10- Jumin yang Patah Hati (Minhee's p.o.v)

13 2 0
                                    

cr

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

cr. to owner

10. Jumin yang Patah Hati

Jumin meminta izin untuk pergi bertemu Lucy di café, aku tersenyum dan mengangguk mengizinkan. Memberikan kepercayaan kepadanya itu baik.

"Apa tidak apa-apa?" Ia malah bertanya seperti itu

"Sudah tidak usah dipikirkan, kau hanya perlu hati-hati dan harus pulang sebelum jam 10. Jangan lupa jika aku mengirimimu pesan singkat kau harus membalasnya, mengerti?" Pesanku membuatnya mengangguk patuh

Aku menghampirinya sebentar yang sedang memakai sepatu

"Berjanjilah untuk tidak membuatku khawatir" Aku menghadapkan wajahku ke hadapannya

Aku yang hendak menciumnya itu berfikir ulang setelah melihat wajah polosnya tersenyum

Diam Kang Minhee, biarkan ia masih menyimpan ciuman pertamanya hingga menikah’ batinku mengalihkan wajah

Ia tersenyum dan mengiyakan dengan anggukannya.

__”

"Minhee" Jumin menggumamkan namaku
Sengaja aku tidak menyahutnya, ingin mendengar ia menyebutkan namaku lagi

"Minhee, dengarkan aku" Terdengar sedikit kesal karena tidak mendapat sahutan

"Iya ada apa?" Sahutku akhirnya

"Bagaimana jika orang yang kau suka disukai oleh sahabatmu?" Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaannya, sudah bisa kutebak kemana arah pembicaraan kami

"Ada apa ini? Hahaha.. Kutebak Lucy suka dengan Eunsang" Ucapku menahan tawa

“Iya" Nada bicara gadis itu berubah sedih

"Sudah kau denganku saja kubilang" Aku memainkan tangannya yang tergantung di ranjang

"Tidak mau, kau sudah tua" Balasnya

"Apa kau bilang? Makanya jangan menyukai orang yang terkenal" Aku mengeratkan pegangan tanganku padanya

"Minhee" Panggilnya, kurasa ia tidak akan membiarkanku tidur

"Apa lagi?" Jawabku, sejujurnya aku sedikit malas jika membahas Eunsang, tetapi Eunsang adalah kehidupan Jumin

"Apa aku pindah sekolah saja ya?"

"Tidak, tidak akan kuizinkan" Aku menggeleng beberapa kali, khawatir jika ia betulan minta pindah sekolah

"Habisnya aku terlalu payah untuk menyembunyikan kecemburuanku, bagaimana bisa aku tahan melihat sahabatku bersama dengan Eunsang" Jumin Nampak putus asa

Ya Tuhan. Aku harus apa?

"Dengarkan aku ya Jumin, kalau kau tidak mau mengalah, kau yang harus membuat Lucy mengalah, tanpa ada permusuhan diantara kalian" Aku mencoba biara baik-baik dengannya, semoga ia mau mendengarkan

"Entahlah, aku mengantuk" Tuh kan benar, ia tak mau mendengarku

Aku membuang nafas sabar dan berdiri mematikan lampu kamar

"Ya sudah sekarang kita tidur. Besok lagi dibicarakan" Kataku

"Selamat malam"

__”

     Sedang santai menonton acara TV jualan panci tiba-tiba ponselku yang jauh diatas meja kamar berbunyi.

Hehe, kadang aku tidak mendengar kalau ada panggilan masuk jika hanya dengan mode getar,  jadi aku menggunakan lagu trot sebagai nada dering.

“Halo, Minhee tampan disini” Kataku memulai percakapan

“Amit-amit. Untung tidak aku loudspeaker” Balas Jumin tertawa meledek

Aku hanya tertawa mengingat ia hampir selalu me-loudspeaker jika melakukan panggilan

Suara dari seberang berisik sekali, sepertinya sedang pulang sekolah.

“Minhee, sepulang sekolah aku mau belajar bersama dirumah Yeojin”  Kabar Jumin melalui sambungan telepon

“Jangan sampai larut malam” Jawabku mengizinkan

“Baiklah” Kemudian sambungan telepon terputus

Sore ini aku berniat membuat kue ikan.
Tapi karena kehabisan tepung saat mengaduk adonan, terpaksa aku harus keluar untuk beli bahan yang kurang.
Sekalian lah jalan-jalan sore.

18.20

Langit sudah menggelap, sedangkan aku masih mendorong troli belanja dengan banyak isinya berupa bahan masakan dan makanan ringan.

“Wah, mereka sudah mengeluarkan produk baru” Kataku menghampiri salah satu rak, tidak sadar meninggalkan troli begitu saja di tempat orang lewat

“Isinya masih sama 400 gram. Beli tidak ya?” Aku mengangkat kaleng makanan instan itu dan berfikir apakah Jumin akan suka atau tidak

“Beli saja deh”

Ketika hendak memasukkan kaleng ke dalam troli aku baru sadar jika trolinya sudah tidak ada di sebelahku.

“Loh hilang?” Panik

“Sial. Kemana troli itu ya?”
Aku memiliki kebiasaan menaruh serta dompet didalam keranjang belanjaan.
Lalu akupun berjalan keliling mencari troliku.

Jangan sampai hilang.
Jangan sampai hilang.
Jangan sampai hilang.

Sambil berdo’a dan terus berkeliling aku berharap troli berisi belanjaan dan dompetku ketemu.

30 menit mencari. Cukup lelah akhirnya aku berjalan ke arah bapak-bapak keamanan.

“Kang Minhee!”
Terkejut karena ada yang mengenalku dan memanggil namaku, aku takut untuk menoleh.

“Hei bodoh ini aku tahu!”
Gadis itu meninju lengan kananku yang hanya mematung tak bergerak

“Jumin?” Tanyaku

“Siapa lagi memangnya yang mengenalmu? Kau ini bagaimana bisa membiarkan troli belanjaan ini berjalan sendiri?” Tanya Jumin mendorong troli belanjaan yang kucari sampai ngos-ngosan.

Ia berjalan pergi aku yang masih diam berfikir itu mengikutinya.

“Tunggu dulu, Baek Jumin, kenapa kau bisa ada disini?” Tanyaku penasaran

“Aku masih patah hati tahu. Aku butuh jalan-jalan” Jawab Jumin tak menatapku
“Oh ya ampun” Aku menepuk dahi

Lalu kami berjalan tanpa arah sambil melihat sekeliling, kali saja ada yang menarik

“Aku baru tahu kau menyimpan fotoku di dompetmu” Ucap Jumin

“Ah, iya ya.. Hehe, habisnya kau manis di foto itu” Jawabku mengambil dompet dan memasukkannya ke kantung celana

“Seperti itu ternyata wajahku saat dewasa? Tidak ada bedanya dengan sekarang” Tambah Jumin, ia tersenyum tipis

“Kau juga menyimpan fotoku di dompetmu tahu” Kataku, ia menatapku seolah mengatakan ‘Benarkah?’

“Iya kah?”

Aku mengangguk

“Wah, bucin juga ya kita”

__”

no caption

✔️(1) Kang Minhee - Suami dari Masa Depan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang