Tiba hari dimana Diandra juga Gava terbang ke Singapura. Sebenarnya tak hanya mereka yang pergi, hanya saja dua orang lagi sudah berada di negara singa tersebut. Dan yang membuat Diandra terkejut, mereka terbang dengan pesawat pribadi milik Reza. Untuk pertama kalinya dia menaiki pesawat pribadi seperti ini.
Sampai di Singapura, mereka langsung bekerja. Ada pertemuan yang seharusnya dilakukan semalam namun Gava terpaksa membatalkannya. Dan itu karena dia.
Flashback
"Kok bisa sih sampai kayak gini?"
Lagi-lagi pertanyaan itu terlontar dari mulut bosnya. Pria dengan setelan rapi itu menjelma menjadi emak-emak yang sibuk mengomeli anaknya karena melakukan kesalahan. Sedangkan sang pelaku, hanya diam saja karena sudah lelah menanggapi.
"Padahal kita berangkat satu jam lagi loh, Di. Bisa-bisanya kamu malah kecelakaan."
"Pak..."
"Kamu itu sudah besar. Katanya lebih tua dari aku, kok masih ceroboh sih? Nyebrang jalan aja nggak bisa. Besok-besok gausah pergi-pergi sendiri!"
"Pak, ini kan musibah!" Diandra kembali ngegas karena tidak terima terus disalahkan. Memangnya dia mau seperti ini. Tentu saja tidak. Mana ada orang mau kena sial.
"Satu jam lagi Bapak terbang bukan? Lebih baik Bapak berangkat sekarang."
"Dan ninggalin kamu sendirian? Ck, mikir apa coba kamu?" pria yang sudah menanggalkan jasnya itu berkacak pinggang. "Tunggu perawat bawa obat kamu, setelah itu kita pulang."
"Tapi Bapak kan harus ke Si--"
"Kamu diam saja! Saya bosnya!" Raut tegas dari Gava berhasil membuat Diandra bungkam. Perempuan yang duduk di brankar pasien itu hanya bisa memilin sprei yang tadi ia tarik-tarik.
Benar saja, setelah perawat yang diperintahkan Gava untuk menebus obat datang, mereka pun pulang. Namun tak sesimpel itu karena ada drama terlebih dahulu.
"Kaki kamu mau sekalian patah karena jalan, hah?!"
"Kaki saya nggak separah itu ya, Pak! Nggak usah lebay deh."
"Yaudah." Akhirnya, Gava menarik tangan yang tadinya menahan bobot tubuh Diandra.
Bruk!
"Akh! Kok dilepas sih Pak?!"
"Kan kamu yang minta." Pria itu berjongkok di, memandang Diandra beberapa saat lalu menyentil dahi perempuan itu. "Begini yang katanya 'nggak pa-pa'."
Tanpa permisi, Gava membawa tubuh Diandra kedalam dekapannya. Menggendong perempuan itu dengan gaya bridal. Perdebatan itu tak kunjung berakhir, terlebih saat Gava ngotot menjaga Diandra di apartemen pria itu. Membiarkan tiket pesawat mereka hangus begitu saja.
Rasanya Diandra ingin menghilang saat itu juga. Berada di satu tempat dengan bosnya, hanya berdua, hingga malam datang. Tidak, ini tidak baik. Sesungguhnya sebagai orang yang berasal dari desa, jelas dia merasa ini amat sangat salah. Dua insan berbeda jenis bermalam di bawah atap yang sama. Meski beda tempat, tetap saja ini salah!
"Apa perlu kita nikah biar kamu nggak gelisah terus?"
Gava datang dengan dua piring berisikan nasi goreng. Makanan simple yang Diandra pilih karena bingung mau makan apa. Menurutnya nasi goreng adalah pilihan terbaik. Tidak ribet saat dimakan.
"Atau kita ke rumah orangtuaku aja gimana? Disana kita nggak berdua."
"Nggak!" Cepat-cepat Diandra menggelengkan kepalanya. Perempuan dengan sakit di kaki itu pun meraih piringnya. "Disini saja, Pak. Terimakasih." Toh minta dipulangkan pun hanya sia-sia saja. Gava ngotot menjaganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for Weird Boss
Romance[#6 Wiratama's] Diandra merasa beruntung bisa menjadi sekretaris seorang Reza Wiratama. Bukan karena bos-nya itu tampan, melainkan gaji yang sangat menunjang hidupnya. Lagipula sang bos sudah mempunyai istri, mana berani dia berpikir macam-macam. Ke...