Sebuah Senyuman

464 71 139
                                    

Arjuna masih berada di kamarnya. Niatnya, hari ini, ia ingin bertanya pada Alan untuk mencari tahu hal-hal yang menyangkut tentang Bumi. Namun, setelah dia pulang dengan mengendap-endap. Sakit itu tiba-tiba menyerang. Juna mengurungkan niatnya untuk beberapa saat.

"Assalamu'alaikum. Juna."

Arjuna segera menatap ke arah pintu. Itu suara Aruna. Dia harus terlihat baik-baik saja. Aruna tidak boleh tau kondisi dirinya.

"Wa'alaikumussalam. Ada apa?"

Runa menutup pintu lebih dulu. Setelah mendekat, dia berdiri sambil bersedekap dada di samping Arjuna.

"Elo sakit lagi. Lupa minum obat?"

Juna menatap Runa sebentar. Hampir saja dia lupa. Dia tidak akan pernah bisa menyembunyikan rasa sakit di depan Aruna.

"Iya, tadi sempet sakit. Sekarang udah baikan. Gue juga udah minum obat. Plis, jangan kasih tau Umi. Umi gak boleh tau." Juna memohon. Dia mengatupkan tangannya sambil berekspresi sedih.

"Lain kali jangan di ulang. Kebiasaan banget, sih. Selalu harus di ingetin. Alarm lo mati?"

Juna melirik jam tangan yang tadi terkena air. Gara-gara itu, Alarm untuk meminum obat ikut mati. Juna jadi terlena, hingga lupa minum obat.

"Iya, tadi gak sengaja kena aer."

"Ya ampun. Harusnya lo bilang ke gue." Runa mengambil jam tangan milik Juna. Memeriksanya sebentar, siapa tau masih bisa diperbaiki.

"Ini kayanya rusak parah, deh. Nanti gue bilang Umi buat beli baru. Sekarang, lo pake ini dulu. Udah gue setting." Runa menyerahkan jam miliknya yang berwarna merah muda.

"Enggak ah. Masa gue pake pink!" Juna langsung menolak.

"Yaelah, bentaran doang. Cuma buat di rumah aja. Gak usah gengsi. Di sini gak ada cewek selain gue sama Umi."

"Bukan gitu."

"Kalo gitu, enggak usah nolak."

Baiklah, Juna memilih mengambil jam milik Runa. Dia tidak mau memperpanjang masalah.

"Abi udah pulang?"

"Kenapa?"

"Gue mau ngomong sama Abi."

"Yaudah, tunggu sini. Nanti gue bilang ke Abi." Runa berjalan ke arah pintu. Sebelum benar-benar keluar dari kamar Juna. Runa kembali memperingati saudara kembarnya. "Inget! Jangan berani gerak buat ke luar!"

Juna mengangguk dengan cepat. Lagipula, tubuhnya memang terasa lemah. Kali ini ia tidak akan membantah.

***

Alan menutup pintu secara perlahan. Pria paruh baya itu membawa sebuah tab. Tadi setelah Aruna mengatakan bahwa Juna ingin berbicara dengannya. Alan langsung pergi ke kamar Juna. Dia juga membawa stetoskop.

Alan duduk di tepi ranjang. Ditatapnya wajah tampan yang sibuk terlelap. Dengan penuh kasih sayang, Alan mengusap kepala Arjuna. Arjuna merasa terusik, pemuda itu membuka kedua matanya.

"Abi."

"Runa tadi bilang kamu mau ketemu Abi." Alan segera menggunakan stetoskop yang dia bawa. Dia memeriksa keadaan Arjuna. Detak jantung Juna masih terdengar tidak beraturan.

"Juna ngerasa sakit?" tanya Alan setelah menyelesaikan pemeriksaan singkatnya.

"Enggak kok. Tadi sempet sakit, sih. Tapi sekarang Juna baik-baik aja." Arjuna berusaha untuk duduk. Alan dengan cekatan memberikan bantal pada punggung Juna. Supaya putranya merasa nyaman.

Bad Boy and Silent Princess [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang