Sekeping Ingatan

453 65 146
                                    

Siang ini semua siswa dan siswi SMU Virendra terlihat begitu sibuk. Mereka semua sibuk mempersiapkan banyak hal untuk acara festival kesenian dan olahraga. Acara yang cukup bergengsi itu akan di hadiri oleh banyak sekolah di Jakarta selatan.

Aruna duduk sendirian di dekat lapangan basket. Tangannya sibuk melukis, lukisan Aruna semakin indah saja. Walau sekarang cita-citanya adalah menjadi seorang penulis, Runa tetap menekuni dunia lukis yang sudah dia jalani sejak usia lima tahun.

Runa menghentikan gerakan tangannya. Presensi Bumi yang berlari ke arahnya dengan tubuh dipenuhi keringat membuat Runa segera memalingkan wajah. Selain itu, dia juga buru-buru membereskan alat lukisnya. Dia terlalu malas untuk berurusan dengan Bumi.

"Hai Runa."

Terlambat! Bumi sudah keburu tiba. Pemuda itu tetap tersenyum ramah, padahal Runa sama sekali tidak melihat ke arahnya.

"Eh, salah, Assalamu'alaikum Runa." Bumi meralat sapaannya, karena tau jika dia tidak mengucapkan salam, maka Runa tidak akan memberikan respon.

"Wa'alaikumussalam."

Tepat seperti dugaan Bumi. Runa membuka mulutnya guna menjawab salam dari Bumi.

Bumi lagi-lagi menarik seulas senyuman. Dia melirik lukisan yang Runa buat. "Prince and Princess. Gue gak nyangka, kalo cewek dingin dan kaku kayak lo, bisa ngelukis hal romantis kayak gini."

Runa beralih menatap Bumi. Tatapan tajam disertai dengan wajah yang memerah menandakan Runa tak bisa menahan amarah, bahkan mulutnya pun mengeluarkan suara, "Lo ngejek lukisan gue!"

Bumi mengerjap. "Eh, bukan gitu. Lukisan lo gak jelek, cuma aneh."

Runa semakin menatap Bumi dengan murka. "Lo bilang lukisan gue aneh?!"

Bumi mengangguk. Dalam hati dia bersorak karena Runa berhasil dia kerjai.

"Lo kenapa?" tanya Juna setelah mendekat, sedari tadi Juna hanya memperhatikan Runa dan Bumi. Tetapi tingkah Runa yang semakin lama semakin marah membuat Juna mau tidak mau harus menghampiri mereka.

"Bumi. Dia ngejek lukisan gue." Runa menunjuk Bumi, dia sudah berdiri dengan memegang lukisannya.

"Emang lo ngelukis apa?" Juna mencoba mencairkan suasana hati Runa.

Runa tersenyum, dengan cepat dia memperlihatkan hasil lukisannya. "Liat deh, lukisan gue bagus, 'kan?"

Juna dan Bumi serempak melihat lukisan yang Runa pamerkan. "Dih, lukisan aneh gitu, dari mana bagusnya," cibir Bumi tak berperasaan.

Runa memajukan mulutnya, matanya sedikit berkaca-kaca. Dia menoleh, meminta bantuan pada Juna. "Juna. Bumi jahat, dia ngatain lukisan gue jelek." Runa mengadu seraya menarik tangan Juna. Juna yang terlihat begitu malas akhirnya turun tangan.

Juna menatap Bumi, kemudian berujar, "Raga, jangan ejek lukisan Runa. Lukisan dia emang jelek, tapi masih ada bagusnya dikit."

Runa dan Bumi serempak menatap Juna. Mata Juna membelalak, apa yang baru saja dia ucapkan? Kenapa dia malah memanggil Bumi sebagai Raga?

"Maap, gue tadi typo. Maksud gue Bumi. Bumi lo gak seharusnya ngejek lukisan Runa." Juna mencoba meluruskan hal yang dia ucapkan. Entah bagaimana, dia merasa dejavu dengan situasi yang sedang terjadi.

Juna sangat ingat. Dulu sewaktu mereka kecil, Raga pernah mengejek lukisan Runa hingga kembarannya menangis.

Suasana menjadi hening. Runa sibuk mengingat kejadian hari ini, Juna sibuk merutuki kebodohannya. Sedang, Bumi merasa kepalanya pusing. Sepotong memori usang seolah tengah menuntut dirinya.

Bad Boy and Silent Princess [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang