Pembuktian

339 57 69
                                    

Alan baru saja kembali dari Dirgantara Kafe bersama dengan Aruna dan Arjuna. Setelah berbincang sebentar dengan Ara dan kedua anaknya di ruang keluarga. Alan memilih memasuki kamar serta membiarkan Ara kembali mengobrol dengan Runa dan Juna.

Alan membuka pintu kamar pribadi miliknya. Langkah kakinya segera tertuju pada figura foto yang menampilkan formasi lengkap persahabatan antara dirinya, Ara, Aletta, Alex, Rega, Caca, Seila dan Dodi. Tatapan mata Alan berubah sendu pikirannya kembali melayang pada hal tak terduga yang harus dia terima di saat yang tidak tepat.

Alan tersenyum seraya menggelengkan kepala. Jokes yang dimiliki oleh Roy dan Reyhan tetap tidak berubah. Kedua laki-laki hebat yang sudah membesarkan dirinya terlihat tidak lagi muda namun tetap menolak tua. Roy dan Reyhan tetap bersahabat, bahkan dengan sengaja keduanya pindah ke Bandung dan membiarkan Alan dan Ara mewaris rumah mereka yang ada di Jakarta.

Perbincangan hangat kembali terjadi. Namun, suara dering telpon Alan menginterupsi. Alan segera mengambil ponselnya dan bergerak menjauh guna mengangkat telpon dari orang yang tak di kenal.

"Assalamu'alaikum. Halo, ini siapa?" Alan memulai pembicaraan.

"Wa'alaikumussalam. Alan lo masih inget gue?"

Alan mengerjapkan mata. Suara ini, suara dari seseorang yang sudah lama dia rindukan."Re-rega. Ini bener-bener lo?"

"Iya, Lan. Ini gue, Regantara Putra Maheswara sahabat lo." Rega menjawab dari sebrang sana. Suaranya terdengar menyimpan rindu, sama seperti Alan.

"Lo kemana aja, Ga? Kenapa baru nelpon sekarang? Lo nggak lagi tinggal di mars atau bulan,'kan? Lo punya hp,'kan? Jerman masih satu bumi sama gue, 'kan?" Alan tak bisa menahan diri. Begitu banyak pertanyaan yang sudah dia pendam untuk Rega. Hingga, ayah dua anak yang biasanya mageran menjadi begitu cerewet.

Di Jerman, Rega malah terkekeh, Alan yang cerewet seperti ini akan terlihat lucu jika dilihat secara langsung. Usai menyeka air mata yang entah kapan mulai menetes, Rega menjawab pertanyaan Alan. "Panjang ceritanya, Lan. Intinya ada hal buruk yang terjadi di hidup gue."

"Sepanjang apapun cerita lo. Gue bakal tetep dengerin semuanya." Alan merespon lagi. Dia sangat ingin tau cerita yang Rega sembunyikan darinya selama bertahun-tahun.

Rega pun mulia bercerita. Semua hal yang selama ini dia rahasiakan akhirnya bisa dia bagi dengan sahabat dekatnya.

"Jadi, Caca sekarang apa kabar?" Alan langsung bertanya tentang Caca. Cerita pilu Rega yang disembunyikan membuat hatinya teriris. Alan merasa tidak bisa menjadi sahabat yang baik untuk Rega dan Caca.

"Dia masih koma. Dia belum bangun-bangun, Lan. Padahal hampir setiap hari gue ngajak dia ngobrol dan bilang kalo gue rindu dia." Alan menarik napas. Diawal percakapan mereka tadi, jiwa seorang ayah yang ingin mendapat bantuan dari sahabatnya guna menyelamatkan putra tunggalnya meronta-ronta. Namun, saat ini Alan menahan itu semua. Dia tidak ingin menambah beban hidup Rega.

"Syafakillah buat Caca. Gue harap dia bakalan cepet sadar dan kita bisa kumpul lagi. Jadi, lo harus tetep semangat, insyaAllah keajaiban itu ada. Oh, ya kabar Raga gimana?"

"Makasih, lan. Gue jadi lebih semangat sekarang. Harusnya dari dulu gue ceritain ini semua sama lo. Gue nyesel karena harus bersikap batu dan hilang arah."

"Udah, nggak usah disesalin. Semuanya udah takdir. Yang penting sekarang lo harus tetep semangat buat Caca dan Raga. Nah, pertanyaan gue belum lo jawab. Raga dimana?"Alan mencoba menenangkan Rega serta menanyakan keberadaan Raga

"Raga ada di Indonesia. Gue sengaja ngirim dia ke Jakarta dan sekolah di SMU Virendra."

"Ha?! Apa lo bilang?! Lo bercanda, ya, Ga?"

Bad Boy and Silent Princess [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang