Mengetuk-ngetuk meja dengan telunjuknya, netra Diandra terus menatap pintu ruangan bos-nya. Sudah setengah jam, tamu bos-nya tak kunjung keluar. Bukan masalah tamu bos-nya adalah perempuan --yang membuat mereka berduaan diruangan-- tapi karena lima belas menit lagi ada rapat dengan kepala divisi.
Walaupun Gava terlihat selengean, namun pria itu selalu tepat waktu. Meski terkadang suka seenak jidat karena tidur atau main game seenaknya, namun bos-nya menghargai waktu orang lain. Oleh karena itu sebisa mungkin Gava tidak membuat orang lain menunggu. Kecuali Gava tidak suka pada orang itu.
"Bodoamat lah! Daripada kerjaan gue jadi berantakan." dumel Diandra seraya beranjak dari duduknya. Membulatkan tekad untuk masuk kedalam ruangan tersebut. Tapi itu ruangan bos. Ada dua insan berbeda jenis di dalamnya. Sialnya, pikiran-pikiran kotor berkelana di kepalanya.
Inilah tidak bagusnya menonton film dewasa.
Tarik nafas, hembuskan. Tenang, ia yakin Gava tidak seperti CEO-CEO di novel ataupun film yang suka melakukan tindakan tidak bermoral di kantor. Ya, sejauh ini ia mengenal Gava sebagai pria baik-baik. Penilaiannya tidak salah bukan?
Mengetuk pintu, ia menunggu beberapa saat. Tidak ada jawaban apapun dari dalam. Dua kali, tetap sama. Apa jangan-jangan keduanya tidur? Maksudnya tidur dalam artian sebenarnya. Gava kan suka tidur, bisa jadi perempuan yang mengaku teman Gava juga satu spesies. Suka tidur seenaknya.
"Demi perusahaan." gumamnya pelan. Tangannya pun bergerak untuk membuka pintu.
Netranya menyapu ruangan luas milik bosnya. Kosong. Tidak ada satupun orang disana. Bagaimana mungkin? Ia sendiri yang duduk diluar tidak melihat ada orang keluar. Tidak mungkin mereka keluar kecuali--
Ceklek!
Berada di kamar pribadi Gava.
Netranya terpaku pada perempuan yang baru saja membuka pintu ruangan pribadi bos-nya. Kikuk, keduanya merasa sama-sama canggung. Yang satu seolah baru saja terpergok sedangkan yang satunya merasa sedang memergoki. Situasi macam apa ini?
"Kenapa Sa?"
Suara Gava terdengar. Ketika tubuh perempuan bernama Rissa itu bergeser, nampaklah sosok yang membuatnya nekad masuk kedalam sini.
Diandra ingat betul jika sebelumnya Gava hanya mengenakan kaus berwarna navy dengan tulisan kecil di dada kirinya. Baju santai yang biasa pria itu kenakan jika tetap berada diruangan. Tapi sekarang, tubuh bos-nya berbalut kemeja hitam pun lengkap dengan celana kain.
"Di, mau panggil aku buat rapat ya?" seolah tidak ada hal apapun, Gava bertanya santai. "Oh ya, Sa. Kenalin dia Diandra. Sekretaris sekaligus pacar aku."
Baik Rissa maupun Diandra saling melempar tatapan. Cepat-cepat Diandra memalingkan wajah, dia harus segera keluar dari tempat ini.
Pacar? Mengakuinya pacar dihadapan perempuan yang baru saja keluar bersama dari kamar? Mungkin dia harus menarik kata-katanya tentang Gava pria baik-baik. Bagaimana dia bisa lupa tabiat pria-pria kaya?
"Rapat akan segera dimulai, Pak. Saya akan menyiapkan berkasnya."
Segera dia keluar dari sana. Inilah alasan kenapa dia tidak cepat takluk pada atasannya sendiri. Gava tampan, mapan, memiliki segalanya. Seharusnya ia senang ketika pria itu mengatakan jika mereka sepasang kekasih bukan?
Normalnya begitu. Akan tetapi dia takut. Kesenjangan sosial mereka begitu kentara. Meski tidak bisa dikatakan trauma, Diandra tetap hati-hati jika berdekatan dengan orang-orang kelas atas. Mereka yang memiliki segalanya, suka berbuat seenaknya. Apalagi soal perasaan, haruskah dia percaya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for Weird Boss
Romance[#6 Wiratama's] Diandra merasa beruntung bisa menjadi sekretaris seorang Reza Wiratama. Bukan karena bos-nya itu tampan, melainkan gaji yang sangat menunjang hidupnya. Lagipula sang bos sudah mempunyai istri, mana berani dia berpikir macam-macam. Ke...