Berantem

507 78 245
                                    

Arjuna masih berbaring di ranjang rumah sakit. Sudah tiga hari dirinya tidak masuk sekolah. Selama hampir dua tahun sekolah di SMU Virendra, Juna tidak memiliki teman selain Aruna kembarannya serta Nala dan Ile. Itu sebabnya, walau tiga hari ini dirinya tidak masuk sekolah, tidak ada satu pun teman yang menjenguknya. 

Terlebih lagi, Juna tau pasti alasan yang di berikan oleh Alan perihal keabsenan dirinya, tidak jauh dari perlombaan fiktif. Dan payahnya lagi, teman sekelasnya yang notabennya kebanyakan anak pintar selalu percaya akan hal itu. 

Itulah sebabnya, penyamaran Arjuna dengan tampilan nerd serta sakit yang dia derita tidak di ketahui oleh siapapun.

Atensi Arjuna beralih pada pintu yang terbuka. Juna tersenyum manis seraya menatap tiga wanita cantik kesayangannya. Sepertinya mereka bertiga sengaja datang untuk menjenguknya. 

"Umi, Mommy, Mami," ucap Juna dengan nada yang dibuat ceria. Ketiga wanita itu menghela napas lalu mengukir senyuman hangat.

Juna terus saja menatap Ara, Aletta dan Seila yang sudah memasuki ruangannya. Aletta dan Seila masih mengenakan jas kebanggaannya. Juna rasa kedua ibunya itu sengaja menyempatkan diri untuk makan siang bersama dengannya.

"Selamat siang ganteng," sapa Aletta dengan senyuman khasnya setelah sampai di samping brankar Juna.

"Selamat siang Mommy cantik. Kayaknya Mommy sama Mami sengaja kesini, ya."

"Iya, kita berdua mau makan siang sama kamu. Eh, Umi kamu mau ikutan juga. Katanya, takut kamu kita culik," jawab Seila seraya melirik Ara yang baru selesai menyiapkan makanan untuk Juna.

Merasa di jadikan bahan gunjingan, Ara mendekat.  Dia mengambil kursi, lalu mendudukan diri di sebelah Juna. Umi cantiknya Juna ini bersiap untuk menyuapi putra kesayangannya. 

"Arjuna ini kan terlalu ganteng. Jadi, bawaannya takut mulu. Apalagi kalian suka banget nyulik anak gue se enaknya." Ara membalas ucapan Seila. 

Seila dan Aletta yang mendengarnya langsung tertawa. Pasalnya, mereka berdua sangat menyayangi Arjuna. Itu sebabnya, keduanya sering kali mengajak Juna jalan keluar rumah walau tau Juna itu memiliki tingkat kemageran yang luar biasa.

"Itu sebabnya Ra, karena Juna terlalu ganteng, lebih baik dia gak di biarin keluar sendirian. Gue gak sanggup liat ada cewek yang nempelin Juna." Aletta tertawa riang, dia mengacak rambut Juna dengan gemas.

"Bener banget. Gue juga gak mau Juna di tempelin cewek. Tadinya sih, gue pengin Nala yang nempelin Juna. Tapi anak gadis gue itu demennya nempelin Ile mulu." Seila terlihat kesal. Ara tetap anteng dan setia mendengarkan curhatan ibu-ibu dokter ini. Walau diam, tangan Ara tetep sibuk menyuapi Juna.

"Hahaha, Iya, ih. Nala sama Ile udah kayak Alan sama Ara waktu muda. Tapi mereka versi gengsiannya. Soalnya anak cowok gue itu suka sok-sokan gak mau di tempelin sama Nala. Padahal, aslinya sayang." Aletta sempat sempatnya tertawa lagi. Dia bahkan tidak segan menjelek-jelekan Mileano, putra semata wayangnya.

"Eh, gue malah seneng, sih, liat Ile gengsian dan sok jual mahal gitu." Seila bertambah semangat. Sepertinya perjodohan antara Nala dan Ile akan terjadi.

"Loh kok malah seneng? Lo gak kasian liat muka cemberut Nala, Sei?" tanya Ara setelah dari tadi dia hanya menjadi pendengar saja.

"Gue kasian, tapi gue juga gemes sama Nala. Dia sama Ile sama aja, sama-sama gengsian. Padahal nih udah jelas kalo anak gue suka sama Ile. Kalian bisa liat sendiri, 'kan." Semuanya mengangguk setuju.

Juna tersenyum tipis. Sembari menguyah makanan, dia terus saja mendengar ocehan dari ketiga ibunya. Ya, walau ibu kandungnya hanya satu. Sedari kecil, dirinya, Runa, Nala, Ile juga Raga sudah terbiasa menganggap orang tua sahabatnya adalah orang tua mereka sendiri.

Bad Boy and Silent Princess [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang