Part 2

2.3K 296 1
                                    

"Shim Jaeyun, ini bayaranmu"

Seorang pria yang lebih tua dari Jake menyerahkan sebuah amplop putih kepadanya. Dengan senyum simpul dia menerimanya.

"Terima kasih, Kak"

"Sama sama"

Jake kembali dengan kesibukan sebelumnya yaitu mengikat tali sepatunya.

"Apa kau masih bekerja paruh waktu ?"

Jake mendongak.

"Hu um"

"Berhenti dan jadilah model saja. Aku pernah bilang akan membantumu"

Jake selesai dengan sepatunya. Dia lantas berdiri dan mengambil tas ranselnya lalu memanggulnya di sebelah bahunya. Jake tersenyum manis sebelum menanggapi ucapan pria itu.

"Tidak kak. Kau tau aku tidak begitu menyukai sorotan kamera. Ini pun aku lakukan karena butuh tambahan uang saja"

Pria itu menghembuskan nafas pasrah.

"Aku pulang ya kak. Terima kasih untuk hari ini. Kalau butuh bantuan panggil saja aku, dengan senang hati aku membantu. Dengan bayaran pastinya"

Jake tertawa yang juga di balas dengan tawa pelan lawan bicaranya.

"Iya, aku yang berterima kasih padamu, Jaeyun"

"Hm, aku pulang ya. Bye Kak"

Jake pun meninggalkan tempat itu bergegas menuju rumahnya.

——

Jake, begitulah panggilannya. Nama lengkapnya Shim Jaeyun. Lalu dari mana nama panggilan itu ? Itu semua berasal dari sang ibu yang punya darah Australia.

Dulu saat kedua orang tuanya bercerai Jake tinggal bersama ibunya di Australia. Saat itu usianya belum genap satu tahun. Namun begitu usianya tujuh tahun, ibunya dengan kejam —begitulah setidaknya yang dipikirkan Jake— menyerahkannya pada sang ayah yang tinggal di Korea. Jake bahkan tak mengenal ayah kandungnya bagaimana wanita itu bisa menyerahkannya untuk tinggal dengan ayahnya. Tapi kini dia bersyukur, karena ayahnya adalah orang yang begitu hangat dan begitu menyayanginya, tak seperti ibunya yang banyak mengatur dan memarahinya, terkadang juga memukulnya bahkan di usianya yang masih sangat kecil.

Jake memiliki postur tubuh yang tergolong cukup tinggi, 176 sepertinya. Entahlah Jake sudah lama tak mengukurnya. Wajahnya bisa dibilang tampan, rahang yang tajam, bola mata berwarna coklat gelap, kulit yang tak begitu putih selayaknya Asian, aksen Australia yang dia dapat dari sang ibu melekat padanya dengan freckles di kedua pipinya, tak lupa rambut hitam legam serta senyum lebar khasnya. Figur luar biasa ciptaan Tuhan.

Bukan itu saja, dia sosok yang hangat, selalu positif, baik hati, sopan, pandai dalam beberapa olahraga. Jangan lupa soal akademik, nilainya selalu sempurna. Bahkan dia mendapat beasiswa untuk masuk salah satu universitas terbaik di negara itu.

Jake tinggal bersama sang ayah dalam sebuah apartemen kecil dengan dua kamar yang mereka sewa saat Jake masuk SMA. Ayahnya hanya bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah perusahaan. Untuk itulah, Jake bekerja paruh waktu untuk mendapat tambahan uang saku dan juga membantu kehidupannya dengan sang ayah. Meski begitu, Jake selalu bersyukur dan bangga pada sosok yang pernah tak dia kenali itu. Dia bahagia memiliki ayahnya hingga Jake lupa kemana ibunya sekarang. Jake tidak peduli.

Jake baru keluar kamarnya dengan menenteng tas ranselnya. Sang ayah sibuk menata sarapan di atas meja. Hanya sarapan sederhana, semangkuk nasi dan omelet.

"Hei Nak, duduk dan makanlah sarapanmu"

"Baik Yah"

Jake duduk di salah satu kursi di meja makan lalu mulai memakan sarapannya. Tak lama Tuan Shim ikut duduk bersamanya.

Just A Little BitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang