Aku terkekeh dengan tangan yang mengambil beberapa koyo dari kotak kesehatan milik Tante Gena.
Kemudian kakiku melangkah mendekati Kak Avin yang sedang terduduk di sofa sambil merenggangkan tubuhnya dan memukulnya dengan pelan.
"Pegal ya?" tanyaku dan membuatnya menoleh, menatap tajam ke arahku.
"Ini gara-gara kamu," sahutnya sebal dan aku duduk di belakangnya.
"Iya maaf," ujarku tulus. "Mau dibantuin pasang koyo gak?" tanyaku menelengkan kepala menatapnya.
"Okay," ujarnya kemudian membuka kaos hitam yang dia kenakan.
Aku mengerjapkan mataku dengan napas tertahan, menatap punggung lebar Kak Avin yang tidak tertutup apa-apa.
Menarik napas kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Tanganku bergerak untuk membuka satu koyo terlebih dulu, sebelum menempelkannya aku menatap Kak Avin.
"Di mana yang sakit?" tanyaku dan Kak Avin menunjuk ke arah pundaknya.
Aku segera menempelkan satu koyo di pundaknya kemudian beralih kepundak satunya.
"Di mana lagi?" tanyaku yang ingin semua ini segera berlalu. Aku hanya takut menjadi tidak sadar diri, apalagi harus tubuh Kak Avin sangat tercium dari jarakku dan dia yang tidak begitu jauh.
"Pinggang," jawabnya dengan menunjuk pinggangnya.
Dengan hati-hati aku menempelkan koyo yang ada di tanganku kepinggangnya. Kemudian berlalih kepinggang satunya, mengelusnya dengan lembut.
"Saya tidur dulu ya, Pak," pamitku dan berdiri, berniat ingin pergi. Namun tanganku segera ditahan olehnya membuatku menoleh, menatapnya yang masih terduduk masih belum mengenakan bajunya.
"Makasih," ujarnya dan aku tersenyum sambil mengangguk, melepaskan tangannya kemudian berjalan menuju kamar tamu. Yang malam ini menjadi kamarku.
Setelah menutup pintu, punggungku langsung bersandar dibaliknya dan tanganku memegangi dadaku yang sedang diskoan di dalam sana.
Kak Avin meresahkan banget. Apa dia gak tau sedari tadi aku menahan gugup? Tapi dia, dia malah bersikap biasa saja.
Kepalaku menggeleng dan kakiku melangkah menuju kasur yang terletak di tengah ruangan. Membaringkan tubuhku di atasnya dengan tangan yang kembali memegang dadaku, merasakan degupan jantungku yang masih berpacu dengan cepat.
🦻🦻🦻
Paginya aku terbangun setelah mandi, berjalan menuju dapur yang sudah melihat Tante Gena sedang sibuk dengan alat-alat masaknya.
"Pagi Tante Gege," sapaku membuatku menoleh dan tersenyum.
"Pagi sayang."
Aku memilih duduk di stool dekat pantry, menarik majalah yang ada dan membukanya.
Bukannya tidak mau membantu Tante Gena yang memasak, hanya saja aku takut membuat rasanya berbeda. Dan akan membantu beliau menatapnya saja di meja makan nanti.
Ketika mataku sedang sibuk menatap majalah, suara seseorang merengek terdengar membuatku mendongak. Terdiam membisu ketika melihat Om Ajun yang masih mengenakan piyamanya memeluk Tante Gena dari belakang.
"Mas ih." Tante Gena terlihat risih dan melirikku, aku berpura-pura tidak lihat dan menutupi wajahku dengan majalah.
"Ge, mau minum," ujar Om Ajun dengan suara merengek membuatku mengernyit mendengarnya.
Baru kali ini aku mendengar suara rengeknya Om Ajun yang seperti anak kecil. Karna biasanya aku hanya melihatnya berwajah datar dan bersuara sekenanya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup Tau [Tamat]
General FictionCERITA 4 [ꜱɪʟᴀʜᴋᴀɴ ꜰᴏʟʟᴏᴡ ᴛᴇʀʟᴇʙɪʜ ᴅᴜʟᴜ ꜱᴇʙᴇʟᴜᴍ ʟᴀɴᴊᴜᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ.] {CERITA INI AKAN MEMBUATMU KESAL DAN MEMUKUL GULING YANG ADA} 𝚂𝚙𝚒𝚗-𝙾𝚏𝚏 𝙺𝚘𝚜-𝙺𝚘𝚜𝚊𝚗 𝙼𝚊𝚗𝚝𝚊𝚗. "Kalau aku CH ₃CO ₂H sama kamu, boleh kan?" "Lambang nomor atom 31." ~***~...