AKSEN 39 | SIAPA PELAKUNYA?

593 66 15
                                    

Siapapun yang sudah membaca aksen dan mencintai karya-karyaku yang lain, aku berterimakasih kepada kalian, membawaku sejauh ini dalam perjalan <3

sebutin yuk, kelebihan cerita aksen menurut kalian?

jangan lupa vote komennyaa! happy reading <3

jangan lupa vote komennyaa! happy reading <3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa pendaftaran masih dibuka?"

Pak Tri selaku pembina Klub Pidato, langsung terkejut dan berubah ekspresinya dalam sedetik saat sadar bahwa pria yang ada di balik pintu adalah Aksen Millian Grady, siswa yang dulu pernah ia bimbing bahkan pernah ia kandidatkan sebagai peserta lomba Pidato tingkat kota. Namun, secara tiba-tiba, dia mengundurkan diri.

"Ada apa kamu ke sini, Aksen? Masih belum puas setahun yang lalu?" sindir Pak Tri mencoba mengontrol emosinya, namun sepertinya gagal saat terbayang bagaimana pedih dan pusingnya beliau harus mencari siswa lagi pengganti Aksen.

Namun, ia juga bingung tahun ini diadakan lagi lomba bahkan lebih tinggi tingkatannya. Ia tak kunjung punya kandidat.

Tenggorokan Mira tercekat. Ia sangat terkejut tatkala tahu Aksen mendaftarkan diri masuk Klub Pidato? Tunggu dulu. Ini pasti mimpi. Mira menepuk pelan pipinya, namun malah terasa sakit.

"Aduh," erangnya mengelus pipi. Ternyata ini bukan mimpi.

"Sa-saya minta maaf, Pak. Saya cuma mau daftar klub pidato lagi."

Cukup hening. Tak ada siapapun yang berani menyahut. Tapi tatapan mata Aksen tak bisa berbohong. Cowok itu menatap Asmirandah yang berdekatan dengan Wira Cryano Putra, lalu kembali fokus pada Pak Tri, dan begitu seterusnya.

"Masuk. Klub Pidato akan selalu terbuka buat siapapun yang mau memperbaiki kesalahannya," titah Pak Tri mempersilakan Aksen masuk ke dalam membuat anak cewek meringis akan ketampanan seorang Aksen yang belum luntur.

Arah pandang Aksen menangkap seorang perempuan yang sedari tadi menatapnya lekat. Begitu mereka membuat kontak mata, cewek itu juga yang membuang muka terlebih dahulu darinya. Aksen merasa sekarang dunia seperti terbalik. 

Mira yang menjadi dingin, dan dirinya yang terus mengejar maaf dari Mira.

Aksen duduk di kursi belakang saat Pak Tri mulai menjelaskan. Jujur, ia tidak mendengarkan sama sekali apa yang guru tua itu jelaskan. Ia tidak perlu untuk mendengarkan penjelasan Pak Tri masalah pengaturan napas dalam membaca Pidato. Toh, materi itu semua masih ada di benaknya sampai sekarang.

Mengingat tujuannya ke sini hanya satu. Membuat Mira memaafkannya. Pandangannya ditekuk oleh Wira yang sedang sibuk mengajari Mira membaca pidato dengan cara improvisasi. Berulang kali cewek itu tidak bisa, bahkan suaranya terdengar melengking di telinga. Ah, payah.

Jujur, ia merasa tidak nyaman dengan kedekatan Wira dan Mira yang selalu menempel. Tapi, anehnya, ia banyak menatap kedekatan mereka berdua bahkan sangat lama.

AKSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang