Bumi Untuk Aruna

207 30 4
                                    

Aruna tengah menghias kamarnya Aruna tengah menghias kamarnya ditemani oleh Nala. Dengan hijab yang tertanggal, gadis cantik itu menggerai rambut hitam panjangnya yang lurus. Ia menggunakan bandana berwarna merah muda. Malam ini, Aruna sengaja mengadakan pesta piyama bersama dengan Nala saja. Kedua gadis yang masih berusias enam belas tahun itu memilih memanjakan diri dengan berpesta piyama. Meski hanya berdua, kehebohan Nala dan Aruna yang disatukan tetap tarasa meriah sekali.

"Runa, Nala kebawah dulu ya. Mau ambil camilan." Nala berpamitan. Dengan piyama biru langit dan rambut yang di kuncir dua. Gadis itu memilih pergi tanpa menunggu sang empu kamar memberikan jawaban.

Tatkala kedua kaki jenjangnya berada di anak tangga terakhir. Nala bisa melihat ada banyak orang di ruang tengah. Orang - orang itu tak lain adalah orang tua mereka, lalu ada Arjuna, Bumi dan juga Ile. Ah iya hampir saja lupa. Kakek dan nenek dari Arjuna dan Aruna pun ikut serta. Empat orang itu datang dari Bandung sejak tiga hari yang lalu.

"Selama malam semuanya. Nala yang cantik mau lewat sebentar," sapaan Nala disertai wajah dan senyum cerahnya membuat semua orang serempak menatap ke arahnya.

"Silakan sayangnya Papi." Dodi yang menjawab. Perwakilan jawaban itu diterima dengan senang hati.

"Okey, Papi."

Nala melanjutkan langkah kakinya. Dia segera melangkah menuju dapur. Di dapur, Nala segera membuka kulkas. Gadis itu mengambil beberapa bungkus camilan lengkap dengan minumannya. Tak lupa juga dengan air putih dingin.

"Pindahan, neng."

"Astagfirullah. Raga! Ngagetin aja, ih!" Nala mengusap dadanya. Bagaimana dia tidak kaget jika Raga tiba - tiba datang lalu menyapa dirinya tepat di telinga kanannya.

"Lagian fokus banget ngambil makanan. Lo gak mau bagi kita apa?" Bumi mengambil satu bungkus snack. Di ikuti oleh Ile. Arjuna pun ikut - ikutan. Tapi yang dia ambil adalah satu minuman kopi.

"Jangan yang ini. Yang ini aja." Nala mengambil alih kopi instan tadi dari tangan Arjuna. Gadis itu menggantinya menggunakan satu kotak susu rasa karamel.

"Hmm, makasih," ucap Juna.

"Sama - sama. Udah, ah, gue mau pergi. Minggir kalian bertiga." Nala dengan sengaja menabrak tubuh Ile dan Bumi.

"Gak mau ajak kita kah buat pesta piyama?" Kali ini Ile yang bersuara.

Nala saja sampai terkejut dibuatnya. "Lo mau ikutan pesta piyama? Yakin? Emang mau pake baju warna pink?"

"Mau aja," jawab Bumi.

"Sama sekali enggak. Gue gak mau lagi pake barang warna pink."Arjuna memilih menolak. Dia sudah muak dengan warna kesukaan kembarannya.

"Warna pink bagus tau Jun. Iya kan Ile?" tanya Bumi meminta persetujuan dari Mileano.

Ile terlihat mengangguk. "Iya, bagus."

"Kalian bucin, makanya bilang bagus." Arjuna menatap Bumi dan Ile dengan terus menggelengkan kepalanya.

"Aih, bucin - bucin. Emang lo paham apa itu bucin?" Bumi menyipitkan matanya. Dia tau bahwa Arjuna anti dengan cinta - cintaan, lalu sekarang entah apa yang membuat pemuda tampan itu mengatakan kata bucin dengan sangat jelas.

"Paham, lah. Gue bukan anak kecil lagi."

"Iya, deh yang bakalan tujuh belas tahun duluan." Ile menyahut lagi.

Nala hanya bisa mengembuskan napas. Dia memilih pergi diam - diam, meninggalkan para pemuda tampan yang terus melanjutkan perdebatan mereka.

Nala sampai, dia menutup pintu. Melihat Nala, Aruna segera bertanya, "kenapa lama La?"

Bad Boy and Silent Princess [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang