Di Antar Pulang

111 29 5
                                    

Suasana kantin rumah sakit selepas maghrib tidaklah terlalu ramai. Ke empat remaja berbeda lawan jenis duduk saling berhadap - hadapan. Mereka memutuskan untuk makan bersama di kantin setelah menunaikan ibadah shalat maghrib tadi.

Sesampainya di kantin, Aruna memberikan pilihan. Dimana, Bumi, Nala dan Ile menyetujui keinginan Aruna untuk makan bakso karena sedari sore tadi hujan turun tak kunjung reda.

Langit seolah menangis. Ia memberikan banyak tetes air hujan pada Bumi malam ini. Membuat udara menjadi dingin, hingga banyak anak manusia memilih untuk tetap berada di rumah masing - masing.

"Minumnya kalian mau apa?" tanya Nala, gadis cantik itu mengajukan diri untuk memesan bakso 'Mang Ujang' sedangkan yang lain tinggal duduk diam saja.

"Es jeruk," jawab Runa cepat.

"Samain aja, deh."

"Samain aja, deh."

Dua pemuda tampan yang duduk bersebelahan itu sama - sama menoleh setelah mengucapkan kata yang bersamaan.

"Ciie, Ile sama Bumi bisa samaan gitu." Nala tersenyum mengejek.

"Nggak sengaja."

"Nggak sengaja."

Lagi - lagi Ile dan Bumi mengatakan hal yang sama. Mereka berdua sama - sama melirik tidak suka.

"Hahaha, samaan lagi." Nala semakin tertawa tanpa dosa. Dia tidak menyadari bahwa beberapa orang tengah menatapnya.

"La, udah, deh. Cepet, pesen aja bakso sama minumnya," tegur Aruna pelan.

Nala hanya mengangguk. Ia segera pergi menemui mamang penjual bakso. Setelah selesai memesan, Nala pun kembali. Ia menempati kursi yang bersebelahan dengan Runa.

"Bumi, kenapa, sih, elo rahasiain tentang bokap lo yang dokter dari kita?" Ditengah hening, pertanyaan yang Nala ajukan membuat Runa dan Ile ikut menatap Bumi.

Bumi yang ditatap seperti itu mencoba biasa saja. Lagipula dia sudah menduga tentang ini. Entah itu Nala, Ile ataupun Runa mereka pasti penasaran dengan alasan dirinya yang menutup rapat cerita mengenai orang tuanya.

"Sebenernya, gue dateng ke Indonesia karena lagi ada sedikit masalah sama bokap. Gue sama dia udah lama nggak komunikasi. Gue juga udah lama nggak minta duit dari bokap. Makanya gue milih buat sewain apartemen, kerja part time dan pindah ke asrama."

"Oh, gitu, emang masalahnya apa?" tanya Nala lagi.

"La, kayaknya kita nggak perlu, deh cari tau masalah orang." Runa yang menjawab. Ia sengaja menatap Nala, semoga saja Nala mengerti dengan kode dari Aruna.

"Eh, iya, jangan dijawab Bumi. Sori. Gue terlalu kepoan orangnya." Nala menampilkan senyum bersalahnya. Hampir saja dia membuka luka lama orang lain.

"Iya, no problem. Tapi maaf juga, gue belum bisa cerita banyak hal." Tiba - tiba saja Bumi merasa bersalah karena merasa belum bisa menjadi sahabat yang berbagi banyak hal.

"Nggak perlu minta maaf. Karena nggak semua masalah harus diceritain. Lo juga butuh privasi." Tatapan Bumi beralih pada Ile. Meskipun mereka terkadang sering bertengkar. Sikap tenang, dan mudah menerima yang Ile punya seringkali membuat Bumi kagum. Apalagi Mileano bukanlah sosok pendendam. Ia tetap mau bersahabat dengan Bumi meskipun sering kali dijaili oleh Nala dan juga Bumi.

"Makasih udah mau ngertiin gue." Bumi tersenyum hangat.

"Kembali kasih," jawab Nala penuh semangat.

"Kalo gitu kapan bokap lu ke Indonesia?" lagi - lagi Nala bertanya. Jiwa keponya tak kunjung padam.

Bad Boy and Silent Princess [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang