Bab 24 (lagi-lagi perjodohan)

14 9 0
                                    




Samudra berdiri tepat pada satu tangga sebelum tangga terakhir. Pandangannya mencari anggota keluarganya yang dirindukan. Kakinya kembali melangkah menuju ruang makan. Dilihatnya kedua orang tuanya tengah bersiap untuk makan malam, begitu juga dengan Megha, adik perempuannya.


"Kak, ayo cepat. Udah lapar nih," ucap Megha seraya melambaikan tangan.


MEGHA RAHMA LESMANA. 


itulah namanya. Adik perempuan Samudra sekaligus anak terakhir di keluarga ini. Dia masih duduk di bangku SMP.


"Bunda masak apa?" tanya Samudra seraya duduk di samping Megha.


"Bunda masak buntut kaka," ceplos Megha dengan senyum jahilnya. Alhasil, Samudra melongo di buatnya.


"Sop buntut maksudnya," jelas Alvi, bunda Samudra. Sungguh receh candaan putrinya itu.


Malam ini, suasana kekeluargaan begitu terasa di ruang makan ini. Semua makan sop buntut buatan bunda Alvi yang lezat itu dengan lahap. Selesai makan, Panji, Ayah Samudra meminta semuanya untuk tetap diam di tempat.


"Ada apa sih yah?" tanya Megha antusias.


"Ayah ingin bicara serius dengan kalian." Panji mulai berkata. Menatap dalam semua yang ada.


Panji berusaha mencari kata yang pas untuk setiap kalimatnya. Sedangkan yang lain berusaha menjadi pendengar terbaik. Panji menatap Samudra dan Megha bergantian, kemudian kembali melanjutkan kalimatnya.


"Ayah ingin menjodohkan Sam dengan putri teman ayah," ucap Panji tenang.


"Apa!?" ucap Megha refleks dengan perkataan ayahnya sedangkan  Samudra hanya diam tanpa suara. Sementara Alvi hanya memandang ke arah samudra, menunggu respon anaknya.


"Ayah, Megha gak salah dengar nih? Bunda?" protes Megha dengan hebohnya.


"Jaman apa ini? Tahun berapa  ini? Masih aja ada perjodohan, Megha gak habis pikir, sungguh!" Megha terus saja memprotes tanpa peduli respon Samudra dan kedua orang tuanya.


"Kak Sam yang cowok aja, ayah berani menjodohkan, lalu apa kabar dengan Megha?" Megha seakan lupa tata Krama dan sopan santunnya pada mereka yang ada.


"Megha yakin, ayah faham maksud Megha," ujar Megha dengan senyum sinisnya kemudian berlalu dari ruang makan.


Panji beralih menatap Samudra setelah puas mendapat protes putrinya.


"Samudra kira ayah tau jawabannya, jika Megha sebagai adik saja menolak, sedangkan disini bukan dia yang dimaksud, apalagi Sam," jawab Samudra dengan nada dingin.





"Maaf ayah, untuk kali ini Samudra tidak bisa menuruti perintah ayah."  Samudra menatap ayah bundanya bergantian kemudian berlalu menyusul Megha.


"Ayah, untuk kali ini, bunda tidak bisa sependapat dengan ayah. Maaf, bunda lebih setuju dengan mereka berdua." Alvi pun turut buka suara.





"Lebih baik ayah sampaikan jawaban Samudra pada mereka, jika tanpa mengetahui alasan dari perjodohan ini saja, Sam sudah menolak," ujar Alvi menasihati suaminya.


"Apalagi jika Sam  tau kalau alasan dibalik semua ini hanya karena bisnis, akan seperti apa tanggapan mereka, ayah tau sendiri," Alvi.

Kembali bersuara.





"Sebelum terjadi perang, maka damai, kan saja ayah," jelas Alvi berusaha memberi pengertian pada Panji.


"Baiklah kalau itu yang kalian mau, ayah akan mencoba menyampaikan jawaban Samudra, dan memberi pengertian pada mereka," jawab Panji dengan nada pasrah.


SamRannTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang