Part 26

1.4K 180 7
                                    

Musim gugur mengubah seisi kota menjadi warna coklat kejinggaan. Dahan dahan yang mulai ditinggal daunnya, tetap berdiri kokoh menanti pergantian musim selanjutnya.

Tepat dua belas hari —Jake yang menghitungnya— Heeseung dan Jake menjalin hubungan. Banyak yang berubah di antara mereka. Jake jadi lebih sering tersipu malu jika berdekatan dengan Heeseung. Meskipun sifatnya yang Jay bilang gila itu masih ada. Tidak apa, yang penting Heeseung menyukainya.

Heeseung juga tak kalah berubah. Dia jadi suka melontarkan kata-kata manis. Dia jadi sering tersenyum, tapi hanya untuk Jake. Dia juga jadi sering menghubungi Jake, atau bisa dibilang setiap hari dia akan menghubungi Jake. Entah sekedar pesan singkat atau panggilan hingga panggilan video, yang sebenarnya dulu dia lakukan sebutuhnya. Atau mungkin sekarang masih sama, tapi untuk Jake pengecualian. Tentu, kan dia kekasihnya. Perlakuannya harus spesial.

Ah, masih ingatkah soal Karina. Setelah hari mereka meresmikan hubungan mereka, Heeseung menghubunginya. Heeseung memberitahukannya pada Karina dan Karina pun senang mendengarnya. Beberapa hari setelahnya, Heeseung mengajak Jake bertemu dengan Karina dan menceritakan semua hal yang terjadi sebelumnya. Jake malu karena sudah salah paham. Namun, Karina maklum dengan hal itu dan justru mengejek kebodohan Heeseung. Keesokan paginya Karina pulang ke Amerika untuk mengurus beberapa hal sebelum dia menetap di Korea.

Oke. Mari kembali ke pasangan baru itu.

Heeseung kini juga berubah menjadi supir pribadi bagi Jake. Pastinya supir spesial. Heeseung akan datang menjemput Jake dan mengantarnya pulang. Hanya saat Jake masuk kerja siang saja dia tidak dijemput oleh Heeseung karena kekasihnya itu harus kuliah.

Seperti pagi ini, Heeseung datang menjemput Jake untuk berangkat kuliah. Dia sudah rapi berdiri di depan mobilnya. Dia mengenakan turtleneck hitam dengan celana berwarna senada, dan coat berwarna abu-abu, tidak lupa sneaker bernuansa hitam. Dan seperti biasa, dia tampan. Jangan ragukan soal itu.

Jake yang menerima pesan bahwa kekasihnya itu sudah di bawah pun bergegas turun. Dengan sedikit berlari, Jake keluar dari kamarnya dan segera turun ke bawah. Bahkan tadi kakinya sempat menabrak meja di ruang makan. Walau sakit tapi Jake tidak peduli, yang penting adalah dia ingin segera menemui Heeseung. Dia tidak ingin Heeseung menunggu terlalu lama.

Jake hari ini mengenakan kaos abu-abu gelap dengan jaket boomber dan celana jeans berwarna hitam serta converse baru yang dia beli dua bulan lalu dari uang hasil kerjanya.
Jake menuruni tangga terakhir gedung apartemennya. Dia berlari keluar gedung dan menemukan Heeseung telah menunggunya. Senyum Heeseung seketika mengembang saat melihat Jake yang tengah berjalan ke arahnya. Jake pun membalas senyuman Heeseung dan bergegas menghampirinya.

Nafas Jake agak terengah setelah adegan lari-larinya dari lantai tiga tempat tinggalnya.

"Kenapa kau lari ?"

Tanya Heeseung setelah melihat Jake yang nampak terengah.

"Aku tidak ingin membuatmu menunggu"

"Tidak perlu buru-buru. Aku bisa menunggumu. Lama juga tidak apa-apa"

Ujar Heeseung sembari tersenyum manis.

Oke. Jake bernafas.

Argh, tidak bisa. Senyum Heeseung terlalu indah. Dia selalu tersihir oleh senyum indah itu hingga dia akan selalu diam tertegun saat melihat senyum indah milik Heeseung. Semenjak berpacaran dengan Heeseung, Jake selalu kehilangan arah. Dia sering kali tertegun atau menahan nafasnya, jantungnya berdetak lebih cepat dan panas yang berlebihan karena malu.

Oh ayolah Jake, ini baru...tunggu...ah dua belas hari. Bagaimana dengan satu bulan ke depan ?

Entahlah, Jake tidak tahu apakah dia masih bisa bertahan untuk hari-hari selanjutnya. Mungkin dia perlahan akan melebur dan menguap di udara jika terus terusan melihat dan mendengar hal manis dari Heeseung. Tuhan, tolong Jake untuk bertahan.

Just A Little BitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang