Tentang Aruna

833 102 246
                                    

Bumi, Gavin, Bryan, dan Gama tengah memperhatikan Runa, Juna, Ile dan Nala. Mereka semua sedang berada di kantin SMU Virendra.

Gavin memulai penjelasannya. "Dia, Aruna Virendra Saviera. Putri tunggal dari Dokter Arsalan Virendra Shafwan pemilik SMU Virendra ini. Runa itu spesial, gak banyak orang yang bisa denger dia ngomong."

Bumi menaikan sebelah alisnya. "Maksudnya?"

"Liat, dari tadi apa lo liat mulutnya Runa ngebuka?" Tanya Gavin sambil terus menatap Runa.

Bumi menggeleng. "Enggak."

"Runa itu cuma mau buka mulut karena hal-hal yang menurut dia penting aja. Kalo lo gak penting, Runa gak akan notice lo."

Bumi semakin menatap Runa intens. Penjelasan Gavin langsung membuat Bumi menjadi penasaran. Dia juga semakin merasa tertantang.

Bumi tersenyum miring. "Cukup menarik. Gue pastiin, mobil baru lo itu bakal jadi milik gue."

Gavin terkekeh pelan. "Okey, kita liat aja. Apa lo bisa semudah itu bikin Aruna berubah."

"Bukan Bumi namanya, kalo gak bisa bikin cewek jatuh cinta dalam sekali lirik." Bumi tersenyum misterius. Dia berjalan memasuki kantin, di ikuti oleh Gavin, Bryan, dan Gama.

***

"Gue kadang gak ngerti deh, kenapa bakso mang Ujang ini, bisa enak banget." Nala sempat-sempatnya berkomentar padahal bakso dalam mulutnya belum tertelan habis.

Ile menyahut dengan kesal. "Kalo makan itu tutup mulut. Gak usah banyak omong. Keselek baru tau rasa, lu."

Nala buru-buru menelan habis bakso yang ada di dalam mulutnya, dia mengambil air mineral kemudian meminumnya dengan rakus.

Setelah merapikan rambutnya, Nala kembali berbicara, "Cewek itu punya mulut buat ngomong. Lagian, gue suka, tuh. Jadi, gak usah comment wahai netijen yang budiman."

Juna dan Runa masih bergeming. Keduanya terlihat begitu tak acuh dengan keributan yang dibuat oleh Nala dan Ile.

"A-aruna, i-ini a-ada ti-tipan bu-buat ka-kamu." Seorang lelaki yang berpenampilan hampir sama seperti Juna tiba-tiba saja datang seraya membawa sebuah kotak. Dia berdiri dua meter di belakang Runa. Dia juga begitu terbata-bata dalam berbicara.

Nala dan Ile reflek berhenti bertengkar. Mereka berdua serempak memperhatikan siswa yang sibuk menunduk dengan tubuh yang bergetar.

Nala bangkit dari duduknya. Dia mendekati siswa yang masih terus berdiri dengan tubuh yang semakin gemetaran. "Sans aja, Yon. Kita bukan orang jahat kok. Eh iya, Dion, lo bisa pergi sekarang. Bawa sekalian tuh kotak isi petasan dari si mak lampir."

Dion dengan cepat menatap Nala. "Ka-kalo gu-gue di-diapa ap-pain gi-gimana?"

"Ya, hajar aja lah! Lagian, lo itu cowok! Masa iya takut sama cewek!" Ile yang menjawab dengan cepat, ia terlihat sangat gemas dengan tingkah Dion.

"Tap—" Dion langsung berhenti bicara saat tak sengaja melihat Runa dan Juna menatapnya intens.

"Gue gak akan takut sama Sasha!" Dion berucap tegas. Dia menegakkan badan, lalu berjalan tanpa rasa takut.

Juna dan Runa tersenyum tipis.

"Gak ngerti lagi gue. Kenapa hampir semua orang yang lo berdua tatap, langsung berubah drastis. Mata lo pada ada sihirnya, ya?" Ile menggeleng tak habis pikir. Dia menatap Runa dan Juna, tangan milik Ile ingin membuka kacamata yang Juna pakai. Namun, Ile lebih dulu mendapat pelototan tajam dari Juna.

Bad Boy and Silent Princess [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang