Kembali Hidup

272 43 14
                                    

Bumi menarik koper biru berukuran sedang miliknya. Hari ini dia sudah memutuskan untuk tinggal di asrama yang di siapkan oleh Alan untuk setiap siswa yang ingin belajar mandiri. Keputusan ini Bumi ambil karena tekadnya untuk bisa hidup lebih sederhana. Mengingat, dia tidak bisa bergantung pada siapapun. Walau sebenarnya dia masih memiliki kakek dan nenek. Akan tetapi, Bumi lebih memilih untuk hidup dengan usahanya sendiri.

Semenjak bekerja paruh waktu, pikiran Bumi menjadi semakin terbuka. Pemuda itu menjadi lebih dewasa. Pribadinya juga berubah sedikit demi sedikit. Bumi bahkan memikirkan banyak hal. Salah satunya tentang bagaimana dia harus bisa mengelola keuangannya untuk bisa melanjutkan pendidikannya di masa depan. Untuk itu, Bumi memilih menyewakan apartementnya dan tinggal di asrama.

Kunci kamar no 301 sudah ada di tangan kanannya. Tanpa kesulitan yang berarti, Bumi berhasil menemukan kamar yang akan dia tempati. Kalau dia lihat dari luar, tampaknya kamar asrama itu begitu luas. Pantas saja jika satu kamar asrama bisa di isi oleh dua orang.

"Kayaknya gue nggak kebagian kamar yang single, deh," ucap Bumi seraya merapikan rambutnya.

"Semoga aja temen kamar gue nggak nyebelin." Bumi mengangguk-angguk. "Eh kalo nyebelin pun gampang, sih, tinggal tampol urusan kelar,'kan?" kali ini senyuman miring yang tercipta.

Setelah sibuk bermonolog ria. Bumi mulai memasukan kunci kamarnya. Bunyi khas kunci yang diputar pun terdengar. Tangan kanannya mulai menggenggam gagang pintu lalu membukanya secara perlahan.

"Assalamu'alaikum," ucap Bumi mencoba ramah karena takut orang yang akan menjadi teman sekamarnya ada di dalam.

"Wa'alaikumussalam," suara yang terdengar terasa lebih dari satu orang. Mendengar hal itu Bumi refleks menatap isi kamarnya guna memastikan bahwa telinganya masih berfungsi dengan baik.

Bumi menatap dua orang yang sibuk diranjang masing – masing dengan tatapan aneh sekaligus bingung. Ini gue nggak salah liat,'kan?

"Jadi temen se kamar kita itu elo?"

Bumi tetap diam. Namun, tatapannya terus tertuju pada seorang pemuda yang tengah memakai hoodie berwarna hitam. Pemuda itu tak lain adalah Mileano, teman sekelasnya.

"Iya, ini gue. Gua baru tau kalo satu kamar bisa di isi tiga orang." Bumi menjawab dengan santai. Matanya melirik ke arah Arjuna yang sama sekali tak terusik bahkan tak mengalihkan pandangan dari buku yang ada ditangannya.

Ile beranjak dari ranjang. Pemuda itu mendekati Bumi. "Welcome, semoga lo betah di sini," ucap Ile seraya menepuk pundak Bumi.

Alis Bumi terangkat. Tingkah Ile yang berubah ramah membuat batinnya bertanya-tanya. Ni anak kepalanya abis kepentok ya?

"Gue mau ambil makanan. Lo pada mau, 'kan?"

Kebingungan Bumi teralihkan. Suara ramah Ile membuat Bumi kembali menatap teman sekamarnya. Mileano terlihat tersenyum. Senyuman ramah yang hampir tak pernah Bumi lihat membuatnya kembali terpaku.

"Gue bakalan bawa sesuai selera lo pada. Gue pergi. Assalamu'alaikum." Tanpa mendapat jawaban Ile pun segera berpamitan. Sepertinya Ile sangat mengetahui arti diamnya Arjuna dan Bumi.

Bumi mengembuskan nafas. Dia baru sadar sudah menahan nafas cukup lama karena fokus melihat ke arah Ile. Mile benar-benar pergi. Pemuda itu dengan sopan menutup pintu kamar mereka.

Kali ini Bumi memutar tubuhnya. Dia sedikit terkejut karena Arjuna sudah berdiri. Dalam beberapa detik, mereka berdua hanya saling tatap. Mulut keduanya seakan terkunci rapat.

"Tempat tidur lo yang ujung. Lo bisa beresin semua barang lo ke dalem lemari samping tempat tidur lo." akhirnya Arjuna bersuara. Dia sengaja memberi perintah sedetail mungkin, supaya Bumi tidak perlu bertanya lagi. Pasalnya, Juna adalah orang yang malas berbicara jika tidak penting.

Bad Boy and Silent Princess [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang