FFWB || 23. Deeptalk

3.6K 314 9
                                    

"Di..."

"Emh?"

"Jangan merasa kecil, jangan merasa nggak pantas disampingku. Ucapan orang lain anggap saja angin lalu. Karena apapun yang mereka katakan, yang aku inginkan tetap kamu."

Dahi Diandra berkerut. Menarik kepalanya, dia memberi sedikit jarak diantara mereka. Walaupun tubuh keduanya masih berkontak fisik.

"Aku denger yang Kak Lena omongin ke kamu." Tangan Gava bergerak, meraih tangan Diandra untuk digenggamnya. "Kita yang menjalaninya, bukan orang lain. Jangan sedih, aku nggak suka lihatnya."

Tidak ada yang salah dari ucapan Gava. Hanya saja, dia yang merasakan hinaan itu, bukan Gava. Pandangan rendah dari orang lain, dia yang menerimanya. Tuduhan buruk dari orang lain, juga dia yang menerimanya. Walaupun keluarga Gava menerima dia dengan baik, kalangan sosial yang tidak menerimanya.

Sekretaris yang memiliki affair dengan bosnya sendiri. Untuk orang-orang kalangan atas, itu terdengar hina. Bagi mereka, orang-orang kelas rendah tak sepatutnya berada di kelas mereka apalagi dengan cara kotor tersebut. Belum lagi banyaknya kasus perselingkuhan antara atasan dan bawahan, membuat hubungan atasan-bawahan tersebut semakin terlihat buruk.

Diandra tahu hukum tak tertulis itu. Dia sudah pernah merasakan yang lebih buruk dari ini. Kecaman sosial saat dia memaksakan untuk berdiri di tempat yang tak seharusnya.

"Pemikiran Bu Elena juga nggak bisa disalahkan gitu aja. Buat orang-orang yang menilai dari apa yang mereka lihat, penilaian seperti itu wajar. Aku yakin bukan cuma Bu Elena yang berpikiran seperti itu." Diandra memandang netra Gava, saling mengunci tatapan. "Lalu bagaimana aku bisa mengabaikan itu semua disaat aku yang mendapat semua penilaian buruk tersebut, Gava?"

Terkadang yang membuat orang merasa buruk adalah lingkungan sosial. Manusia tidak bisa hidup sendiri, mau berusaha seperti apapun untuk mengabaikan sekitar, tetap saja terbesit penilaian-penilaian orang lain pada kita. Benar yang berpendapat jika sanksi sosial sangatlah buruk. Terlebih saat kita sudah berada diposisi paling rendah lalu mendapat pengucilan.

Diandra bukan tipikal orang yang bisa cuek saja pada sekitar. Dia gampang over thinking, membuat dia selalu berhati-hati dalam bertindak. Dimasalalu, situasinya hampir sama dengan sekarang. Dia menjalin kasih dengan orang berbeda kelas dengannya. Terlebih saat itu, bukan hanya penilaian orang luar saja, tapi keluarga mantan kekasihnya juga sangat berpengaruh. Karena keluarga mantan kekasihnya tersebut, tak ada yang menyukainya. Atau lebih tepatnya, tidak menyukai status sosialnya.

Jika saja otak normal-nya bekerja dengan semestinya, maka dia akan menyambut ketertarikan Gava dengan suka rela. Mengabaikan cibiran orang lain dan memanfaatkan pria itu sampai puas. Hidupnya akan terjamin jika dia berhasil menggaet atasannya sendiri.

Kenyataannya tidak. Dia terlalu memikirkan pendapat orang lain. Meski dia tahu jika perasaan asing mulai ia rasakan untuk Gava. Tetap saja dia meragu, takut untuk benar-benar jatuh pada pria ini.

"Maaf buat kamu berada di posisi yang sulit." melepas tangan Diandra, tangan Gava naik meraih sisi wajah perempuan itu. "Mudah buat aku bilang untuk kamu nggak usah pikirin semua itu, aku tahu itu sulit buat kamu. Tapi Diandra, boleh aku egois? Kasih aku kesempatan untuk masuk kedalam hidup kamu.

Kalau aku gagal --dalam menjaga kamu, kamu boleh lakuin apapun yang kamu mau."

Diandra merangsek masuk kedalam dekapan Gava. Dia pun sama ingin egois. Mengabaikan segala pikiran buruknya dan memprioritaskan hatinya. Jujur dia ingin mencoba.

"Sebenernya apa yang kamu lihat dari aku, Gava?"

"Kamu." jawab Gava singkat. "Dan semua mimpi yang datang, seolah memberitahu jika kamu memang jodoh aku."

Falling for Weird BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang