- 2.7 -

56 4 4
                                    

Vampir bertubuh kurus itu sedang duduk di atas bangunan megah milik Jess. Matanya tertuju pada bintang-bintang kecil di atas sana. Tangannya terus memegang erat kalung pemberian namja kecil itu beberapa abad lalu.

"Kamu di sini."

Aquila menoleh ke arah Corvus dan menghela nafas pelan, dia menyimpan kembali kalung itu sebelum menatap langit malam itu lagi.

"Kalian berdua sama saja," ucap Corvus setelah berdiri di samping Aquila.

"Jangan samakan aku dengan Orion, dia masih terikat dengan masa lalunya."

"Dan menurutmu kamu sudah terlepas dari masa lalumu sendiri?"

Aquila terdiam, dia mengeraskan rahangnya sambil memegang kalung itu kembali.

"Kamu belum tau cerita di balik kalung ini?" tanya Aquila sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Pernahkan kamu menceritakannya?"

Aquila terkekeh, "Aku tidak mengerti pemikiran manusia. Salah satu dari mereka berkata kepada ku, ambil saja semua darahku, aku tidak apa-apa. Kemudian dia mengkhianatiku. Tapi anak itu, di akhir kehidupannya pun, dia berusaha menyelamatkanku."

Corvus mengalihkan tatapannya pada Aquila dan tidak berniat untuk menanggapi cerita vampir itu.

"Pertanyaan ini selalu ada dalam kepalaku, apakah manusia pantas diampuni? Hanya karena satu kebaikan saja, apakah mereka pantas diampuni?" tanya Aquila sambil menatap Corvus dengan tatapan yang tidak dapat dijelaskan.

Corvus menghela nafas lalu kembali menatap langit gelap malam itu. Hening menyelimuti keduanya hingga Corvus bersuara.

"Kamu tidak bisa memukul rata bahwa seluruh kaum manusia itu bersalah."

Aquila tersenyum kecil sambil menatap langit malam itu, "Benarkah?"

"Seharusnya kamu tahu sejak pertemuanmu dengan anak itu."

Aquila menatap kalung itu dengan tulisan 'Daniel' yang terukir di sana. Dia mengecup pelan kalung tersebut dan menutup matanya.

"Aku merindukannya."

Corvus menatap sekilas pada Aquila lalu berjalan meninggalkan vampir itu sendiri di tengah malam.

Lyra menatap Corvus dengan tatapan khawatir, yeoja itu sudah memerhatikan mereka sedari tadi, tetapi dia tidak berani menginterupsi mereka berdua.

"Apakah Quily memikirkan rencana aneh-aneh lagi?" tanya Lyra.

"Pikirannya tidak bisa ditebak," jawab Corvus setelah mengendikkan bahunya. Pandangannya kembali melirik pada vampir yang entah sedang melakukan apa di tepi puncak gedung itu.

Lyra hanya bergumam kecil sebagai balasan.

"Biarkan saja," ucap Orion yang sedari tadi memerhatikan mereka.

"Perasaan itu susah dihilangkan," ucapnya sambil beranjak dari tempatnya.

Corvus menatap kepergian Orion dari sana, helaan nafas kembali dia hembuskan dari mulutnya. Entah berapa kali dia akan menghela nafas malam ini.

Lyra kembali menatap Corvus dan memberanikan dirinya untuk memberikan tepukan-tepukan pelan pada pundak lebar namja itu.

Pandangan Corvus kini tertuju kepada Lyra yang juga menatapnya. Menyadari sesuatu, dahinya kini mengerut.

"Kenapa kamu ke sini?"

"U-uh, a-aku hanya i-ingin melihat... B-bintang!"

"Kamu tidak pintar berbohong."

Second Sight || Markson (DISCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang