Wajah itu tampak damai dalam tidurnya. Berbalutkan gaun putih nan indah wajahnya yang pucat pasi sudah dipoles dengan make up membuat kecantikannya sempurna. Bak putri tidur, dia terlelap dalam kotak kayu panjang yang diukir indah disekelilingnya. Peti itu sangat pas dengan tubuhnya.
Tak ada lagi raut kesediaan terpancar dari wajahnya. Tak terdengar lagi isak tangis dari bibir mungilnya. Matanya sudah tertutup rapat hingga air mata tidak akan mungkin jatuh lagi dari sana. Perjuangannya sudah selesai, kini Ino sudah bisa istirahat dengan tenang.
Tangisan orang sekelilingnya tak mampu lagi terbendung, bahkan kian histeris saat peti mulai ditutup dan akhirnya wajah cantik itu tidak terlihat lagi.
Nyonya Yamanka sudah dilarikan ke kamarnya karena pingsan untuk kesekian kalinya. Bahkan tuan Yamanka tidak bisa lagi menahan tangisnya saat peti sang putri semata wayang sudah tertutup sempurna.
Namun dengan tegap berdiri dia berusaha sekuat mungkin untuk tetap mengikuti prosesi pemakaman putrinya hingga selesai.
Setelah acara yang terakhir telah selesai, satu persatu tamu meninggalkan area pemakaman menyisakan tuan Yamanka yang masih setia menatap sedih pusaran sang putri dimakamkan. Tangannya mengelus lembut nisan yang bertulis nama sang putri tercinta.
"Sasuke, ayo pulang ini sudah sore." Tuan Yamanka menepuk pelan pundak Sasuke.
"Paman, maafkan aku." Lirihnya.
Tuan Yamankan tersenyum kecil "Cukup, jangan salahkan dirimu lagi."
"Tapi ini memang salahku. Andai saja aku__
"Tidak Sasuke, semua yang sudah terjadi tidak bisa lagi terulang jadi jangan berandai-andai hal yang tidak mungkin. Paman akan pulang duluan melihat kondisi Mama Ino. Jika kau masih disini tak apa, tapi jangan lama, ini sudah mau malam."
Setelah kepergian tuan Yamnaka, ada sebuah tangan lain yang menepuk pundakanya.
"Kau?"
Sai tersenyum kecil dan ikut berdiri disamping Sasuke. Mereka sama-sama menatap sendu makan Ino.
"Ini." Sai memberikan secarik kertas untuk Sasuke.
"Apa ini?"
"Sebelum pergi ke Afrika, Ino memberikan itu padaku. Dan aku tidak tau maksudnya apa, ternyata surat itu bukan untukku."
Sasuke menatap sebentar makam Ino sebelum membuka lipatan kertas itu.
Desember.
Sasu, apakah kau ingat dengan rumah pohon kita dulu? Kalau aku, tentu saja masih sangat mengingatnya
Karena setiap kita meghabiskan waktu disana, aku selalu gelisah, gelisah karena aku tidak bisa memberitahumu kalau aku suka padamu
Apakah kau tidak menyadarinya? Aku menyukaimu, bodoh
Jika aku mengingat aku malalu kita, rasanya sangat indah masa masa ketika kita masih anak-anak
Sasu, kau sangat egois, kau mencoba mengambil semuanya dariku termasuk hatiku
Kau menyayangiku, memperhatikanku, melindungiku tapi kenapa kau tidak mengatakan apapun padaku?
Apa kau malu untuk mengatakannya atau kau memang tidak menyukaiku?
Sasu, aku tidak bisa memahimu tapi aku akan selalu menunggumu.
Haruno Sakura
Hati Sasuke bergetar. Sakura menyukainya? Lagi-lagi otaknya serasa dihujam ribuan jarum saat memikirkan kata itu. Sekelebat bayangan wajah Sakura melintas begitu saja dengan senyuman khasnya yang terlihat memilukan.
Rindu tiba-tiba merasuk kedalam relung hati Sasuke. Ia baru sadar jika sudah lama ia tidak bertemu dengan sahabatnya itu. Perasaan takut juga tiba-tiba muncul mengingat ia lah yang selalu menghindari Sakura dan memilih berkubang dalam liang masa lalu.
Tangannya meremas kertas itu dan membuangnya asal. Dengan segera ia pergi dari sana berharap ia tidak terlambat.
Setelah kepergian dyo, dengan senyum getir Sai membuka remasan kertas yang sudah kusut tersebut dan berjalan mendekati makam Ino.
"Ino apakah ini maksudmu memberikan surat itu padaku? Apa aku sudah melakukan hal yang benar?"
Tiba-tiba saja Sai merasa semilir angin seakan memeluk dirinya. Dia tersenyum merasakan kehadiran Ino meskipun tak terlihat.
"Syukurlah kau juga menyetujuinya. Aku berharap mereka bisa bersatu."
Sai menatap nanar pusaran Ino, tangannya tak berhenti mengelus lembut nisan bertulis nama wanita yang begitu dipujanya. Jantungnya sangat sesak dan airmata sudah mendesak diujung matanya.
Kalau boleh, ingin rasanya dia membuka makam ini dan memeluk mayat Ino untuk terakhir kalinya. Rasa sakit, rindu, dan kecewa bersatu membuat hatinya ingin meledak. Tapi rupanya kewarasannya masih bisa dikendalikan.
"Ino." Lirih Ino dengan suara tercekat. Airmata sudah tidak mampu lagi dia tahan.
"Aku juga berharap dikehidupanku berikutnya, aku dan kau bisa bersatu." Ucap Sai tulus. Terakhir, dia mengecup lama nisan tersebut sebelum akhirnya pergi.
![](https://img.wattpad.com/cover/286722999-288-k904568.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FriendZone (SasuSaku Version) *END*
FanficCinta pertama atau persahabatan yang telah lama?