AKSEN 18 | TERPURUK

1.1K 104 213
                                    

gak bosan bosan aku bilang maaf, karena gak bisa update lebih cepet.

aku orangnya memang gak bisa ngetik secepet itu, pren, maaf, yaa :(

yang ngerasa lupa alur dan lain lain bisa baca ulang dari awal. Karena banyak clue yang aku sebar di setiap chapternya mengungkap siapa pelaku dibalik ini semua.

tolong jangan latah, bawa-bawa ke RL dan bawa nama tokoh lain ke ceritaku. 

"Papa mau kamu harus bisa jadi kayak Papa, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Papa mau kamu harus bisa jadi kayak Papa, ya."

"Jangan malu sama kemampuan kamu. Tunjukin sama dunia, kalau kamu anak laki-laki Papa yang pantas untuk dapat prestasi."

Aksen kecil hanya mengangguk-angguk paham. Tangan kokoh milik Papanya, masih terulur dan menangkup wajah Aksen. Pria tua tadi mengulas senyum membuat Aksen kecil juga tersenyum karena dukungan Papa, sosok idola bagi dirinya untuk berlatih di dunia Sastra.

"Kita latihan mulai dari intonasi ya," jelas Herman bersiap dengan selembar kertas di tangannya.

"Kalau di pidato semangat kebangsaan, kamu harus tegas dan semangat di saat berpidato mulai. Usahakan juga, wajah kamu tertuju ke audiens. Paham Aksen?"

Aksen kecil mengangguk mendengarkan Papanya yang masih memberikan contoh berpidato secara benar dan tepat. Baiklah, Aksen kecil kira, ini bisa lumayan ia tirukan. Dan benar saja, beberapa bulan berlatih, Aksen sudah bisa menguasi teknik-teknik berpidato secara benar. Herman bangga, karena sejak SD, Aksen sudah bisa berlatih seperti ini.

"Kamu harus bisa raih juara sekolah dulu di SD, ya. Buat Mama sama Papa bangga!" 

Aksen kecil yang masih polos itu, sudah bisa menunjukkan bakatnya di bidang Sastra, salah satunya berpidato dan berhasil mendapatkan juara satu tingkat SD.

Beranjak SMP, Aksen mulai lebih giat menekuni kesukaannya ini, bahkan dengan bantuan Herman, Aksen bisa tahu segala hal, karena Papa adalah dosen di kampus favorit.

"Pa, ada lomba Pidato di Klub Pidato SMA Ganesha. Pelaksanaannya masih lama, tapi bisa daftar sekarang."

Aksen yang sudah beranjak SMA itu, memutuskan untuk bergabung di Klub Pidato. Karena baginya, wawasan dan bakat seperti ini, harus terus dilatih dan diasah. Herman selalu memberi semangat dan mendorong Aksen untuk berlatih sebelum Lomba Pidato tingkat SMA dimulai.

Mendekati lomba pidato tingkat SMA akan diselenggarakan, Papa berpamitan dengan segala koper dan baju yang rapi. Aksen saat itu benar-benar lelah karena selalu berlatih setiap hari. Ia hanya butuh dorongan dan motivasi lagi dari Papa, idolanya. Namun, melihat Papa yang hendak pergi, membuat Aksen kebingungan.

AKSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang