Diandra memiliki satu kegemaran yang kerap ia lakukan ketika ia merindukan neneknya. Merajut. Kegiatan yang ia lakukan tanpa niatan khusus. Saat dia senggang, bingung melakukan apa, benang dan jarum menjadi pilihannya. Rasanya tenang ketika fokusnya hanya ada pada dua benda itu. Berangan membuat sebuah baju yang bagus walaupun dia sendiri tidak tahu untuk siapa.
Kali ini, untuk pertama kalinya dia akan memberikan hasil tangannya pada orang lain. Jujur dia bingung akan memberi hadiah apa untuk ibu dari bosnya. Melihat hadiah yang dibeli Gava kemarin, tak sebanding rasanya jika dia membeli barang apapun. Kalau dia menuruti egonya, bisa-bisa tabungannya habis hanya untuk sebuah hadiah.
Sweater rajut lah pilihannya. Ada tiga sweater yang sudah jadi, beruntung tubuh Tante Alina tidak begitu besar. Pilihannya pun jatuh pada sweater warna putih. Polos tanpa sentuhan warna lain.
"Nanti kamu nginep ya?"
Ajakan Gava jelas dia tolak mentah-mentah. Mana mau dia menginap dirumah orang --dimana dia belum merasa dekat-- apalagi satu keluarga besar ada disana semua. Jika bukan karena telefon dari Alina langsung, dia pasti lebih memilih menitipkan hadiahnya pada Gava saja.
"Nggak usah aneh-aneh. Nanti anterin aku setelah makan malam selesai, ya?"
Gava yang tengah mengemudi nampak menggeleng pelan, tidak setuju. "Santai aja, ngapain cepet-cepet. Kalau kemaleman tetep aku anter kok."
"Aku yang nggak enak, Gava!" Diandra bersedekap, memalingkan wajahnya menatap luar kaca mobil. Kenapa pria ini selalu seenaknya? Apa Gava tidak memikirkan perasaan juga mentalnya? Bertemu keluarga besar bos-nya sendiri jelas membutuhkan mental yang kuat.
"Mamah yang undang kamu, Di." tanpa Diandra sadari, tangan Gava menyentuh lengannya. Merambat pelan menuju telapak tangan kanannya. "Kamu disana sebagai tamu, bukan bawahan siapapun. Sekarang kamu pacar aku, bukan bawahan aku. Yang kamu temui keluarga pacar kamu, bukan keluarga bos kamu. Jadi rileks okay?"
Alih-alih merasa rileks, jantung Diandra malah semakin berdegup kencang. Menghadapi keluarga terpandang seperti Wiratama, dengan posisi dia sebagai kekasih Gava. Rasanya dia ingin pulang saja sekarang. Lembur di kantor terdengar lebih baik ketimbang bertemu keluarga besar kekasihnya.
Aih, kekasih ya?
Tanpa sadar, Diandra membalas genggaman Gava. Mengeratkan pegangannya sembari merapalkan mantra dalam hati.
Sebentar, hanya sebentar saja dia akan disana.
🍁🍁🍁
Dugaannya benar. Mentalnya terasa terguncang sekarang. Kakinya melemas mendapati semua orang sudah hadir, membuat dirinya dan Gava menjadi sorotan semua orang.
Dia pikir makan malam yang Gava maksud adalah makan malam formal. Nyatanya yang dimaksud adalah pesta barbeque. Tempatnya di taman rumah besar ini. Rumah besar, taman pun besar. Mau heran tapi rumah orang kaya.
"Wahhh, calon mantu udah dateng." Farah, ibunda Gava menyambut kedatangan mereka dengan heboh. Oh, dia tidak suka ini.
"Malam, Tante." Dengan senyum lebar, dia membalas pelukan hangat Nyonya Wiratama ini dan bercipika-cipiki ria.
"Ayo sayang gabung sama yang lain."
Sambutan dari ibu Gava memanglah hangat, pun dengan keluarganya yang lain. Hanya saja ada sepasang mata yang mengintainya sedari tadi. Sangat sadar jika orang itu memiliki ketidak sukaan atas kehadirannya.
Layaknya bagian dari keluarga ini, dia bergabung dalam obrolan para nyonya Wiratama. Jujur dia sedikit tidak nyaman. Sebenarnya tidak ada tindak intimidasi ataupun penindasan disini. Memperlihatkan status sosial pun tidak. Tapi tetap saja dia merasakan kesenjangan disini. Dia dan keluarga ini jauh berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for Weird Boss
Romance[#6 Wiratama's] Diandra merasa beruntung bisa menjadi sekretaris seorang Reza Wiratama. Bukan karena bos-nya itu tampan, melainkan gaji yang sangat menunjang hidupnya. Lagipula sang bos sudah mempunyai istri, mana berani dia berpikir macam-macam. Ke...