👀 Cukup Tau - Tigapuluh Lima

2.9K 159 15
                                    

Aku menghela napas lega, sudah dua mingguan ini aku disibukkan dengan kepindahanku ke kantor cabang yang berada di Surabaya. Dan rencananya aku akan diangkat menjadi manajer di kantor cabang tersebut.

Sebenarnya aku tidak memintanya dan tidak menginginkannya juga. Karna yang aku inginkan adalah pergi ke Surabaya dan tinggal bersama lagi dengan kedua orang tuaku.

Kembali ke rumahku dan merasakan hangat di sana. Dengan adanya Ayah dan Bunda yang selalu menjadi pelindung bagiku.

Dan sudah selama dua minggu ini juga aku menghindari Pak Dera. Beliau sempat mencariku dan memintaku bicara empat mata, tapi aku tidak bisa mengabulkannya.

Aku merasa tidak waras sudah pernah menyukai kakak tiriku sendiri, dulu. Dan sekarang aku sadar, tidak seharusnya aku menyimpan rasa kembali padanya.

"Gimana, Han? Udah beres semua?"

Aku mendongak dan tersenyum menatap Geno kemudian mengangguk. "Alhamdullilah udah," jawabku dan merapihkan barang-barangku dari atas meja dan memasukkannya ke box yang sudah aku bawa tadi pagi.

"Pergi sekarang, Kak?" Nena berdiri dan menatapku sedih, seperti tidak terima aku akan pergi meninggalkan mereka hari ini.

Aku tersenyum dan mengangguk. "Lebih cepat lebih baik bukan?"

"Tapi apa gak kecepatan, Han?" Ersy juga menatapku dengan tatapan yang sama seperti Nena.

"Kalian tenang saja, kalau aku ada waktu nanti aku bakal main kok. Kita kumpul seperti bisa, oke?" Aku tersenyum dan menatap mereka bertiga dengan menaikkan alisku yakin.

Tatapan mataku bergeser ke arah meja Iren yang kosong. Entah kenapa orang satu itu. Kenapa dia tidak ada ketika aku ingin pergi.

"Titip salam buat Teh Pipit dan Iren ya," ujarku dan mengangkat kotak box sedang berisikan barang-barangku. "Salam juga buat Pak Avin."

Kakiku melangkah mendekati mereka dan memeluk Nena serta Ersy, memberikan mereka pelukan terakhir.

"Aku senang bisa kenal kalian semua. Makasih ya udah baik sama aku," ujarku yang sudah gemetar dan mataku terasa memanas.

Jika ada pertemuan maka ada perpisahan. Benar sekali, dan perpisahan lah yang selalu membuat orang-orang tidak terima dan kecewa olehnya.

"Jaga diri baik-baik ya Kak Hana," ucap Nena dan menatapku dengan mata yang memerah.

Aku terkekeh kemudian menghapus air matanya dengan ibu jariku. "Iya. Pasti. Kamu juga ya."

Nena mengangguk dan tatapanku beralih ke Ersy. "Aku pamit ya, Er. Jaga diri jangan kebanyakan marah-marah," ujarku mengingatkan dan membuatnya terkekeh.

"Kamu juga. Kita ketemu lagi nanti ya," sahutnya yang aku jawab dengan anggukan kepala.

Kemudian aku mengambil bos kecilku yang tadi sengaja aku letakkan di atas meja kerja Nena. Berjalan mendekati Geno yang hanya diam sambil menatapku.

"Gak boleh nangis. Masa laki-laki nangis," ujarku sambil memukul lengannya dengan tangan sebelah karna yang sebelahnya aku gunakan untuk memegangi box sedangku.

Geno menggeleng kemudian menghampiriku dan memelukku membuatku hampir saja terjungkal ke belakang.

"Gue pasti bakalan kangen sama lo, Han," ujarnya dan mengelap wajahnya di bahuku, kebiasaan sekali orang ini. "Kalau gue telepon angkat ya, gue gak punya teman lagi sebaik lo di sini," lanjutnya membuatku terkekeh.

"Iya iya. Udah ih malu, masa laki-laki nangis," bisikku dan mengakat kepalanya dengan menggoyangkan bahuku.

Geno menghapus air matanya dan mengelus kepalaku. "Gue sayang sama lo. Dan gue juga selalu butuh kata-kata bijak lo."

Cukup Tau [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang