"Aku minta maaf. Maaf nggak bilang dulu sama kamu." Gava mengusap punggung tangan itu dengan lembut. "Kamu kasih kesempatan buat aku, sekarang aku nunjukin seberapa serius aku sama kamu. Makanya aku bawa kamu, biar keluarga aku kenal sama kamu. Bukan sebagai sekretaris, tapi pasangan aku.

"Tapi emang terburu-buru sih." Gava nampak berpikir sebentar. "Kalau gitu kamu tunggu sebentar disini ya, aku masuk dulu. Temuin keponakan aku sebentar, terus antar kamu. Gimana?"

Gava merasa jika dia memang terlalu memaksa Diandra. Bagaimana pun perempuan itu pasti butuh waktu. Untuk menerimanya saja, ia yakin belum sepenuhnya. Apalagi bertemu dengan keluarganya. Tapi mau bagaimana lagi, rasanya dia ingin cepat-cepat mengikat Diandra dalam hubungan serius.

"Bukannya kamu deket sama ponakan kamu?"

Dari cerita Gava, Diandra sedikit tahu hubungan pria ini dengan keluarganya. Tipe family man, menomorsatukan keluarga. Terkadang pria ini ikut menjaga keponakan-keponakannya saat berada dirumah utama. Dan dari yang dia tangkap, sepertinya Gava dekat dengan keponakannya ini.

"Em... Lumayan."

"Dia pasti sedih kalau uncle-nya pulang cepet." dia bergumam pelan.

Hatinya bimbang. Menjadi yatim piatu membuatnya paham bagaimana rasanya melewatkan hari istimewa tanpa keluarga. Meski ia yakin banyak orang hadir disini, tapi jika Krystal --anak Regan-- menyayangi sosok pamannya, anak itu pasti akan sedih jika Gava hanya datang sebentar.

"Nanti aku kasih pengertian, kalau uncle-nya ini mau kencan dulu sama calon aunty."

Tanpa sadar Diandra berdecak. "Minggir kamu, aku mau keluar."

Gava yang masih di posisinya --berjongkok-- merasa bingung. Meski begitu dia tetap menurut karena Diandra berniat mendorongnya. "Kamu mau masuk?"

"Tapi Bapak nggak boleh tinggalin saya, harus temenin saya pokoknya. Gausah mikir macem-macem! Soalnya saya malu ada disana."

"Padahal aku nggak mikir macam-macam." Tangan Gava terulur untuk menutup pintu. Tanpa canggung dia merangkul bahu Diandra. "Aku pasti bakal selalu temenin kamu."

"Gausah gini juga, Pak."

"Kalau gitu panggil nama aku, jangan 'Pak' lagi, kan kita pacaran!"

Diandra mendengus sebal. "Yaudah lepas!"

"Nggak paket sebut nama nih?"

Helaan nafas kasar terdengar. "Gava... Bisa tolong jauhkan tangan kamu dari saya?"

Falling for Weird BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang