Setelah aku nonton bersama Iren, Kak Avin langsung menjemputku. Untuk saja aku sudah menyiapkan perlengkapanku.
Aku memang berencana menginap di rumah Tante Gena. Rasanya sudah lama sekali aku tidak menginap di rumahnya. Dan itu membuatku rindu.
Kak Avin, terserah dia. Ingin menginap atau tidak. Tapi yang jelas aku akan menginap meskipun hanya satu hari saja.
Kak Avin menghentikan motornya saat lampu merah menyala. Dia memang menjemputku menggunakan motor pcxnya, entah kenapa.
"Bapak kenapa sih, suka banget berpergian jauh pakai motor?" tanyaku dengan menelengkan kepala mencoba menatapnya.
Kak Avin menoleh. Aku tidak bisa wajahnya dan hanya melihat matanya saja karna tertutup helm full facenya.
"Kepo banget kamu," sahutnya yang sangat menyebalkan untuk didengar.
Aku mendengus dan menarik kepalaku untuk kembali terduduk tegap. Dan tidak lama motor Kak Avin berjalan kembali dan hempasan angin pun terasa, membuat beberapa helai rambutku yang tidak tertutup helm bergerak, berterbangan tak terarah.
"Kalau sudah sampai Bogor bilang ya, Pak. Saya mau beli buah tangan dulu. Gak enak kalau bertamu gak beli apa-apa," teriakku karna takut suaraku tidak terdengar. Mengingat Kak Avin yang memakai helm, dan motor Kak Avin juga mengebut.
"Iya bawel," sahutnya yang membuatku melotot. Kok kembang-kempis sih dengernya, jadi malu.
Selama diperjalanan kami hanya saling diam, menikmati pemandangan yang berubah-ubah. Suasana kota Bogor sudah semakin terlihat dan Kak Avin membelokkan motornya ke area oleh-oleh.
Aku turun dan membuka helmku. Menitipkannya sebentar kepada laki-laki itu dan berjalan menuju toko oleh-oleh terdekat.
Membeli beberapa buah tangan yang akan aku bawa untuk keluarga Tante Gena.
Mengingat Tante Gena membuatku semakin ingin cepat-cepat bertemu dengannya.
Aku sudah menganggap beliau sebagai Ibuku sendiri. Selama aku SMA dulu, saat ikut dengan nenek dan kakek. Tante Gena menjagaku seperti anaknya, bahkan dia juga bisa berubah menjadi kakak bagiku.
Menurutku, Tante Gena adalah orang kedua yang menjadi motivatasiku. Setelah apa yang Tante Gena hadapi saat masa-masa sulitnya, dia tidak pernah menyerah dan akan diam mengubur perasaannya.
"Awal mula pernikahan Tante Gena dengan Om Ajun bagaimana?"
Aku mengernyit, menatap Kak Avin yang barusan bertanya ketika aku baru saja datang dan meraih helmku.
"Pernikahan mereka?" tanyaku dan Kak Avin berdeham. "Ruwet," sahutku dan memakai helmku kemudian naik keboncengannya.
"Terus kenapa waktu itu Tante Gena bilang dia dipaksa nikah oleh Om Ajun? Saya gak paham," tanya Kak Avin lagi dan membuatku menghela napas.
"Panjang kalau Kak Avin mau tau. Tapi yang jelas sejak dulu Tante Gena cinta sama Om Ajun," sahutku dan memberikan inti dari pertanyaanya.
"Om Ajun juga cinta sama Tante Gena. Banget malahan," ujar Kak Avin dan menyalakan mesin motornya.
Aku mengernyit. "Bapak tau dari mana? Om Ajun bilang?" tanyaku penasaran. Karna setahuku Om Ajun tidak pernah mengatakannya atau berbuat yang manis-manis kepada Tante Gena.
Sebelum menarik gas motornya, Kak Avin menoleh, menatapku lewat spion. "Seperti yang saya bilang dulu, Gerhana." Kak Avin menjedanya. "Tidak ada laki-laki yang tidak mencintai istrinya ketika dia berani menaruh benih dan menjadikan wanita itu sebagai ibu dari anak-anaknya," lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup Tau [Tamat]
General FictionCERITA 4 [ꜱɪʟᴀʜᴋᴀɴ ꜰᴏʟʟᴏᴡ ᴛᴇʀʟᴇʙɪʜ ᴅᴜʟᴜ ꜱᴇʙᴇʟᴜᴍ ʟᴀɴᴊᴜᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ.] {CERITA INI AKAN MEMBUATMU KESAL DAN MEMUKUL GULING YANG ADA} 𝚂𝚙𝚒𝚗-𝙾𝚏𝚏 𝙺𝚘𝚜-𝙺𝚘𝚜𝚊𝚗 𝙼𝚊𝚗𝚝𝚊𝚗. "Kalau aku CH ₃CO ₂H sama kamu, boleh kan?" "Lambang nomor atom 31." ~***~...