Selalu Istimewa

441 67 106
                                    

Setelah Aulian, Aruna dan Alan selesai membahas mengenai acara penutupan festival hari ini. Mereka bertiga memutuskan untuk pergi ke Auditorium. Alan merangkul Aruna. Membuat setiap pasang mata tertuju ke arah mereka. 

Walaupun mereka tau bahwa Alan dan Aruna adalah ayah dan anak. Akan tetapi, masih banyak orang yang sering kali merasa cemburu. Mereka ingin sekali bisa memiliki hubungan sedekat itu dengan ayah mereka. Apalagi, jika ayahnya setampan Alan.

Merasa menjadi pusat perhatian. Alan jadi tebar pesona. Pria paruh baya yang semasa mudanya sangat cuek. Kini, mengalami perubahan yang cukup signifikan. Buktinya saja Alan begitu mudah memberikan senyuman ramah pada setiap orang.

"Abi, harus banget senyum-senyum, gitu?" Runa menegur. Menyorot sebentar pada sang ayah yang memang ada di sampingnya.

"Senyum itu ibadah, sayang," jawab Alan lagi lagi dia tersenyum.

Runa memilih untuk memaklumi tingkah aneh abinya. Kini, fokus Runa kembali pada seorang pemuda yang tak kalah tampan. Dia berjalan di depan dirinya dan Alan. Aulian itu jarang sekali tersenyum. Dia juga tidak pernah mencari perhatian siapapun. Walau begitu, perhatian dari setiap siswi selalu saja terarah pada dirinya.

"Sekarang, kenapa tuan putri abi yang senyum-senyum."

Langkah Runa refleks terhenti. Ejekan yang Alan lontarkan melalui bisikan di telinganya. Membuat Runa sadar akan hal konyol yang sudah dia lakukan. Gadis itu langsung cemberut. Kepalanya tertunduk. Semoga saja hanya Alan yang melihat tingkah konyolnya tadi.

"Ada apa pak?" tanya Aulian. Dia terpaksa kembali, setelah sadar bahwa Runa dan Alan jauh tertinggal.

Sekali lagi. Runa harus terkejut. Sekarang, suara Aulian yang membuatnya terkejut hingga menegakkan tubuh. Runa harap ekspresi wajahnya tidak terlihat aneh.

"Enggak ada apa-apa. Hanya sedikit jokes untuk tuan putri. Mari kita lanjutkan, bukankah para tamu undangan sudah menunggu." Alan tersenyum ramah pada Lian. Lian mengangguk paham. Pemuda itu kembali melangkah.

Kini, Alan kembali melihat ke arah putrinya. Dengan menyebalkannya, ayah dua anak ini mengedipkan sebelah mata. Membuat Runa menggembungkan pipi, menahan jengkel. 

Bukannya minta maaf, Alan malah menikmati wajah kesal dari Runa. Wajah ini sama persis seperti wajah sang pujaan hati. Eh, kenapa Alan jadi rindu Ara ya?

Di saat asik memikirkan Ara. Netra sekelam malam milik Alan terlihat membulat sempurna. Apa-apaan ini, kenapa dia bisa melihat pemuda yang mirip dengan dirinya tengah merangkul orang yang tadi dia fikirkan.

Raut wajah kesal milik Alan begitu kentara. Runa jadi menautkan kedua alisnya. Tau jika dia bertanya tidak akan mendapat jawaban. Runa memilih mengikuti arah pandang Abinya, bukan hanya Alan, akan tetapi hampir setiap orang melihat ke arah yang sama.

"Abi, satu sama," bisik Runa kegirangan.

Alan melirik Runa. Setelah itu dia melihat ke arah Juna dan Ara. Sial. Ketiga orang yang dia sayangi serempak tersenyum miring. Tidak. Ini tidak adil. Masa iya dia di keroyok.

"Abi."

Alan dengan wajah cemberutnya menoleh ke belakang. Dia mendapati Ile dan Nala yang sudah tersenyum begitu manis. Sepertinya mereka berdua sudah kembali berbaikan.

"Abi, kita main fair. Three on Three." Nala berseru senang. Diangguki oleh Ile.

Alan kembali menatap satu persatu orang yang dia sayang. Empat anak manis yang cantik dan tampan, serta seorang istri cantik yang selalu bisa membuat hidupnya semanis lollipop.

Bad Boy and Silent Princess [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang