👀 Cukup Tau - Duapuluh Sembilan

1.4K 157 9
                                    

Dengarkan lagu di atas dan hayati cerita di bawah. Jika kamu merasa sesak, itu tandanya kamu berhasil memposisikan kamu sebagai Gerhana.

Enjoy to my story.

Berikan bintang dan komentarnya.

Have high hopes for you. 💪

👀

Kak Avin terlihat sedang membayar jalan tol, tangannya rempong membuka dashboard yang ada di hadapanku.

"Bilang tolong kenapa sih?" tanyaku dan menarik tangannya, menggantikan untuk membuka dashboard.

Kak Avin menoleh. "Bukannya kamu selalu kesal jika saya perintah?" tanyanya dan aku hanya berdeham saja.

"Ini mau ambil apa?" tanyaku yang baru sadar tujuan membuka dashboard ini untuk apa.

"Kartu e-tol."

Aku mengangguk dan segera mencarinya, memberikannya setelah ketemu dan menutup kembali dashboard di hadapanku.

Sedangkan Kak Avin terlihat sedang mengurus pembayaran tol, hingga palang tol terbuka dan tangannya segera menarik gigi mobilnya.

"Kita mau ke mana sih, Pak? Malam-malam gini?" tanyaku heran dengannya yang tiba-tiba saja mengajakku pergi naik mobil.

Kak Avin melirikku. "Bertemu Dera," sahutnya yang langsung membuatku melotot kaget.

"Bapak gila?!" tanyaku menaikkan suaraku, saking kagetnya dengan apa yang baru saja di katakan.

"Gila apanya?" Kak Avin mengernyit dan melirikku kembali. "Saya ada urusan dengan dia," lanjutnya.

Aku berdecak dan menatap ke arah jendela. Perasaanku belum juga pulih, namun dia sudah ingin mempertemukanku dengan masa laluku lagi.

"Setelah saya bertemu dengan Dera, baru saya antar kamu pulang," ujarnya yang tidak aku sahuti.

Lagi pula aku juga bisa pulang sendiri. Dan aku punya rencana, jika Kak Avin masuk ke rumah sakit, aku akan ngibrit. Pulang sendiri dengan menaiki gojek.

Tapi rencanaku itu gagal ketika Kak Avin malah membukakan pintu dan menyuruhku keluar. Ingin lari, tanganku sudah ditarik lebih dulu olehnya.

Aku mendengus, kenapa sih dengan Kak Avin ini. Apa dia tidak tau, jika orang yang ingin aku jauhi sekarang adalah keluarga Pak Dera ... termaksud Pak Dera sendiri.

"Saya mau ke toilet dulu, Pak," ujarku mencari alasan agar terlepas darinya dan bisa pergi dari rumah sakit.

Kak Avin menoleh. "Ya sudah saya antar," sahutnya yang membuatku melotot.

"Antar gimana? Saya bukan anak kecil," tolakku dan menarik tanganku, terlepas dari tangannya.

"Saya tau, kamu ingin kabur kan?" tebaknya yang sangat tepat sasaran.

"Yaudah kalau mau ikut," ucapku yang sudah sebal dan berjalan terlebih dulu, menuju toilet yang terdekat.

Dapat kudengar suara kekehan kecil dari arah belakang. Dan itu semakin membuatku sebal saja dengan Kak Avin.

"Gerhana."

Aku yang baru saja ingin membuka pintu toilet menoleh, menatap Kak Avin yang menyandarkan tubuhnya ke tembok, namun masih menghadap ke arahku.

"Masalah datang itu untuk dihadapi, bukan menjadi alasan untuk lari dan menjadi pengecut," ujarnya tiba-tiba membuatku mengernyit. "Kalau kamu lari terus dari masalah kamu. Apa kamu tidak mau tau alasan dibalik masalah kamu itu datang?"

Cukup Tau [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang