👀 Cukup Tau - Duapuluh Lima

1.3K 168 12
                                    

Aku menarik napasku dan menghembuskannya secara perlahan. Melirik Iren yang baru saja melepaskan helmnya.

"Acara makan malam apa nih? Kok banyak mobil sih?" tanyaku heran dengan tatapan mengarah kepada mobil-mobil yang terparkir di depan rumah Iren.

Aku tau, mungkin bisa saja mobil-mobil itu milik keluarga Iren. Tapi sepertinya tidak mungkin, karna ada beberapa mobil yang menurutku tidak asing. Dan seperti pernah lihat plat nomornya.

"Makan malam keluarga," jawab Iren santai dengan tangan yang membenarkan helaian rambutnya. "Keluarga gue," lanjutnya membuatku mengernyit.

"Maksudnya?" tanyaku bingung. "Semua keluarga lo?" tanyaku lagi dan Iren melirikku kemudian bergumam.

"Ya. Gitu."

"Terus di dalam bakal ada siapa aja?" tanyaku menatapnya dengan tatapan tajam dan emosi yang sudah meninggi.

"Hmm ...." Iren berdeham, kernyitan samar terlihat di dahinya menandakan jika dia sedang berpikir. "Paling ada nenek, kakek, om, bibi, dan tentunya pasti ada Bang Avin dan Bang Lana."

Aku yang mendengar itu awalnya ingin berbalik dan pergi pulang ke apartemen dengan motorku. Tapi langkah kakiku langsung terhenti ketika mendengar suara panggilan dari seseorang.

"Caca."

Menghela napas, aku tau siapa orang yang baru saja memanggil Iren dengan panggilan 'Caca' siapa lagi jika bukan anggota keluarga Iren.

"Mamih."

Aku berbalik, tersenyum tipis dan menatap Iren yang sudah memeluk seorang wanita paruh baya dengan menggunakan gamis coklat tua dan kerudung coklat muda.

"Apa kabar sayang? Mamih kangen sama Caca."

Bisa kudengar pembicaraan Mamihnya Iren dengan Iren sendiri. Dan itu membuatku menjadi teringat Bunda.

Sudah lama sekali aku tidak pulang ke Surabaya dan bertemu Bunda serta Ayah dan adik-adikku. Kami hanya akan melakukan video call, itu pun tidak setiap hari.

"Han."

Aku tersentak dan menyandarkan diri, mendongak menatap Iren yang memberikan isyarat menggunakan tangannya agar mendekat.

"Kok malah diem sih di situ?" tanya Iren saat aku sudah berada di sampingnya. Menatap Mamihnya Iren dengan tersenyum sopan.

"Mamih kayak kenal wajahnya," ujar Mamih dan Iren mengangguk, memperkenalkan aku kembali kepada Mamih.

"Gerhana, Mih. Temen SMA Caca dulu," ucap Iren dan membuat Mamih langsung ber'oh' dan tersenyum.

"Iya iya Mamih ingat." Mamih tersenyum lebar. "Apa kabar, Hana? Sudah lama kita gak bertemu ya."

Aku tersenyum dan menyalami tangan Mamih. "Alhamdullilah Hana baik, Tante," jawabku sopan. "Tante gimana kabarnya? Baik-baik saja kan?" tanyaku berbasa-basi.

Tante Kana mengangguk. "Alhamdullilah. Seperti yang kamu lihat," sahutnya membuatku tersenyum dan Tante Kana mengelus punggung tanganku dengan lembut.

Tidak lama Tante Kana menyuruh aku dan Iren untuk segera masuk, dengan alasan diluar dingin dan para keluarga juga sudah menunggu.

Aku pikir hanya makan malam saja, tapi sepertinya tidak. Karna saat aku masuk ada beberapa barang-barang seperti seserahan begitu.

Iren menyalami beberapa orang di sana dan aku pun hanya ikut-ikutan saja. Dan sapat kulihat, ada beberapa orang menatapku dengan tatapan bertanya. Mungkin ingin bertanya siapa aku.

Di sofa juga aku bisa melihat Pak Ezra yang duduk di sebelah pria paruh baya dengan memegang ponselnya.

Aku yang masih bingung dengan keadaan dibuat tersentak kaget saat tiba-tiba seseorang berbicara tepat di belakangku.

Cukup Tau [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang