Ghaitsa Almaira

295 46 7
                                    

Hiruk pikuk menjelang senja diluar sana mengambil alih atensi seorang pemuda tampan dengan kaos oversize berwarna putih. Pemuda itu menggerakkan tangan kirinya guna membenarkan posisi kacamata yang dia kenakan. Senja itu selalu indah dan menyenangkan. Akan tetapi, itu hanya berlaku bagi sebagian orang. Arjuna? Tentu saja pemuda itu tak pernah merasa bisa menjadi bagian dari sebagian orang penikmat senja.

"Kak Arjuna," panggil seorang gadis yang namanya sudah terekam jelas dalam ingatan.

"Hmm."

"Kakak yang pesen Ice Classic Chocolate sama Croffle Saus Salted Caramel?" Alma, gadis baik hati dengan senyuman indah mencoba memastikan pesanan yang dia bawa adalah milik dari kakak tingkatnya yang asik duduk sendiri dipojok dekat dengan jendela.

"Hmm."

Alma mengerjapkan mata. Respon Juna diluar dugaan. Disaat seseorang dengan wajarnya menjawab ya atau tidak. Kakak tingkanya ini hanya berdehem tanpa melihat kearahnya.

"Aku taruh sini, ya, kak." Alma melettakkan pesanan Juna dengan hati-hati. Arjuna nampaknya tak menolak. Itu berarti makanan dan minuman yang Alma bawa benar-benar milik Juna.

"Thanks," walau terkesan kaku dan diam seperti batu. Ternyata Arjuna masih menghargai pekerjaan Alma. Anak sulung dari Alan dan Ara itu mengucapkan terimakasih tepat sebelum Alma beranjak untuk meninggalkannya.

Setelah kepergian Alma dengan disertai balasan ramah. Juna menatap Ice Classic Chocolate  dengan Croffle Saus Salted Caramel tanpa gairah. Makanan dan minuman yang terhidang begitu lezat disertai wangi enak yang menguar tak cukup mampu menggugah selera makan seorang Arjuna. Pasalnya, tujuan dia datang kemari bukanlah untuk melakukan metime melainkan, ada hal lain yang tiba-tiba saja ingin dia lakukan.

Juna melirik jam tangan yang dia kenakan. Dia masih harus menunggu enam puluh menit untuk bisa bertukar pikiran dengan seseorang yang terus saja berjalan tanpa henti di pikirannya.

"Semoga enam puluh menit ini berlalu secepat enam puluh detik," ujar Juna tak sadar diri. Sehingga merasa seperti seorang pengendali waktu.

***

Senyuman indah dan perasaan tak percaya masih membayangi Alma. Gadis itu terus saja memikirkan keputusan tiba-tiba yang diberikan oleh bosnya yang tak lain adalah ayah dari Naladhipa Ardalova Dirgantara. Kepulangannya yang dipercepat tidak hanya membuat Alma merasa bingung, Bumi yang baru saja datang pun kebingungan.

Akan tetapi, dua orang yang akhrinya akrab karena keadaan hanya bisa mencoba untuk memaklumi. Toh yang mengambil keputusan adalah si pemilik Kafe. Itu berarti semuanya sudah melewati pertimbangan yang cukup matang. Selain itu, Dodi memanglah dikenal sebagai bos baik hati, pengertian, serta loyal terhadap para pegawainya. Itu lah mengapa, karyawan di kafe Dirgantara seringkali mendapat kejutan yang tak terduga.

"Ehemz."

Bola mata Alma melebar. Deheman dari seseorang yang tiba-tiba saja terdengar ditengah kesibukannya melangkah di bahu jalan. Membuatnya terkejut serta refleks menggenggam botol spray yang berisi air cabai.

Itu suara siapa? Batinnya bertanya-tanya.

Walau merasa takut. Alam tetap memberanikan diri untuk membalikkan tubuhnya. Dia juga sudah bersiap untuk memberikan semprotan cabai jika saja orang yang ada dibelakangnya benar-benar seorang penjahat.

"Kyaaaaa!"

"Stop!"

Arjuna segera menutup tangan kanan Alma yang akan digunakan untuk menyemprot dirinya. Untung saja Juna memiliki gerak refleks yang cepat. Jika tidak, tentu saja matanya akan perih dan wajahnya akan terasa panas.

Bad Boy and Silent Princess [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang