FFWB || 03. Berkunjung

5.9K 492 7
                                    

Jangan lupa ramein ya!

Happy Reading!
.
.
.

Malam minggu menjadi hari paling ditunggu oleh orang-orang. Terlebih bagi mereka yang memiliki pasangan, kecuali LDR. Sedangkan para kaum jomblo pun mendadak ingin keluar rumah hanya untuk memadatkan jalanan. Katanya sih cuci mata.

Berbeda dengan Gava, alih-alih berkencan, jadwal malam minggunya adalah kunjungan kerumah orangtua tercinta. Berhubung hanya dirinya yang belum menikah, jadi dia diwajibkan untuk pulang minimal satu minggu sekali. Berbeda dengan saudaranya yang lain, mereka mendapat keringanan dengan dalih sudah berkeluarga.

"Halo ponakan cantiknya, Om." Gava meraih Crystal kedalam gendongannya. Sedangkan sang bayi hanya diam saja karena dirinya tengah sibuk dengan mainan mobil kecilnya. "Kok kamu kayak nambah ringan gini ya?" gumamnya seraya menciumi wajah keponakannya ini. Aksi yang membuat Crystal merasa kesal dan merengek minta diturunkan. "Pipinya berkurang," lanjutnya menyadari jika pipi gembul keponakannya ini berkurang, tidak sebulat sebelumnya.

"Lagi nggak bisa diem dia tuh, makanya jadi mengecil." Clara --ibu dari Crystal-- muncul dengan mangkuk kecil berisi sop buah. Sekedar informasi, princess kecil ini tidak mau makan buah jika tidak bercampur dengan air, sirup, dan susu.

"Digendong aja nggak betah," balas Gava setuju, dia pun menurunkan keponakannya yang langsung berjalan cepat ke rumah-rumahan. Bahkan cara berjalan keponakannya saja membuat dia meringis, apa setiap anak kecil begitu? Berjalan dengan kaki seperti akan saling menyilang dan bisa jatuh kapan saja. Anak dari Revika pun sama, si kecil Ken suka sekali berlari lalu jatuh karena tersandung kakinya sendiri.

"Kak Reza sama Kak Lena tinggal disini katanya, kamu nggak mau ikut juga?"

"Tinggal disini?" dahinya berkerut mendengar penuturan Clara. Kakak iparnya itu sudah ikut duduk di karpet.

"Iya, rumah mereka mau dibangun ulang katanya."

Ah, dia paham sekarang. Tidak mungkin juga mereka mau tinggal di rumah utama tanpa alasan jelas. Bukan tanpa alasan, semua saudaranya beralasan ingin mandiri dan memilih tinggal dirumah masing-masing. Dia pun sama, walau sebenarnya dia juga merasa kasihan pada Mamahnya --Alina-- yang merasa kesepian setelah ditinggal sang suami.

"Aku mau nemuin Mamah dulu, Kak." pamitnya, iparnya pun memberitahu keberadaan ibunya ada dimana. Di taman, ibunya tengah bersama dengan Ken --balita yang tidak bisa diam itu. Ken tengah bermain di atas rumput bersama pengasuhnya, sedangkan Alina tengah duduk di gazebo sendirian, memperhatikan sang cucu.

"Mamah senang?" tanyanya sebagai bentuk sapaan, alih-alih menanyakan kabar ibunya, ia menanyakan dahulu suasana hati ibunya ini.

"Selalu," jawaban itu disertai senyuman manis ibunya. Ia akui, diusia yang tidak bisa dikatakan muda lagi, terlebih cucunya saja sudah dua, namun ibunya tetap memiliki senyum menawan. Meski Alina bukan ibu kandungnya, namun ia menyayanginya sama seperti dia menyayangi Farah --Bundanya.

"Kalau begitu untuk apa ingin menyusul Papah?"

Waktu itu, ketika dia tengah menemani ibunya ke makam ayahnya, Alina berkata ingin menyusul Rian. Berharap bisa menemani Rian disana agar tidak kesepian. Meski terlihat sehat dan bahagia, ia tahu jika ibunya telah kehilangan separuh jiwanya. Ia tidak tahu jika ada cinta seperti itu.

"Sini," ia mengikuti panggilan ibunya. Alih-alih duduk ia memilih merebahkan tubuhnya disana dengan kepala ia letakkan di pangkuan ibunya. Sedangkan kaki panjang menjulang keatas --disandarkan ke pembatas gazebo. "Mamah bahagia, sangat bahagia melihat kalian semua. Tapi... Mamah juga merasa kurang." senyuman itu, ia tahu ibunya menyimpan banyak kesedihan disana. "Tidak lengkap rasanya saat Papah kalian tidak ada disini. Mamah tahu, suatu saat nanti pasti akan terjadi. Seseorang tidak bisa menghindar dari kematian, hanya saja... Mamah tidak menyangka jika Papah akan meninggalkan Mamah lebih dulu."

Falling for Weird BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang