Hai.
Tekan bintangnya dulu yuk sebelum mulai baca.
Ada yang nungguin update cerita ini kan?
Yuk absen dulu. Dapet cerita ini dari mana nih?
Kasih love banyak-banyak, okay~
👀
Pagi-pagi gini yang biasanya aku masih berada di jalan dan meramaikan padatnya jalan Jakarta pada pagi hari.
Tapi pagi ini berbeda. Aku sengaja datang lebih awal, bahkan kantor saja masih terlihat sepi dan hanya ada beberapa orang saja yang sudah datang.
Aku memang sengaja datang lebih awal. Karna tau sekarang akan ada kepala divisi yang baru dan aku takut jika aku datang terlambat tepat di hari pertama dia bekerja, aku akan terkena dampratnya.
Bukan apa-apa, hanya saja aku belum mengenal siapa kepala divisi kami yang baru. Takut-takut jika kepala divisi kami pemarah dan suka ceramah seperti Pak Sukma bagaimana? Bukankah itu seperti keluar kandang singa, masuk kandang macam? Sama saja.
"Loh Kak Hana? Tumben udah di pantry aja."
Aku yang sedang mengaduk kopi susu yang baru saja kubuat untuk mengawali pagi ini menoleh, menatap Nena yang berjalan mendekat dan berdiri di sampingku.
Tangan Nena bergerak untuk mengambil mug pink miliknya.
"Sengaja. Kan mau ada kepala divisi yang baru," jawabku dan memilih duduk di kursi yang tersedia di pantry kami.
Nena berbalik, ikut duduk di kursi sebelahku, dengan jarak satu meja bundar kecil di hadapan kami.
"Iya ya, Kak. Nena juga jadi deg-degan sama kepala divisi yang baru. Takut lebih garang dari pada Pak Sukma. Kan bahaya," gerutu Nena membuatku hanya terkekeh. Tapi apa yang Nena katakan memang ada yang benar sih.
Aku juga merasakan apa yang Nena rasakan. Mungkin bukan hanya kami berdua saja. Tapi hampir semua.
"Morning."
Aku dan Nena menoleh, menatap Teh Pipit yang baru saja datang. Beliau adalah checker dalam tim kami. Atau yang biasanya selalu menyiapkan peralatan atau apapun yang kami butuhkan. Apalagi saat akan ada brend atau produk baru dalam perusahaan kami.
"Kalian pagi-pagi begini tumben amat udah berduaan," lontar Teh Pipit dengan kedua tangan yang sibuk membuat teh hangat.
Mengapa aku bisa tau Teh Pipit membuat teh hangat? Karna Teh Pipit memang jarang mengonsumsi kafein seperti kita-kita. Beliau hanya akan membuat coklat panas atau teh hangat.
Membeli satu dus teh dan dua dus coklat hangat sewaktu gajian dan akan dia taruh di atas rak pantry. Khusus untuk dirinya saja.
"Lagi pengen berangkat pagi aja, Teh. Soalnya takut kena omel Bapak baru kalau telat datangnya," cetusku menjelaskan alasan mengapa aku pagi-pagi ini sudah menjadi orang pertama di divisi kami yang sudah datang.
Padahal aku selalu saja menjadi orang terakhir yang datang dalam satu kantor malahan, bukan dalam satu divisi lagi.
Teh Pipit terkekeh dan membalikkan badannya, mendekati kami. "Bagus tuh. Gue denger sih Bapak baru kita sebelas-dua belas kayak Pak Sukma." Beliau mendesah. "Intinya gak jauh beda lah," lanjutnya yang terdengar berat.
Aku dan Nena saling melirik. Akan ada masalah baru apalagi kita hari ini? Jika kepala divisi baru kami benar-benar kenyataan seperti apa yang Teh Pipit katakan barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup Tau [Tamat]
General FictionCERITA 4 [ꜱɪʟᴀʜᴋᴀɴ ꜰᴏʟʟᴏᴡ ᴛᴇʀʟᴇʙɪʜ ᴅᴜʟᴜ ꜱᴇʙᴇʟᴜᴍ ʟᴀɴᴊᴜᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ.] {CERITA INI AKAN MEMBUATMU KESAL DAN MEMUKUL GULING YANG ADA} 𝚂𝚙𝚒𝚗-𝙾𝚏𝚏 𝙺𝚘𝚜-𝙺𝚘𝚜𝚊𝚗 𝙼𝚊𝚗𝚝𝚊𝚗. "Kalau aku CH ₃CO ₂H sama kamu, boleh kan?" "Lambang nomor atom 31." ~***~...