Part 10

1.6K 227 5
                                    

Heeseung benar-benar menjemput Jake dan mengajaknya ke perpustakaan kota. Keduanya duduk di salah satu sudut yang sedikit sepi tepat di dekat jendela. Heeseung mulai sibuk dengan tugas-tugasnya. Dia sibuk mencari buku-buku untuk tugasnya.

Sedangkan Jake hanya duduk diam melihat Heeseung yang sibuk dengan kegiatannya. Jake sebenarnya sama sekali tidak tertarik dengan perpustakaan. Baginya sangat membosankan berada di tempat penuh buku itu. Selama ini jika dia butuh buku untuk tugasnya dia akn meminjam Jay karena sahabatnya satu itu selalu punya buku-buku bisnis yang mereka butuhkan untuk kuliah. Kalaupun terpaksa harus datang ke perpustakaan, itu hanya untuk mengerjakan tugas kelompok.

Tapi hari ini berbeda. Kali ini Heeseung yang mengajaknya tentu dia tidak akan menolak. Sekalipun dia tidak menyukainya, dia bisa berdamai dengan hal itu selama itu Heeseung.

Dua jam berlalu dan Heeseung masih berkutat dengan tugas-tugasnya. Sesekali dia meregangkan tubuhnya yang terasa kaku akibat duduk terlalu lama. Heeseung kembali melihat laptopnya yang menunjukkan tugasnya yang masih dalam proses. Pandangnya tiba-tiba tertuju pada sosok di hadapannya yang entah sejak kapan telah tertidur bertumpu pada kedua lengannya. Heeseung menggeser laptopnya agar lebih leluasa memperhatikan Jake yang tertidur.

Entah mengapa wajah Jake yang tertidur terlihat begitu damai. Heeseung menyingkirkan rambut panjang yang menutupi wajah Jake. Heeseung mulai memandangi satu persatu fitur di wajah pria di depannya. Rahangnya tegas, dengan kulit putih. Bulu matanya tak terlalu lentik, hidungnya mancung, dan bibirnya tebal dengan warna merah alami. Bintik kecoklatan yang samar di pipinya semakin melengkapi wajah campuran milik Jake.

Tanpa sadar Heeseung mengulas senyuman. Tak lama dia ikut meletakkan kepalanya di atas kedua lengannya. Atensinya terpusat pada sosok tampan yang masih tertidur dengan damai. Orang yang berlalu lalang sama sekali tak mengusik dirinya. Peduli apa dia dengan orang di sekitar jika pemandangan di depannya begitu indah. Biarkan Heeseung menikmati keindahan ini untuk sesaat sembari merenungi keajaiban yang mampu mengubahnya begitu banyak hingga seperti ini.

——

Heeseung mengantar Jake pulang setelah tadi mengajaknya makan malam terlebih dahulu. Mobil Heeseung berhenti di depan gedung apartemen.

"Terima kasih kak. Maaf aku tidak membantu apapun"

"Hm. Itu juga aku yang minta jadi tidak perlu minta maaf"

"Baiklah. Aku turun ya. Kabari aku jika sudah sampai"

"Hm"

Jake lantas keluar dari mobil Heeseung dab bergegas menuju gedung apartemennya.

Heeseung terus memperhatikan Jake hingga atensi berhenti pada seseorang yang tiba-tiba saja menyapa Jake. Mata Heeseung memicing melihat Jake yang nampak akrab dengan seorang pria asing yang tak Heeseung kenal. Heeseung terus memperhatikan keduanya berbicara satu sama lain.

——

Jake keluar dari mobil Heeseung. Namun, atensinya menemukan seseorang yang familiar tengah berdiri di depan mobil SUV hitam. Jake pun bergegas menghampiri orang itu.

"Sunghoon ? Apa yang kau lakukan disini ?"

Pria itu, Sunghoon, tersenyum kala mendapati Jake ada di depannya.

"Aku menunggumu"

"Menungguku ? Kenapa tidak hubungi aku dulu ?"

"Aku sudah telfon kau dari sejam lalu tapi kau tidak mengangkatnya"

"Benarkah ? Ah, mungkin baterai ponselku habis. Maaf ya. Sudah lama ?"

"Tidak. Baru setengah jam"

"Itu lama"

"Tidak. Jika itu untuk menunggumu. Aku pernah menunggu lebih lama dari ini"

Jake terkesiap mendengar kalimat terakhir Sunghoon.

"Kenapa harus diingatkan"

Jake cemberut. Hal itu justru membuat Sunghoon tersenyum senang.

"Maaf ya"

Sunghoon mengusak rambut Jake perlahan.

"Lalu mau apa kau kemari ?"

"Ah, iya. Tunggu"

Sunghoon mengambil sebuah tas belanja yang tertulis logo dari brand kenamaan.

"Ini. Untukmu. Aku tidak tahu akan bertemu denganmu. Sebenarnya aku baru saja kembali dari Amerika sehari sebelum bertemu denganmu. Aku ingin memberimu sesuatu tapi oleh oleh yang kubawa sudah habis. Jadi aku belikan ini"

Jake menerima tas yang diberikan oleh Sunghoon. Dia mencoba melihat ke dalam tas itu. Sebuah jaket denim keluaran terbaru terlihat cantik disana.

"Hoon, ini mahalkan ? Harusnya kau tidak perlu membelikan aku sesuatu"

Sunghoon tersenyum tipis.

"Aku tidak tahu kalau kau masih ingat panggilan itu"

Mata Jake membola saat menyadari apa yang dia ucapkan tadi. Panggilan itu adalah panggilan yang dia berikan pada Sunghoon dulu. Dan dia kembali memanggilnya dengan panggilan itu.

"Ah, aku tidak sadar kalau aku memanggilmu begitu. Maaf"

Jake tertunduk lesu.

Sunghoon yang melihatnya tersenyum gemas. Alhasil dia pun mengusak rambut Jake hingga terlihat sedikit berantakan.

"Sunghoon, hentikan. Kenapa kau suka sekali membuat rambutku berantakan"

"Habisnya kau lucu Jake. Aku justru senang kau panggil begitu tidak perlu meminta maaf"

"Em. Begitu. Syukurlah"

"Hm. Sudah malam. Masuklah. Sampai jumpa lain waktu"

"Hm iya"

Sunghoon pun masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan daerah tempat tinggal Jake.

Di lain sisi. Heeseung terus memperhatikan Jake dan pria asing itu. Sesekali Heeseung akan memicingkan matanya. Rasanya ada yang bergejolak dalam dirinya. Terlebih ketika dia melihat pria asing itu mengusak rambut Jake. Bukan hamya sekali, bahkan dua kali.

Heeseung merasakan tubuhnya memanas. Hatinya tak tenang. Genggaman tangannya pada setir mobil semakin mengerat. Heeseung merasa aneh pada dirinya. Dia tidak suka melihat Jake bersama pria asing itu.

Heeseung menghembuskan nafas kasar sebelum melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu. Terlalu lama disana membuatnya muak. Rasanya dia ingin menghampiri Jake dan menariknya pergi dari tempat itu. Tapi dia tidak punya hak apapun untuk melakukannya. Dan kenyataan itu membuatnya kesal. Kenyataan bahwa dirinya cemburu dan tidak bisa melakukan apapun membuatnya benar-benar muak.

——

San 🐨

Just A Little BitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang