Kesedihan

549 76 191
                                    

Runa memasuki kelas dengan wajah datar. Tatapan matanya benar-benar suram. Seolah tak ada lagi cahaya kehidupan yang terpancar. 

Mengabaikan setiap orang yang terang-terangan menatapnya, Aruna langsung menaruh tasnya di atas kursi. Dia mendudukkan diri, lalu menaruh kepalanya di atas lipatan tangan yang dia buat. Aruna, hari ini terlihat seperti orang yang tak ingin hidup.

Selang beberapa saat Ile dan Nala memasuki kelas. Keduanya juga tak banyak bicara, hal langka seperti ini membuat semua orang sibuk menerka sesuatu. Sebenarnya ada apa dengan mereka?

"Oyy! What's up gengs!" Bumi datang membawa kehebohan. Dia melempar tasnya begitu saja kemudian duduk di atas meja. Bumi menaikan sebelah alisnya lantas memandang Gavin, Gama dan Bryan yang tetap diam.

"Lo bertiga kenapa? Tumben pada diem."

Bukannya mendapat respon dari tiga teman barunya. Bumi malah mendenger suara Nala memerintah dirinya untuk duduk dengan benar.

"Bumi turun! Meja itu fungsinya buat nulis! Kalo lo mau duduk, di kursi!" 

Seakan mengerti dengan suasana bak kuburin ini. Bumi langsung menurut, dia mendudukkan diri dan ikut diam bersama temannya yang lain. Dalam hati Bumi menggerutu Kenapa gue nurut? Kenapa gue jadi peduli sama orang lain? Bukannya, gue gak punya hati?

***

Siang ini, kantin SMU Virendra tidak begitu ramai. Ada banyak sekali perubahan di kantin SMU Virendra selama Alan yang menjadi ketua yayasan menggantikan Roy. 

Alan memberikan beberapa peraturan ketat di sekolah ini, salah satunya tidak di perbolehkan adanya kegiatan jual beli selama waktu adzan dan shalat. Jadi, saat adzan berkumandang seluruh siswa yang beragama islam akan berbondong bondong datang ke masjid.

Bumi melirik jam tangannya. Segera setelah melihat waktu dzuhur akan tiba, Bumi meminum es teh manis miliknya. Dia melirik Gavin, Bryan dan Gama. "Gue mau bolos shalat, lo pada mau ikut gak?" tanya Bumi kemudian.

"Shalat itu tiang agama. Walau kita bukan termasuk siswa rajin, tapi shalat itu penting." Gavin menasihati Bumi. Bumi yang mendengarnya langsung terbahak.

"Vin, gue gak salah denger? Kita ini bad boy, masa iya mau aja nurutin peraturan. Mana peraturan sekolah ini aneh lagi." Bumi berpendapat. Dia mengembuskan napas, merasa kesal dan terkekang selama bersekolah di SMU Virendra.

"Awalnya kita juga kesel. Tapi shalat berjemaah bikin tenang. Cobain geh." Bryan menatap Bumi berusaha meyakinkan Bumi untuk tidak membolos.

Bumi tersenyum miring. Dia tidak pernah menyangka tiga teman barunya ini percaya dengan hal yang bersifat agamis seperti ini. "Gak deh. Kalo lo bertiga mau sok alim. Gue gak akan ikut." Bumi berdiri. Dia kembali tersenyum miring sembari menggelengkan kepalanya pelan.

Saat satu langkah berhasil Bumi ambil, suara adzan berkumandang. Semua siswa bergegas pergi ke masjid dan musholla yang ada di arena sekolah. 

Langkah Bumi reflek terhenti, tubuhnya seakan mematung. Dia terus saja melihat Aruna, Nala dan Ile yang serempak menatap dirinya dengan tatapan penuh intimidasi. Hari ini untuk pertama kalinya, Bumi merasa seperti seekor domba yang dikepung oleh tiga serigala. Sialan! Mau gak mau gue harus ke masjid.

Bumi langsung membalikkan tubuhnya, dengan tampang yang di hiasi cengiran sok polos Bumi merangkul Gavin dan Gama. "Yok, kita ke masjid. Hidup shalat berjemaah!" katanya penuh semangat. 

Gavin dan Gama tak merespon. Lain hal dengan Bryan, dia meledek Bumi dengan tersenyum miring. Tak mau memperkeruh suasana, Bumi dengan cepat menyeret Gavin, Gama dan Bryan. Saat ini dia hanya ingin secepatnya kabur dari Aruna.

Bad Boy and Silent Princess [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang