Insiden

501 81 161
                                    

Bumi menyalakan lampu apartemen miliknya. Setelah ruangan ini menyala, Bumi langsung merebahkan tubuhnya pada sofa berwarna cokelat.

Kejadian di mal tadi masih terus membuat dirinya berpikir. Sebenarnya apa yang sudah dia lakukan? Mengapa seorang Bumi bisa bertingkah aneh hanya untuk melihat Aruna?

Ya, Bumi akui, Aruna memang cantik, bukan hanya cantik, ada banyak hal spesial yang membuat semua siswa SMU Virendra mengidolakan dirinya.

Aruna, gadis pemilik julukan Silent Princess ini telah mencuri banyak perhatian. Bahkan kendali akan tubuhnya pun seakan ikut tercuri.

Tetapi, mengapa bisa? Mengapa Bumi bisa melakukan hal-hal yang tak bisa di logika kan? Selama ini Bumi sudah biasa di idolakan oleh banyak gadis. Bahkan selama di Jerman ada banyak gadis yang dengan sukarela menyerahkan tubuhnya pada Bumi. Namun anehnya, Bumi tetap merasa tak tertarik, tubuh dan pikirannya secara kompak menolak mereka.

Tapi sosok Aruna ini berbeda. Bumi tidak bisa menjabarkan rasa yang sekarang tengah dia rasakan. Entah perasaan macam apa yang kini bersarang dihatinya. Satu hal yang pasti. Suara Aruna di hari itu selalu terngiang. Cara Aruna menjelaskan. Cara Aruna memimpin rapat. Cara Aruna menatapnya. Bumi merasa pernah melihat itu. Tapi ... dimana?

"Aarghh!" Bumi memegang kepalanya yang kembali terasa sakit. Dengan cepat dia berdiri, Bumi harus meminum obat miliknya.

"Sial! Abis, lagi, obatnya." Bumi mengumpat. Mau tidak mau dia harus kembali keluar apartemen. Jika tidak, sudah di pastikan malam ini Bumi tidak akan bisa tidur dengan nyenyak.

Mengambil jaket. Bumi memutuskan untuk memesan taksi online. Dia tidak mungkin membawa motor, yang ada, bukannya mendapat obat, Bumi malah harus masuk ke dalam rumah sakit.

Yang pasti Bumi tidak mungkin membiarkan hal itu terjadi, karena rumah sakit adalah tempat yang paling dia hindari setelah hari itu.

***

Aruna, Arjuna, Nala dan Ile baru pulang dari mal. Ke empat sekawan ini berniat untuk mampir ke sebuah panti asuhan terlebih dahulu.

Namun, niat mereka harus tertunda karena Arjuna tiba-tiba saja kesakitan. Melihat Juna kesakitan, Runa, Nala dan Ile dengan cepat mencari obat milik Juna. Tapi sayang ketiganya tidak menemukan obat itu.

"Juna, bawa obat satunya gak?" tanya Runa terlihat jelas saudari kembarnya ini begitu mencemaskan dirinya.

Arjuna menggeleng pelan. Jika sedang kambuh begini dia tidak bisa melakukan apapun, sakit ini membuat pergerakkannya begitu terbatas.

"Nala sama Ile tolong jaga Juna ya. Runa bakalan ke apotek bentar." Nala dan Ile mengangguk.

Runa langsung bergegas pergi, dia berjalan sambil menelpon nomer Alan. Dalam hati Runa berharap semoga Abinya tidak sedang dalam keadaan sibuk.

Langkah Runa semakin dekat dengan apotek. "Assalammualaikum Abi," ucap Runa setelah sambungan telponnya terhubung.

"Wa'alaikumussalam. Juna kambuh lagi?"

Aruna tidak terkejut dengan respon Alan. Dia malah mengangguk, walau Aruna tau Alan tidak bisa melihat anggukkannya.

"Sudah di depan apoteker?"

"Sudah abi."

"Ingat, Runa jangan panik. Abi tau Runa juga sedang merasa sakit. Abi harap Runa kuat, kekuatan Runa sangat membantu Juna. Aruna paham sayang?"

"Iya Abi."

"Berikan telponnya pada apoteker."

Runa melaksanakan perintah Alan dengan patuh. Saat Alan sibuk menyebutkan obat yang Juna butuhkan, Runa terus saja beristighfar, dia juga terus mengatur pernapasannya. Ya Allah, Runa mohon, tolong beri Juna kekuatan.

Bumi, lelaki yang sengaja bersembunyi karena kehadiran Aruna terus menatap Runa. Tingkah Runa yang terlihat menahan sakit membuat banyak pertanyaan bermunculan. Apa Aruna sakit? Tapi dia sakit apa? Kenapa obat yang dia beli banyak sekali?

Bumi semakin merapatkan tubuhnya pada rak berisi obat-obatan. Dia melihat Aruna tersenyum kecil lalu gadis berjilbab abu-abu itu menghilang di balik pintu.

Disisi lain, Nala dan Ile berusaha melakukan pertolongan pertama. Juna sengaja di sandarkan pada dinding. Nala dengan cekatan membuka pakaian Juna supaya Juna lebih bisa bernapas.

"Juna, jangan panik. Semua pasti baik-baik aja." Nala memberi semangat. Bibirnya bergetar, tak sekali dua kali dia melihat Juna seperti ini. Tetapi, Nala tetap merasa sakit. Dia berbalik guna menahan tangisannya.

Ile tau Nala sedang sedih, dia berusaha membuat Juna tidak memikirkan hal lain selain dirinya. Jadi, Ile sengaja menyembunyikan Nala di balik punggungnya. Karena jika Juna melihat Nala atau Runa menangis, pemuda tampan ini akan merasa sangat bersalah.

"Juna, jangan banyak gerak. Abi pasti lagi ngirim ambulans. Bentar lagi Runa pasti bawa obat buat lo." Ile berusaha keras menahan pergerakan Juna.

Mata gelap milik Arjuna berusaha menatap Ile. "Gu-" ucapan Juna terhenti.

"Gak usah bilang apapun. Gue yakin lo kuat, Juna." Mileano kembali mengingatkan Arjuna akan kekuatan tubuhnya. Tatapan Ile terhenti pada bekas luka di dada milik Juna. Luka itu adalah saksi bisu atas perjuangan Arjuna selama ini.

"Arjuna," suara Runa terdengar bagai angin yang menenangkan jiwa. Ile yang sedari tadi menahan napas akhirnya bisa mengembuskan napas lega.

Runa mendekat. Dengan cepat dia mengeluarkan obat yang harus Juna minum. Juna sebenarnya sudah bosan meminum obat-obatan itu tapi rasa sakit ini terasa lebih menyakitkan dari yang sebelumnya pernah Juna rasakan.

Juna selesai meminum obatnya. Nala juga sudah berhenti menangis. Kini Nala berjongkok di sebelah Runa. "Semoga Juna baik-baik aja, ya." Runa menatap Nala, dia mengangguk kecil.

"Abi udah kirim ambulans, 'kan?" Ile bertanya. Dia menatap Aruna yang langsung mengangguk.

"Bentar lagi ambulansnya nyampek," jawaban Aruna sedikit mendatangkan rasa lega di hati Ile dan Nala.

Namun, Ile merasa ada yang aneh. Jika sudah meminum obat biasanya Juna akan sedikit memiliki tenaga tapi kenapa ...

"Arjunaa!"

Pekikan kaget yang terlontar dari mulut Ile membuat Runa dan Nala serempak menatap Ile. "Kenapa Le?" tanya Runa khawatir.

"Kayaknya, Juna kena henti jantung. Dia gak gerak, jantungnya juga melemah." Ile memberitahu, dia tadi sempat memeriksa detak jantung Juna

"Kita lakuin CPR," usul Runa cepat.

Tanpa pikir panjang Ile di bantu oleh Aruna dan Nala mencoba membaringkan Juna dengan hati-hati. Selanjutnya, Ile melakukan tekhnik CPR untuk membantu membuat jantung Juna kembali berdetak.

Usaha Ile berhasil, Juna terlihat berusaha untuk membuka matanya. Namun, tubuhnya terasa begitu lemas, Juna rasa semuanya kembali terlihat gelap bersamaan dengan suara ambulans yang berhasil menyeruak masuk kedalam gendang telinganya.

***

Hmm Juna ku, semoga kamu baik baik aja 😭

Maap ya aku up malem-malem

Selamat beristirahat

Semoga suka 😊



Bad Boy and Silent Princess [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang