"Yuk sebelum pulang, kalian pada makan dulu," ujar Nenek yang sedari tadi super sibuk menyiapkan berbagai lauk makanan ke atas meja makan. Dengan dibantu Tante Gena dan aku sedikit.
Kebiasaan Nenek memang masih sama. Selalu melarang kami pulang jika belum makan. Nenek harus memastikan jika perut kami terisi sebelum melakukan perjalanan.
Setelah makanan siap, kami semua duduk di meja makan panjang dengan kursi terisi penuh.
"Unah," panggil Ken yang baru saja duduk di kursinya dengan dibantu oleh Om Ajun.
"Ya sayang?" Tante Gena menatap Ken dengan tatapan sayangnya.
"Mau ayam goyeng," pinta Ken dengan tangan yang mengarah ke piring ayam goreng.
Melihat itu kami semua tertawa. Ken selalu bisa mencairkan suasana. Di sampingku duduk Kak Avin yang masih sibuk dengan ponselnya.
"Pak Avin, makan dulu," ujar Nenek yang langsung membuat Kak Avin mematikan layar ponselnya dan menaruh ponselnya di sampingnya.
"Iya, Nek. Makasih dan maaf Avin ngerepotin Nenek di sini," ucap Kak Avin yang memang terdengar ramah sih.
Nenek mengangguk dan tersenyum. Memberikan isyarat agar Avin segera makan.
"Gena yakin mau ke Madiun dengan perut besar begitu?" Kakek angkat bicara dan menatap Tante Gena dengan tatapan tidak setuju.
Tante Gena mengangguk. "Tira mau nikah, Pak. Gak enak kalau Gena gak dateng. Apalagi dia juga dateng dan bantuin waktu Gena nikah kedua kalinya," sahut Tante Gena.
Tante Gena dan Om Ajun memang melaksanakan pernikahan dua kali. Sekali di tempat Tante Farya - di mana Tante Gena dipaksa menjadi pengantin pengganti oleh orang tua Tante Farya. Dan kedua di rumah Kakek ini, karna Om Ajun yang menginginkannya.
"Tapi perutmu itu loh, Na. Mama gak ngelarang, cuma khawatir."
"Masih tujuh bulan, Ma. Dua bulan lagi untuk lahiran," sahut Tante Gena yang memang keras kepala.
"Kamu gak nemenin Gena, Jun?" Kakek menatap Om Ajun, bertanya dengan tangan yang memegang paha ayam.
Om Ajun menghela napasnya. "Ajun gak dapat cuti, Pak. Soalnya cuti tahunan Ajun udah habis karna seminggu Ajun mabok waktu kehamilan Gena baru dua bulan," jelas Om Ajun yang diangguki oleh Kakek.
"Kalau kata orang, kalau suaminya yang mabok waktu istrinya hamil. Itu tandanya suaminya cinta banget sama istrinya," ujar Kak Avin sok tahu, membuatku meliriknya.
Heran saja, ternyata dia juga mendengarkan apa yang orang katakan toh. Aku kira tidak.
Terdengar dengusan dari Tante Gena. "Itu kan kata orang," sindir Tante Gena.
"Kata Mama saya, Tante. Papa saya juga waktu hamil adik ketiga saya gitu," jelas Kak Avin yang terdengar ingin menyakinkan Tante Gena. Mungkin.
Tante Gena mendongak, menatap Kak Avin. "Itu berlaku untuk Mama sama Papa kamu, Pak Avin. Buat Tante gak berlaku."
Kak Avin mengernyit. "Berlaku," sahutnya yang membuat Tante Gena mendengus.
Aku langsung mencubit paha Kak Avin. Kenapa dia jadi ngajak ribut Tante Gena sih. Sudah tahu mood tante Gena itu kayak slem, ambyar.
"Yaudah, biar Mama yang nemenin Gena ke Madiun," putus Kakek yang mau tidak kau harus dilakukan.
🦻🦻🦻
Aku memutar bola mataku malas, melihat Kak Avin yang sedang beradu bermain rubik dengan Om Ajun. Dengan wasit Ken yang mengalungkan peluit mainannya.
Ketika anak berusia tiga tahun itu meniup peluitnya, tangan Kak Avin dan Om Ajun sibuk. Membenarkan letak warna rubik yang berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup Tau [Tamat]
General FictionCERITA 4 [ꜱɪʟᴀʜᴋᴀɴ ꜰᴏʟʟᴏᴡ ᴛᴇʀʟᴇʙɪʜ ᴅᴜʟᴜ ꜱᴇʙᴇʟᴜᴍ ʟᴀɴᴊᴜᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ.] {CERITA INI AKAN MEMBUATMU KESAL DAN MEMUKUL GULING YANG ADA} 𝚂𝚙𝚒𝚗-𝙾𝚏𝚏 𝙺𝚘𝚜-𝙺𝚘𝚜𝚊𝚗 𝙼𝚊𝚗𝚝𝚊𝚗. "Kalau aku CH ₃CO ₂H sama kamu, boleh kan?" "Lambang nomor atom 31." ~***~...