Planing

381 62 110
                                    

Aruna tengah berdiri di samping lapangan basket. Walau masih terbilang sangat pagi. Aruna dan panitia yang lain sudah berkumpul untuk menyiapkan segala persiapan di hari ke dua.

Hari ini akan di adakan lomba untuk semi final dan final. Dimana, besok, semua pemenang akan diumumkan. Selain itu acara festival seni dan olahraga akan di tutup dengan  berbagai acara menarik. Seperti, Bazar, Tari-tarian dan juga pementasan drama.

"Setelah hari ini, kayaknya lo bakalan makin terkenal."

Aruna menoleh. Saat melihat Arjuna sudah berada di sampingnya, tatapannya langsung terlihat begitu kebingungan. "Kenapa tiba-tiba ngomong langsung?"

"Lagi males buat telepati."

Tawa indah Runa mengudara. Juna ini memang aneh. Sudah tau dia pemalas tapi sok sok an bicara langsung seperti ini.

"Dih, kayaknya rasa males lo itu makin parah ya."

"Hn."

Lihat baru di sindir sedikit saja, Juna sudah kembali malas membuka mulut. Merasa aneh Runa kembali melirik Juna. Respon negatif dari Juna membuat dia bertanya-tanya. Sebenarnya ada apa dengan saudara kembarnya ini?

"Lo mau ngomong apa?"

"Ini tentang Bumi."

"Kenapa sama tu anak? Lo diganggu sama dia?"

Arjuna menggeleng. Sebelum menjawab dia memilih duduk dan menyelonjorkan kakinya. Runa pun ikut duduk seraya menyelonjorkan kakinya.

"Btw, boleh nyender?" tanya Runa. Dia mengerjapkan mata. Wajah Runa terlihat sedikit pucat.

"hn."

Walau Juna tetap dengan respon anehnya, Runa tetap mengembangakan senyuman. Setidaknya kali ini Juna tidak menolak. Segera, dia menyandarkan kepalanya pada bahu kokoh milik Arjuna.

Hening yang tercipta beberapa saat membuat air mata Runa mengalir begitu saja. Arjuna, kembarannya sudah semakin besar, bahunya juga kokoh. Tapi di balik tubuh yang terlihat sehat ini. Juna sangatlah rapuh.

"Gue bolehin lo nyender bukan buat nangis." Juna memalingkan wajah. Walau Runa menangis dalam diam. Dia tetap tau bahwa Runa tengah menangisi dirinya.

"Siapa yang nangis!" Runa mengelak. Dengan tangan kirinya dia mencoba menghapus air mata yang sempat menetes.

"Lo pikir, lo bisa bohong di depan gue?"

"Iya deh, maap. Jadi kenapa sama si Bumi?"

"Dia bilang lo harus nemuin dia sore ini. Di taman deket sekolah."

Runa mengangkat kepalanya. Matanya memicing, dia terus saja menatap Juna. Berusaha mencari kebohongan yang sedang disembunyikan oleh kembarannya.

"Lo gak mungkin tiba-tiba deket sama Bumi, 'kan? Lo di ancem?"

Juna balas menatap Runa. Tatapannya terlihat cukup serius. "Enggak. Gue cuma nyampein amanah aja. Dateng atau enggak itu terserah lo."

Arjuna berdiri. Dia memasukan tangan kanannya pada saku almamater abu-abu miliknya. Dengan gerakan perlahan Juna mulai berjalan menjauh dari Aruna.

Runa terus saja melihat Arjuna. Walau hanya dari belakang Arjuna tetap terlihat begitu tampan dan mempesona. Kali ini Runa akui Juna adalah duplikat dari bapak Arsalan Virendra Shafwan yang terhormat.

Aruna yang terus saja menatap Arjuna dari  belakang, tampak tak bisa menyembunyikan senyuman indahnya. Kepalanya menggeleng pelan. "Wah, ternyata Juna bisa keren juga. Abi, Umi dan yang lain kalau liat Juna kayak gini pasti seneng banget."

Bad Boy and Silent Princess [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang