Usianya belum legal untuk minum-minum, begitu menurut ibunya. Padahal ia tahu persis jika itu hanyalah sebuah alasan karena sang ibu tidak suka melihat anak-anaknya meminum minuman keras. Gava sedikit merasa bersalah karena melanggar larangan ibunya. Namun sisi lain dirinya menormalkan hal ini. Terlebih dia sudah legal sekarang.
Bisingnya ruangan luas ini membuatnya sesak. Ternyata melarikan diri ke club malam bukanlah solusi. Kepalanya malah terasa semakin penuh karena kegiatan orang-orang yang tidak wajar dimatanya. Ditambah ia sudah beberapa kali di goda oleh perempuan yang lebih tua darinya.
Gava muak. Oleh karena itu ia beranjak dari tempat maksiat itu. Ketika akan masuk kedalam mobil, indera pendengarannya mendengar suara perempuan. Ia sendiri tidak tahu kenapa dia merasa penasaran saat suara si perempuan terdengar emosi.
Kakinya melangkah sendiri, seolah tanpa perintah dari otaknya. Mungkin karena pengaruh alkohol jadi Gava tidak menyadari hal tersebut. Dilihatnya dua insan berbeda jenis tengah berhadapan dengan mata beradu sengit. Sepertinya masalah antar kekasih.
"Kalau kamu terus sama cewek-cewek nggak jelas itu, aku juga bakal bales! Aku juga bisa kayak gitu sama cowok lain! Bahkan di depan mata kamu sendiri."
"Stop ngoceh, Di! Gue muak denger omongan lo yang selalu larang gue ini itu. Lo itu cuma pacar! Kenapa bertingkah seolah lo istri gue?!"
"Terus peran aku sebagai pacar kamu apa, hah?! Nyesel aku nerima cowok brengsek kayak kamu! Putus, sekarang kita putus!"
Tanpa sadar salah satu sudut bibir Gava tertarik. Entah kenapa pertengkaran yang tak sengaja ia dengar ini terasa hiburan baginya. Semakin menarik ketika sang pria menolak putus namun tak ingin berubah juga. Tipikal manusia egois.
"Kamu mau putus dari aku?! Kamu pikir siapa yang bakal nerima cewek miskin kayak kamu? Kamu bisa disini hanya karena keberuntungan, Diandra. Jadi stop bersikap seolah lo bisa melakukan hal lebih sekarang!"
"Iya, gue emang beruntung, sangat beruntung tapi malah dikasih cela karena ketemu cowok brengsek kayak lo!" Gava melihat perempuan itu menahan air matanya. Kepalanya beberapa kali mendongak. Ketika kepala perempuan itu menoleh, pandangan mereka tak sengaja bertemu. Jarak mereka memang tidak terlalu jauh --karena Gava sedikit demi sedikit mendekat agar bisa dengar dengan jelas. "Dan aku bisa lakuin apapun yang aku mau!"
Tanpa di duga, perempuan yang Gava curi dengar namanya adalah Diandra, berjalan cepat kearahnya. Tanpa kata, tiba-tiba menciumnya tepat di bibir. Ah, bisakah ini disebut ciuman alih-alih kecupan saja? Lihat saja bibir perempuan pemberani ini, hanya diam saja sampai sekarang.
"Dengan kamu bersikap kayak gitu malah buat aku muak sama kamu, Di!"
"Nggak peduli!"
Gava yang hanya menonton, merasa bingung saat cowok yang dia yakini kekasih cewek ini malah pergi begitu saja. Really? Meninggalkan perempuan ini bersama cowok lain? Atau si cowok sudah tidak sabar bersenang-senang dengan gadis-gadis di dalam sana?
"Maaf, aku... Aku--"
Gava tidak tahu setan mana yang merasuki dirinya hingga ia mencium bibir ranum gadis ini. Rasanya manis, sangat manis sampai ia ingin mencecapnya terus menerus. Sadar ia tidak mendapat perlawanan sama sekali, Gava pun melanjutkan aksinya.
Ya, mereka berdua berciuman di parkiran. Tempat remang-remang yang jarang ada orang. Kepala Gava terasa ringan, ketika tautan keduanya terputus, ia memandang wajah gadis yang baru ia temui ini.
"Ini pertama kali lo ciuman?" Gava bertanya namun fokus matanya ada pada bibir ranum yang sedikit bengkak. Apa kalau dia menciumnya lebih lama lagi bibir itu akan semakin bengkak?
Anggukan kaku yang terkesan polos entah kenapa malah menarik perhatian Gava. Tidak bisanya ia seperti ini, apa karena banyak minum tadi?
"Terus kenapa lo nggak nolak? Lo penasaran?"
Lagi, anggukan polos gadis ini membuatnya semakin gemas. "Ikut gue."
Ini gila. Gava memang sudah beberapa kali berciuman namun tidak sampai yang melibatkan nafsu seperti ini. Dengan bejatnya, ia membawa gadis itu ke mobilnya. Berciuman hingga membuat gadis itu kewalahan. Bahkan tanpa malu ia memangku gadis itu dan memberikan beberapa tanda di leher.
Ditengah kegilaan dua insan berbeda jenis itu, dering ponsel Gava menyadarkan keduanya. Melihat siapa orang yang menelfon, Gava langsung menerima telfon tersebut. Meski begitu tangan kirinya bergerak nakal, mengelus pinggang ramping gadis yang berada di pangkuannya.
"Pulang Gava. Siapa yang kasih izin kamu ke club? Pulang sekarang!"
Tak ada ancaman, tapi dari nada bicaranya saja ia tahu jika kakak sulungnya murka. Oleh karena itu, segera ia membawa gadis itu untuk duduk di kursi penumpang. Dia memang brengsek karena telah memanfaatkan kepolosan gadis ini. Tapi dia masih bisa berfikir jernih dengan tidak meninggalkan gadis ini begitu saja. Setidaknya dia mengantar pulang gadis ini dengan selamat.
🍁🍁🍁
Netranya menatap penuh harap perempuan yang ada di hadapannya. Padahal saat bercerita tadi posisi mereka berpelukan disofa. Dimana Diandra menyandarkan tubuhnya pada dia. Tapi sekarang kekasihnya ini tengah melihatnya dengan wajah terkejut. Terlihat tidak percaya.
"Kenapa kamu nggak cerita dari awal? Terus mimpi yang kamu ceritain dulu itu bohong?"
"Aku takut kesan kamu ke aku jelek dan bikin kamu jaga jarak sama aku. Dan aku nggak bohong, beberapa kali aku mimpiin kamu, anehnya setelah sekian lama kita nggak ketemu. Aku mimpiin kamu beberapa bulan sebelum kamu datang ke kantor."
Pandangan Diandra terlihat menilai. Mungkin menerka apakah Gava berbohong sekarang. Semua yang dia ceritakan itu nyata, bahkan mimpinya sekalipun.
"Sekarang aku inget." Diandra menghela nafas pelan. "Waktu itu aku lagi bertengkar sama pacar aku. Aku kesel dan pengin cobain apa yang selalu cowok itu minta. Tapi ternyata aku ketemu bocah nakal yang manfaatin kepolosan aku, ckck."
Gava tertawa mendengarnya. Merasa jika Diandra tak marah akan kejadian lalu, ia pun menarik perempuan itu kedalam pelukannya. Dia pun tidak tahu dengan permainan takdir ini. Kenapa tiba-tiba ia mendapat mimpi tentang perempuan ini.
Awal-awal ia diingatkan tentang dosa masa lalunya. Lalu mimpi itu secara random memperlihatkan sesuatu yang terlihat indah bersama perempuan ini. Walau samar, ia tahu jika perempuan dalam mimpi indahnya adalah gadis polos yang ia nodai.
Seolah alam pun setuju jika mereka memiliki takdir indah, Diandra datang kepadanya. Caranya mendekati memang agak lain, dia tahu itu. Tapi bagaimana lagi, ia merasa kurang waras saat memikirkan untuk membawa Diandra dalam pelukannya. Segala pemikiran sudah ia pertimbangkan. Namun yang terjadi malah aneh.
Persetan dengan semua itu, toh sekarang dia sudah memiliki akhir yang indah. Sekarang perempuan yang berlalu lalang dalam mimpinya berada dalam dekapannya.
Menurutnya itu sudah cukup.
🍁🍁🍁🍁
Apa ini tamat aja ya? Sampe sini aja?
Tapi nggak seru ah kalo nggak ada pahitnya. Padahal idup kan lebih nikmat kalau ada pahit-pahitnya. Kea kopi. Kalo ga pahit kurang sedap, tapi kalau terlalu pahit aku ga doyan.
Jangan lupa vote sama komen banyak-banyak ya! See you...
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for Weird Boss
Romansa[#6 Wiratama's] Diandra merasa beruntung bisa menjadi sekretaris seorang Reza Wiratama. Bukan karena bos-nya itu tampan, melainkan gaji yang sangat menunjang hidupnya. Lagipula sang bos sudah mempunyai istri, mana berani dia berpikir macam-macam. Ke...